
Sawarna,
merupakan sebuah desa yang bernama Desa Sawarna namun nama tersebut
lebih dikenal dibanding nama pantainya sendiri yaitu Pantai Tanjung
Layar (yang sebenarnya sama karena masih dalam 1 wilayah) tetapi lebih
identik dengan nama Pantai Sawarnanya itu sendiri. berada
di daerah selatan Lebak dan dikenal akan 2 Buah Batu yang menyerupai
Layar
perahu sehingga disebut juga sebagai Tanjung Layar. Tapi pernahkah
terpikirkan
tentang Asal – Usulnya ?
Jika melirik asal – usulnya, pasti harus tahu
dulu berada di wilayah manakah pantai Sawarna ini berada, Daerah wisata Sawarna
berada di sebuah kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Dari sebelah selatan
Sawarna ia berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, di sebelah barat terdapat
Pulo Manuk dan di Timur terdapat Sebuah Pantai yang dikenal sebagai Pantai
Karang Taraje.
Tidak
seperti cerita Asal – Usul nama dari Tanjung Layar yang bisa dilihat dari
bentuk batunya yang menyerupai Layar Perahu tapi Sawarna banyak memiliki versi
Asal – Usulnya, salah satunya dari hasil wawancara dari beberapa orang di Sekitar Pantai Sawarna dan bacaan artikel
mengenai keberadaan Sawarna ini.

Sawarna Versi
ke-1 “Sorana”
Pada tahun 1907 Jean Louis membuka sebuah perkebunan
kelapa seluas 54 hektare, tepatnya terletak di pinggir Pantai Ciantir dan Tanjung Layar dengan banyak
mempekerjakan pribumi yang berasal dari luar Banten,
tapi masih di Pulau Jawa, karena kondisi desa yang masih
hutan belantara. Seiring perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk, terbentuklah komunitas penduduk yang diberi nama Sawarna. Namun karena perbedaan
logat, dialek dan bahasa sehari-hari mengakibatkan ada yang mengartikan bahwa
Sawarna berasal dari Bahasa Sunda yakni "Sorana" yang
bermakna suaranya.
Makamnya sendiri baru ditemukan
pada tahun 2000-an di daerah desa Sawarna yang merupakan sebupu dari Vincent
Van Gogh bersemayam, makam yang memiliki Tinggi hampir satu meter dan memiliki
bentuk persegi yang sudah dipenuhi lumut, sedangkan tulisannyapun sudah
dipenuhi lumut.
![]() |
Sawarna 1929 |
Sawarna Versi ke-2 “Sa-Warna dan Sawarna”
Namun terdapat versi lain dari asal usul nama Sawarna, bahwa
Sawarna berasal dari nama Swarna (Hidup tahun 1900-an), ia merupakan tetua dan
orang pertama yang menjadi kepala di desa Sawarna. Secara harfiah Swarna
berarti Sawarna (berasal dari Bahasa Sunda)
yang berarti satu warna, alasan desa berpantai indah itu
dinamakan Sawarna untuk menandakan bahwa penduduk di lokasi itu adalah satu
warna yakni Masyarakat Sunda Banten.
Seiring dengan bertambahnya penduduk, Jean Louis van Gogh selain
berusaha memajukan usahanya, juga memiliki cita-cita agar tempat usahanya kelak
dikenal oleh generasi selanjutnya menjadi tempat yang termasyur hingga ke
mancanegara. Tak ada yang tahu apakah ada kaitannya cita-cita luhur saudagar
asal Belanda tersebut dengan kondisi desa pada generasi mendatang, tapi
masyarakat sekitar meyakini bahwa desa Sawarna akan menjadi desa yang terkenal
dan diminati para pelancong karena keindahan alamnya

Sawarna Versi Ke-3 “Legenda Di Balik Dua Batu Kembar Pantai Tanjung Layar-Sawarna Bayah Lebak”
Menurut cerita yang beredar
di masyarakat, di balik keindahan dan kokohnya batu kembar yang berada di
Pantai Tanjung Layar Sawarna ini tersembunyi sebuah Misteri dan Legenda yang ternyata
masih ada kaitannya dengan Legenda tanah pasundan, Sangkuriang. Konon, Pantai
indah bernama Tanjung Layar di Sawarna ini juga diceritakan dalam babad sunda dan
legenda pesisir Pantai Selatan.
Selain itu,
menurut para sesepuh Banten Selatan atau Tanah Pakidulan, mereka meyakini bahwa
dua batu kembar yang berdiri kokoh tersebut adalah perwujudan dari dua buah
kekuatan Sangkuriang yang akan dijadikan Layar Perahunya. Seperti yang telah
kita ketahui bersama, dalam legenda Sangkuriang tersebut Dayang Sumbi/Rarasati
(Ibu Sangkuriang) memberikan sebuah syarat pada Sangkuriang untuk membuat
sebuah Telaga dan sebuah Perahu hanya dalam waktu satu malam, hingga ayam
berkokok. Syarat ini diberikan Dayang Sumbi pada Sangkuriang dengan tujuan agar
Sangkuriang gagal dan dapat menghindari rencana Sangkuriang untuk menikahinya.
Namun ketika
pekerjaannya tinggal sedikit lagi dan hampir selesai, ternyata ayam jantan
mulai berkokok menandakan pagi datang dan waktu telah habis. Sangkuriang pun
gagal memenuhi syarat yang diajukan oleh Dayang Sumbi, dan ketika dia
mengetahui bahwa ia telah gagal, sangkuriang marah sejadi-jadinya dan menendang
perahu yang ia buat hingga terpental kesebelah utara dan mendarat terbalik,
perahu Sangkuriang inilah yang kemudian menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sementara Layar dari perahu tersebut dilemparnya ke bagian Pantai Selatan Jawa
dan berdiri kokoh menatap Samudera, dan Layar ini jugalah yang kemudian kita
kenal sebagai batu kembar yang dinamai Batu Layar atau Tanjung Layar.
Pantai tanjung layar seperti 2 buah istana yang dijaga dan didampingi oleh pengawalnya, pantai tanjung layar ini juga sangat wangsit dan angker, terlarang bagi orang jinah atau melakukan hubungan badan disekitar ini, jika hal-hal negatif dilakukan diarea ini, maka karang akan runtuh dan belah.
Pantai tanjung layar seperti 2 buah istana yang dijaga dan didampingi oleh pengawalnya, pantai tanjung layar ini juga sangat wangsit dan angker, terlarang bagi orang jinah atau melakukan hubungan badan disekitar ini, jika hal-hal negatif dilakukan diarea ini, maka karang akan runtuh dan belah.
Kebenaran dan
keabsahan cerita dongeng tentang pantai tanjung layar, hanya Tuhan sajalah yang
maha tahu. Kita hanya mengambil intisarinya saja.
Itulah asal usul
dan legenda yang tersembunyi dibalik kokohnya dua batu kembar di Pantai Tanjung
Layar Sawarna, yang telah diolah dari berbagai sumber. (Sumber: Cerita
Rakyat Lebak Selatan)

Kini
desa Sawarna bermetamorfosis dari
sekadar perkebunan kelapa menjadi desa wisata. Dengan mudah ditemukan
banyaknya
"homestay" atau rumah penduduk yang disewakan pada pendatang yang
berwisata. Perkampungan warga tersebut terletak antara perkebunan kelapa
dan
persawahan. Kondisi tersebut membuat wisatawan mau berlama-lama di desa
wisata
tersebut. Penduduk Sawarna merupakan penduduk multietnis, seperti Suku
Banten, Sunda dan Jawa. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar pekerja perkebunan kelapa di di desa Sawarna
dulunya
didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang beretnis Jawa. Sebagian
besar penduduk mempunyai profesi sebagai petani, perajin, buruh tani,
buruh, dan pedagang. Akan tetapi sejak Sawarna mulai dikenal wisatawan,
banyak
penduduk yang juga mempunyai profesi sampingan sebagai pemandu wisata.
Desa
Sawarna juga menorehkan sejara kelam, tentang bagaimana sejumlah nyawa
Romusha melayang dalam pembuatan Jalur kereta Api Saketi - Bayah dan
sekarang tempat tersebut sudah tidak digunakan kembali.
Batu Tapak Kaki Kabayan di Sawarna
Nah,
ada satu sisi lainnya selain keindahan pantainya. Yaitu, sebuah Tapak telapak
Kaki yang memiliki ukuran yang cukup besar dan dianggap sebagai sebuah Tapak
Kaki Si Kabayan.

Jadi selain berjalan-jalan dan
menikmati keindahan pantainya, kitapun bisa jadi sedikit tahu tentang
Sejarahnya, dengan meposting ke media Sosial foto Kawan-kawan yang mungkin
sudah pernah kesana dan memberikan sedikit keterangan tentang sejarahnya,
dengan begitu Kawan-kawan sudah turut melestarikan akan Sejarah dan Wisatanya
dan Jangan Lupa, Jangan Buang Sampah Sembarangan di Pantai agar kelak, anak
Cucu kita juga masih dapat menikmatinya. Wisata
sambil Belajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar