Minggu, 23 Februari 2020

Asal Usul Sawarna dan Tanjung Layar, Lebak - Banten


Sawarna, merupakan sebuah desa yang bernama Desa Sawarna namun nama tersebut lebih dikenal dibanding nama pantainya sendiri yaitu Pantai Tanjung Layar (yang sebenarnya sama karena masih dalam 1 wilayah) tetapi lebih identik dengan nama Pantai Sawarnanya itu sendiri. berada di daerah selatan Lebak dan dikenal akan 2 Buah Batu yang menyerupai Layar perahu sehingga disebut juga sebagai Tanjung Layar. Tapi pernahkah terpikirkan tentang Asal – Usulnya ?
Jika melirik asal – usulnya, pasti harus tahu dulu berada di wilayah manakah pantai Sawarna ini berada, Daerah wisata Sawarna berada di sebuah kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Dari sebelah selatan Sawarna ia berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, di sebelah barat terdapat Pulo Manuk dan di Timur terdapat Sebuah Pantai yang dikenal sebagai Pantai Karang Taraje.
                Tidak seperti cerita Asal – Usul nama dari Tanjung Layar yang bisa dilihat dari bentuk batunya yang menyerupai Layar Perahu tapi Sawarna banyak memiliki versi Asal – Usulnya, salah satunya dari hasil wawancara dari beberapa orang  di Sekitar Pantai Sawarna dan bacaan artikel mengenai keberadaan Sawarna ini.
 

Sawarna Versi ke-1 “Sorana”
                Pada tahun 1907 Jean Louis membuka sebuah perkebunan kelapa seluas 54 hektare, tepatnya terletak di pinggir Pantai Ciantir dan Tanjung Layar dengan banyak mempekerjakan pribumi yang berasal dari luar Banten, tapi masih di Pulau Jawa, karena kondisi desa yang masih hutan belantara. Seiring perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk, terbentuklah komunitas penduduk yang diberi nama Sawarna. Namun karena perbedaan logat, dialek dan bahasa sehari-hari mengakibatkan ada yang mengartikan bahwa Sawarna berasal dari Bahasa Sunda yakni "Sorana" yang bermakna suaranya.
                Makamnya sendiri baru ditemukan pada tahun 2000-an di daerah desa Sawarna yang merupakan sebupu dari Vincent Van Gogh bersemayam, makam yang memiliki Tinggi hampir satu meter dan memiliki bentuk persegi yang sudah dipenuhi lumut, sedangkan tulisannyapun sudah dipenuhi lumut.
 
Sawarna 1929
Sawarna Versi ke-2 “Sa-Warna dan Sawarna”
Namun terdapat versi lain dari asal usul nama Sawarna, bahwa Sawarna berasal dari nama Swarna (Hidup tahun 1900-an), ia merupakan tetua dan orang pertama yang menjadi kepala di desa Sawarna. Secara harfiah Swarna berarti Sawarna (berasal dari Bahasa Sunda) yang berarti satu warna, alasan desa berpantai indah itu dinamakan Sawarna untuk menandakan bahwa penduduk di lokasi itu adalah satu warna yakni Masyarakat Sunda Banten.
Seiring dengan bertambahnya penduduk, Jean Louis van Gogh selain berusaha memajukan usahanya, juga memiliki cita-cita agar tempat usahanya kelak dikenal oleh generasi selanjutnya menjadi tempat yang termasyur hingga ke mancanegara. Tak ada yang tahu apakah ada kaitannya cita-cita luhur saudagar asal Belanda tersebut dengan kondisi desa pada generasi mendatang, tapi masyarakat sekitar meyakini bahwa desa Sawarna akan menjadi desa yang terkenal dan diminati para pelancong karena keindahan alamnya


Sawarna Versi Ke-3 “Legenda Di Balik Dua Batu Kembar Pantai Tanjung Layar-Sawarna Bayah Lebak
Menurut cerita yang beredar di masyarakat, di balik keindahan dan kokohnya batu kembar yang berada di Pantai Tanjung Layar Sawarna ini tersembunyi sebuah Misteri dan Legenda yang ternyata masih ada kaitannya dengan Legenda tanah pasundan, Sangkuriang. Konon, Pantai indah bernama Tanjung Layar di Sawarna ini juga diceritakan dalam babad sunda dan legenda pesisir Pantai Selatan.
Selain itu, menurut para sesepuh Banten Selatan atau Tanah Pakidulan, mereka meyakini bahwa dua batu kembar yang berdiri kokoh tersebut adalah perwujudan dari dua buah kekuatan Sangkuriang yang akan dijadikan Layar Perahunya. Seperti yang telah kita ketahui bersama, dalam legenda Sangkuriang tersebut Dayang Sumbi/Rarasati (Ibu Sangkuriang) memberikan sebuah syarat pada Sangkuriang untuk membuat sebuah Telaga dan sebuah Perahu hanya dalam waktu satu malam, hingga ayam berkokok. Syarat ini diberikan Dayang Sumbi pada Sangkuriang dengan tujuan agar Sangkuriang gagal dan dapat menghindari rencana Sangkuriang untuk menikahinya.
Namun ketika pekerjaannya tinggal sedikit lagi dan hampir selesai, ternyata ayam jantan mulai berkokok menandakan pagi datang dan waktu telah habis. Sangkuriang pun gagal memenuhi syarat yang diajukan oleh Dayang Sumbi, dan ketika dia mengetahui bahwa ia telah gagal, sangkuriang marah sejadi-jadinya dan menendang perahu yang ia buat hingga terpental kesebelah utara dan mendarat terbalik, perahu Sangkuriang inilah yang kemudian menjadi Gunung Tangkuban Perahu. Sementara Layar dari perahu tersebut dilemparnya ke bagian Pantai Selatan Jawa dan berdiri kokoh menatap Samudera, dan Layar ini jugalah yang kemudian kita kenal sebagai batu kembar yang dinamai Batu Layar atau Tanjung Layar.
Pantai tanjung layar seperti 2 buah istana yang dijaga dan didampingi oleh pengawalnya, pantai tanjung layar ini juga sangat wangsit dan angker, terlarang bagi orang jinah atau melakukan hubungan badan disekitar ini, jika hal-hal negatif dilakukan diarea ini, maka karang akan runtuh dan belah.
Kebenaran dan keabsahan cerita dongeng tentang pantai tanjung layar, hanya Tuhan sajalah yang maha tahu. Kita hanya mengambil intisarinya saja.
Itulah asal usul dan legenda yang tersembunyi dibalik kokohnya dua batu kembar di Pantai Tanjung Layar Sawarna, yang telah diolah dari berbagai sumber. (Sumber: Cerita Rakyat Lebak Selatan)



Kini desa Sawarna bermetamorfosis dari sekadar perkebunan kelapa menjadi desa wisata. Dengan mudah ditemukan banyaknya "homestay" atau rumah penduduk yang disewakan pada pendatang yang berwisata. Perkampungan warga tersebut terletak antara perkebunan kelapa dan persawahan. Kondisi tersebut membuat wisatawan mau berlama-lama di desa wisata tersebut. Penduduk Sawarna merupakan penduduk multietnis, seperti Suku Banten, Sunda dan Jawa. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar pekerja perkebunan kelapa di di desa Sawarna dulunya didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang beretnis Jawa. Sebagian besar penduduk mempunyai profesi sebagai petani, perajin, buruh tani, buruh, dan pedagang. Akan tetapi sejak Sawarna mulai dikenal wisatawan, banyak penduduk yang juga mempunyai profesi sampingan sebagai pemandu wisata.
Desa Sawarna juga menorehkan sejara kelam, tentang bagaimana sejumlah nyawa Romusha melayang dalam pembuatan Jalur kereta Api Saketi - Bayah dan sekarang tempat tersebut sudah tidak digunakan kembali.

Batu Tapak Kaki Kabayan di Sawarna
                Nah, ada satu sisi lainnya selain keindahan pantainya. Yaitu, sebuah Tapak telapak Kaki yang memiliki ukuran yang cukup besar dan dianggap sebagai sebuah Tapak Kaki Si Kabayan. 
 


Jadi selain berjalan-jalan dan menikmati keindahan pantainya, kitapun bisa jadi sedikit tahu tentang Sejarahnya, dengan meposting ke media Sosial foto Kawan-kawan yang mungkin sudah pernah kesana dan memberikan sedikit keterangan tentang sejarahnya, dengan begitu Kawan-kawan sudah turut melestarikan akan Sejarah dan Wisatanya dan Jangan Lupa, Jangan Buang Sampah Sembarangan di Pantai agar kelak, anak Cucu kita juga masih dapat menikmatinya. Wisata sambil Belajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar