Bendungan Pamarayan merupakan bangunan bersejarah yang dibangun
pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda. Salah satu bangunan yang
saat itu menjadi Land Mark pemerintah kolonial khususnya di Banten.
Untuk mendeskripsikan latarbelakang dibangunnya bendungan ini maka
terlebih dahulu harus difahami kebijakan pemerintah kolonial pada awal
abad 20. Singkatnya, pada tahun 1889 Th. Van Deventer, seorang ahli
hukum belanda dan pernah tinggal di Indonesia selama hamper 17 tahun
(1880-1897) menerbitkan artikel berjudul “Een Eereschuld” (suatu hutang
kehormatan). Yang dimaksud hutang disini ialah jasa besar baik langsung
maupun tidak langsung dari Hindia Belanda bagi negeri Belanda. Dan
hutang yang dimaksud dapat ditinjau dari berbagai aspek. Terutama
sekali yang berkaitan dengan perolehan kekayaan dan kemakmuran negeri
Belanda.
Artikel tersebut akhirnya dijadikan rujukan bagi kebijakan yang
dikenal politik etis. Kerangka kebijakan plitik etis memuat prinsip
penting yakni : Edukasi, Imigrasi, dan Irigasi. Sedemikian penting
kebijakan etis ini sehingga dipandang oleh para sejarawan sebagai kata
kunci untuk memahami sejarah Indonesia khususnya pada abad 20. Prinsip
politik etis yang berkaitan dengan latarbelakang dibangunnya Bendungan
Lama Pamarayan ialah program irigasi. Yang perlu untuk digarisbawahi
disini ialah tujuan dari salah satu prinsip politik etis dalam aspek
program irigasi ialah untuk mensejahterakan masyarakat pribumi.
Pada abad 19, di banten khususnya dekade 8 terjadi serangkaian
pemberontakan terhadap pemerintah kolonial. Pamarayan sebagaimana yang
dideskripsikan oleh Sartono Kartodirjo dalam karya monumental
“Pemberontakan Petani Banten 1888” menyebut nama pamarayan sebagai salah
satu daerah pensuplai para jawara yang ambil bagian dalam pemberontakan
dibeberapa daerah di Banten. Peristiwa yang terjadi di banten pada abad
19 oleh pemerintah kolonial dianggap sebagai akibat dari kemisikinan
penduduk banten. Itu sebabnya, program irigasi bertujuan mensejahterakan
masyarakat banten melalui bidang pertanian.
Kronologis pembangunan bendungan pamarayan sebagai berikut:
Berawal dari munculnya wacana dikalangan pejabat tinggi pemerintah
kolonial untuk mengkaji daerah aliran sungai ciujung. Ide ini semakin
terpacu untuk direalisasikan pasca tragedi geger cilegon tahun 1888,
pemberontakan yang sering dirujuk sebagai akibat dari rendahnya
kesejahteraan masyarakat yang juga dilatarbelakangi rendahnya
produktifitas pertanian.
Pembangunan bendungan ini dimulai setelah jalur kereta api yang
menghubungkan Rangkasbitung Anyer kidul selesai dibangun tahun 1905.
Bendungan pamarayan memiliki dua saluran induk kiri dan kanan, yang
berhasil mengubah tanah tidak produktif menjadi sawah tarikan yang mampu
menyediakan kebutuhan beras wilayah banten sejak tahun 1925.
Gubernur Jendral baru mengeluarkan besluit pembangunan bendungan ini
pada tahun 1905, ketika jalur kereta api dari rangkasbitung ke merak
selesai dibangun.
Stasiun terdekat kelokasi bendungan tersebut adalah stasiun catang
yang berjarak 4 KM, yang dihubungkan dengan rel untuk lori atau gerbong
pengangkutan bahan material untuk membuat bendungan pamarayan.
BOW atau Departemen Pekerjaan Umum mula-mula menandatangani kontrak
perjanjian untuk mengangkut batu dari bukit cerelang di anyer yang akan
dugunakan untuk bahan utama bendungan ini dengan Staatsspoowegen (SS)
atau PJKA. Disebutkan bahwa BOW harus membayar sejumlah 44.000 gulden
kepada SS.
Dalam catatan direktur BOW disebutkan bahwa untuk memastikan kualitas
bangunan dan pengerjaan proyek ini, pemerintah kolonial membayar 3
insinyur dan 2 pengawas kelas satu . Pembangunan bendungan ini dilakukan
secara bertahap dan dibawah pengawasan seorang insinyur belanda kelas
satu bernama Ing. Strengnaerts.Pekerjaan mereka ialah memimpin dan
mengawasi pengakutan ribuan ton batu dari anyer ke pamarayan.
Tahap tahap berikutnya terus dilanjutkan sehingga pada tahun 1911
pembuatan kanal secara sempurna telah selesai. Kemudian dilanjutkan
dengan pembangunan bendungan itu sendiri, dilaporkan bahwa BOW telah
memperkerjakan buruh harian sebanyak 300.000 buruh harian. Bendungan
tersebut selesai pada 1914 dan menghabiskan anggaran sebesar 2 juta
gulden.
Sebenarnya ide tentang pembangunan bendungan Pamarayan, sudah muncul
sejak september 1876. Saat itu wacana tentang dibangunnya bendungan
Pamarayan mulai diketengahkan oleh para pejabata tinggi pemerintah
kolonial dalam kajian Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung. Sementara
dalam naskahBesluit Gubernur Jendral sendiri tertulis
nama Pamarajan yang menunjuk suatu daerah di Banten (kini salah satu
kecamatan di Kabupaten Serang) sebagai tempat dibangunnya bendungan.
Yang menarik disini ialah fakta bahwa nama pamarajan (ejaan dahulu)
menunjukan bahwa pamarayan sudah ada sebelum bendungan dibangun. Hal ini
berbeda dengan apa yang sering dituturkan oleh masyarakat luas bahwa
asal usul nama pamarayan berasal dari maray (mayar/bayar) merujuk pada
aktivitas pembayaran terhadap para pekerja yang membangun bendungan saat
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar