Senin, 24 Februari 2020

Asy Syaikh Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin b. 636изр d. 711 - Индекс потомака


Особа:359646
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
Рођење: 636изр
Смрт: 711, Nasarabad, India
Official Link. Adm:Hilal Achmar
Ahmad Syah Jalal adalah kelahiran India dan ayah Syah Jalal adalah menantu raja India Naser Abad. Ahmad Syah Jalal menikah dengan putri raja Champa. Putri Champa itu melahirkan Syekh Jamaludin Husen.dari Jamaludin Husen beliau mempunyai anak 11. Itulah kakek dari wali 9. Perjalanan Syekh Jamaludin dengan para ulama yang dari Timur Tengah. Ada juga yang dari Maroko. Maka rombongan tersebut ada yang menyebut al Maghrobi-al maghrobi. Rombongan tersebut yang pertemuannya Dipasai langsung menuju Jawa, tepatnya Semarang.Dari Semarang meneruskan perjalannya ke Trowulan-Mojokerto. Karena akhlaknya dan budi pekertinya yang baik beliau sangat di hormati di Maja Pahit. Meskipun beda agama pada waktu itu, beliau mendapat beberapa sebidang tanah dari Gajah Mada. Terutama membuat sebuah padepokan pendidikan yang mana santri beliau itu tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Selain itu juga karena sangat popular maka disbut syekh Jumadil Kubro. Rombongan beliau berpencar dalm menjalankan tugasnya masing-masing. Yang terbanyak di Jawa Timur, Jawa Tengah, sebagian kecil ke Jawa Barat. Dan makam-makam beliau dinamakan almaghrobi-al maghrobi. Kalau makam almaghrobi itu banyak sekali, pantas, karena orangnya bukan satu tapi banyak.
Rombongan kedua dipimpin oleh dua tokoh.yang pertama Malik Ibrohimdan Sayid Ibrohim Asmoro qondi atau Pandito Ratu. Ketika itu, rombongan Malik Abdul Ghofur yang juga merupakan kakak Malik Ibrohim yang disebut juga Almaghrobi-almaghrobi. Rombongan ini lebih banyak dari sebelumnya. Malik Ibrohim itu cucu dari Syekh Jumadil Kubro. Rombongan ini juga berpencar, dan diantara robongan-rombongan tersebut ada yang ke Pekalongan sekitar 25 al Maghrobi. Makam beliau juga terpencar-terpencaer dengan nama Maulana Maghrobi.
Diantaranya Prabu Siliwangi memanggil beliau itu kakek (pernahnya).Jadi Maulan Maghrobi itu lebih tua dari Prabu Siliwangi. Diantara anggota rombongan ada yang wafat satu orang. Yang wafat ini dimakamkan di pesisir Semarang. Juga dikenal dengan Syekh Jumadil Kubro. Lokasinya dekat Kali Gawe. Dan ada juga yang wafat di Pekalongan, namanya yang pertama Syarifudin Abdullah, Hasan alwi al Quthbi. Beliau bersama rombongannya tinggal di dareh Blado Wonobodro. Terus yang dua orang lagi Ahmad al Maghrobi dan Ibrohim Almaghrobi tingal di daerah Bismo. Tiga tokoh tersebut dimakamkan di Bismo dan Wonobodro. Yang di Bismo membangun masjid di Bismo yang di Wonobodro membangun masjid di Wonobodro. Terus yang disetono Abdul Rahman dan Abd Aziz Almaghrobi.
Diantaranya lagi Syekh Abdullah Almaghrobi Rogoselo, Sayidi Muhammad Abdussalam Kigede Penatas angina. Jadi Almaghrobi tersebut empat generasi; generasi Jamaludin al Husen, generasi Ibrohim Asmoroqondi dan generasi Malik Ibrohim dan generasi Sunan Ampel. Termasuk yang dimakam kan di Paninggaran, daerah Sawangan; Wali Tanduran. Beliau itu termasuk generasi kedua walaupun bukan golongan al Maghrobi. Beliau sangat gigih dalam syi’ar Islam di Paninggaran. Kalau dalam bahasa Sunda Paninggaran itu berarti cemburu. Di Pekalongan ini masih terpengaruh, sebagian Jawa Barat dan sebagian Jawa Timur. Karena perbatasan Mangkang itu wilayah Majapahit terus kebarat ikut Pajajaran kuno. Pekalongan sendiri terpengaruh bahasa-bahasa sunda seperti ada nama tempat, Cikoneng Cibeo di daerah sragi.
Kalau kita melihat pertumbuhan islam pada waktu itu yang dibawa oleh beliau-beliau belum al Magrobi-Almaghrobi. Yang 25 tersebut sebagian dimakamkan di Wonobodro, sebelum wali 9 yang masyhur itu, seperti Sunan Ampel, Sunan Giri Sunan, Kali Jogo dll, itu sudah ada wali sembilan seperti lembaga wali Sembilan jamannya Sunan Ampel itu. Lembaga wali Sembilan itu seperti Wali Abdal, Wali Abdal itu ada 7. Wafat satu akan ada yang menggantikannya, wafat satu ganti, wafat satu ganti dan seterusnya. Jumlahnya tidak lepas dari 7. Nah wali 9 pun demikian. Termasuk Kigede Penatas Angin itu wali 9, yang Wonobodro juga bagian dari wali Sembilan, tentunya generasi sebelum wali Sembilan yang masyhur itu.
Ki Gede Penatas Angin adalah yang mempertahankan Pekalongan dari serangan Portugis. Pada waktu wali 9 dijaman Sunan Gunung Jati diantaranya sudah ada yang masuk ke Pekalongan. Juga yang namanya Kiyai Gede Gambiran di pesisir pantai. Tapi karena terkena erosi sekarang Gambiran sendiri sudah tidak ada. Ada lagi Sayid Husen didaerah Medono dikenal makam Dowo Syarif Husen, beliau itu juga hidup dijaman wali 9. Diantara tahun 1590 an, sebelim masuk pejajahan Belanda.
Pekalongan walaupun tidak banyak disebut dalam sejarah Demak tapi dekat hubungannya dengan kerajaan Demak. Pekalongan tahun1900 lebih seadikit pelabuhannya didaerah Loji daerah hilir. Makanya didaerah sekitar nama-nama desanya seperti Bugis; Bugisan, Sampang; Sampangan, itu diantaranya. Pekalongan pada waktu itu sudah mulai maju. Dalam pendidikan agama, ekonomi dan lain s sebagainya. Di Dieng dan daerah sekitarnya ada beberapa Candi. Itu menunjukkna kultur di Pekalongan sudah maju. Di daerah Reban sampai Blado itu pernah ditemukan situs air langga. Itu semua menunjukan kalau Pekalongan sudah tua, hanya kita belum menemukan bukti secara kongritnya. Pekalongan pada waktu itu sudah maju, diantara buktinya pada jaman Sultan Agung Pekalongan pada waktu itu sudah mendapat kepercayaan menjadi tempat lumbung-lumbung padi atau beras.
Dan diantara tokoh-tokoh yang berperan pada waktu itu, di adalah tokoh yang di makamkan di Sapuro, yaitu Ki Gede Mangku Bumi sayang makamnya sudah rusak. Jaman almarhum Pak Setiono saya masih sempat meminta untuk menulis tentang tokoh itu. Beliau meninggal pada tahun 1517 Masehi, makamnya di Sapuro belakang masjid. Ada lagi walaupun aslinya dari Bupati Pasuruan Raden Husen Among Negoro, beliau meninggal tahun 1665 dimakamkan di belakang masjid Sapuro. Beliau adalah Putra Tejo Guguh, Putra bupati Kayu-Gersik ke dua. Beliau ini yang menurunkan bupati Pekalongan yang pertama. Pada waktu itu penduduk sudah ramai disusul dengan beberapa tokoh yang lain seperti Ki Hasan Sempalo atau Kyai Ahmad Kosasi adalah menantu beliau.
Bupati Pekalongan yang namanya Adipati Tanja Ningrat meninggal tahun 1127 H. Dimakamkan di Sapuro juga sejaman dengan Jayeng Rono Wiroto putra Amung Negoro. Kiyai Gede Hasan Sempalo. Dan di Noyontaan (Jl. Dr. Wahidin) ada Kiyai Gede Noyontoko hingga desa tersebut disebut Noyontaan, sebabwaktu tokoh yang membuka adalah Ki Gede Noyontoko. makamnya di dalam Kanzus Sholawat. Dulu di belakang rumahnya Pak Teko meninggal tahun 1660 M. dan banyak lagi seperti Wali Rahman di Noyontaan, dulu di Tikungan jl toba atau di depan pabrik Tiga Dara sekarang makam nya sudah hilang.
Sesudah pekalongan mulai rame datang pula tokoh-tokoh yang popular datang dari Hadramaut Yaman beliau adalah Habib Abubakar bin Toha. Habib Abu Bakar lahir didaerah Tarim namanya daerah Gorot. Makanya kayu geritan itu berasal dari kata Gorot. Sekitar abad 17 sebelum masuk Indonesia beliau berdakwah di India, Malaysia, Malaka, Pasai lalu Kalimantan. Beliau pernah tinggal di sebuah desa namanya Angsana daerah Kalimantan Selatan dan masuk ke Surabaya menuju ke Jogja. Beliau dikenal sebagai tokoh pendamai; baliaulah yang menyatukan menyelesaikan sengketa-sengketa. Beliau sangat tinggim ilmunya dan sangat di segani. Beliau mendapatkan gelar Penembahan Tejo Hadi Kusumo. Setelah itu beliau masuk di Pekalongan tinggal di daerah Karang Anyar.
Habib Abu bakar masuk daerah ini karena urutanya dekat dengan Ki Hasan Cempalo, beliau mendirikan padepokan. Kiyai Bukhori salah seorang tokoh pernah menceritakan kalau dijaman nabi beliau seperti sahabat nabi, maksudnya kedudukan kewaliaanya sangat tinggi beliau termasuk golongan Bin Yahya. Pertamakali masuk ke daerah wonopringgo. Guru beliau banyak sekali diantaranya pengarang kitab Nashoih Addiniyah; al Habib Abdullah bin Alwi al Hadad. Dan murid Habib Alwi Al Hadad di Indonesia banyak sekali.
Habib Abu Bakar meninggal tahun 1130. Gurunya adalah paman dan ayahnya sendiri yang sangat popular kewaliannya dan banyak lagi guru-guru yang lain. Dan murid-murid beliau di Pekalongan dan luar Pekalongan banyak sekali. Termasuk kakennya Kyai Nurul Anam dimakamkan di Kayu Geritan juga. Daerah dakwahnya terpencar. selain mengajarkan ilmu agama juga ilmu yang lainnya seperti ilmu kelautan dan ilmu-ilmu lainnya. Beliau dan kakaknya; bertiga, Sayid Abdurahman, Sayid Abu Bakar dan sayyid Muhammad Qadhi.
Sayyid Abdurahman di Cirebon dan Sayyid Muhammad Qodli di Semarang Terboyo. Beliau mendapat gelar banyak selain sunan Qodli juga gelar Ki Gede Semarang. Beliau; Syekh Abu Bakar bin Toha juga sangat gigih memimpin dalam melawan Belanda. Ketiga kakak-adik tersebut hampir sama dalam pola dakwahnya, dan juga sama-sama sangat gigih dalam melawan Belanda. Selain makam beliau di Kayu Geritan juga ada makam kasepuhan lainnya, diantaranya Qodli Shon’a, juga dua pamenang atau prajurit dari Mataram.
Lalu kakenya dan ayahnya Nurul Anam dan tokoh ke bawah Kiyai Utsman, Kiyai Asy’ari Karang Anyar. Beliau itu juga dimakam kan di Kayu geritan. Kalau kiyai utsman sebelah barat Kiyai Asy’ari sebelah timur. Tokoh-tokoh dahulu yang ziarah ke Kayu Geritan ini adalah tokoh-tokoh yang top semuanya. Habib Hasyim selain sering ziarah ke makam Habib Abu Bakar bin Thoha ini, juga sumbernya sejarah makam ini. Selain sumbernya dari beliau, saya juga mengambil dari beberapa kitab diantaranya kitab punya Sayyid bin Tohir Mufti Johor Malaysia. namanya Alatho’if, dan buku-buku atau kitab-kitab silsilah. Jadi ada bukti sejarahnya dan jelas kita tidak ngawur dalam hal ini. (Hasil wawancara Kabag Humas Kab. Pekalongan pada Al-Habib M. Lutfi bin Yahya di Kayu Geritan/nzr/ts/hly.net) http://padepokanlembahmanah.blogspot.com/2011/02/profil-singkat-habib-abu-bakar-bin.html

http://padepokanlembahmanah.blogspot.com/2011/02/profil-singkat-habib-abu-bakar-bin.html
Foto Taj Mahal, India tempat kelahiran Ahmad Jalal Syah.

2

21/2 <1> 1. Asy Syaikh Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra [Azmatkhan]
Рођење: 1310проц, Malabar-Delhi-India
Свадба:
Свадба: <1> Amira Fathimah Binti Amir Husain [Timuriyyah]
Смрт: 1453проц, Wajo, Sulawesi Selatan
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Diputus putranya : 354654 Official Link. Adm: Hilal Achmar
SILSILAH 12 IMAM AHLUL BAYT RASULULLAH SAMPAI KE WALISONGO
Bismillah
Assalam mu’alaikum wr wb
Allohumma Sholli ‘alaa Muhammad wa Aali Muhammad…
Dari jalur Abdullah Ibn Abd.Muthalib
HASYIM (pemuka bani hasyim) | Abd.Muthalib | Abdullah | Muhammad Saw | Fatimah Az-Zahra
Dari Jalur Abu Thalib
Hasyim | Abd.Muthalib | Abu Thalib | ‘Ali Al-Murtadha (imam ke 1, syahid dibunuh)
Dari jalur imam ‘Ali Al-Murtadha dan Fatimah Az-Zahra
‘Ali Al-Murtadha-Fatimah Az Zahra | Imam Hasan (imam ke 2 syahid diracun) – Imam Husein (imam ke 3 syahid terbunuh) – Zainab Al Kubra
Anak cucu Imam Hasan as
Imam Hasan as | Hasan Al-Mutamma | Abdullah Al-Mahdi | Muhammad Al_Nafs Al Zakkiyah | Ibrahim | Idris (Imam Syi’ah Idrisiyah)
Anak Cucu Imam Husein as
Imam Husein as | ‘Ali Zainal Abidin (imam ke 4 syahid diracun) – ‘Ali Akbar – ‘Ali Asghar | Zaid (imam syi’ah Zaidiyah) – Muhammad Al-Bakir (imam ke 5 syahid diracun)
Dari jalur Muhammad Al-Bakir
Muhammad Al-Bakir | Ja’Far As-Shadiq (imam ke 6 syahid diracun dan guru dari 3 imam besar ahlulsunnah) | Ismail (imam syi’ah Ismaliyah) – Musa Al-Kadzim (imam ke 7 syahid diracun) – Muhammad Al-Dibaj – ‘Ali Al-Uraidhi – Abdullah Al-Fatah
Dari jalur Musa Al-Kadzim
Musa Al-Kadzim | ‘Ali Ar-Ridha (imam ke 8 syahid diracun) | Muhammad Al-Jawad Al-Taqi (imam ke 9 syahid diracun) | ‘Ali Al-Hadi (imam ke 10 syahid di racun) | Hasan Al-Askari (imam ke 11 syahid diracun) | Muhammad Al-Mahdi Al-Muntadzar (imam ke 12 ghaib kubra)
SILSILAH WALISONGO
Jafar Ash-Shadiq (imam ke 6) | ‘Ali Al-Uraidhi | Muhammad Al-Naqib | Isa | Muhammad Ilallah Al-Muhajir (Pemuka kaum Sayyid Awaliyyin yg hijrah ke hadramaut bertaqiyah karena hendak dihabisi oleh kekhalifahan yg berkuasa dgn cara mengikuti mazhab syafi’i ) | Abdullah / Ubaidullah | Alwi | Muhammad | Alwi | ‘Ali Khali’ Qasam | Muhammad Sabib Marbath | ’Ali dan Alwi | Keturunan ‘Ali = Muhammad Al-Aqih Al-Muqaddam (pemuka kaum awaliyyin yg hjrah ke indonesia abad 17 Masehi).
Dari jalur Muhammad Sabib Marbath | ’Ali dan Alwi | Keturunan Alwi = Abdul Malik (hijrah ke India pendiri kesultanan Adzamat Khan) | Abdullah Khan | Ahmad Jalal Syah | Jamaludin Husain Al-Akbar (hijrah ke kerajaan Bugis – Wajo pemuka islam di sulawesi) | Ibrahim Zain Al-Akbar (hijrah ke Aceh) – ‘Ali Nurul Alam –
Dari jalur Zain Al-Akbar melalui ‘Ali Murtadha (cucunya)
Ibrahim Zain Al-Akbar | Zainal Abidin Syah (samudera pasai) | ‘Ali Murtadha dan Maulana Ishaq | Ahmad Rahmatullah (Sunan Ampel) | Hasyim Syarifudin (Sunan Drajat) – Ahmad Hasanudin (Sunan Lamongan) – Ibrahim (Sunan Bonang) | Zainal Abidin | Adipati Wilatikta | Raden Said (Sunan Kalijaga) | Umar Said (Sunan Muria)
Dari jalur Zain Al-Akbar melalui Maulana Ishaq (cucunya)
Ibrahim Zain Al-Akbar | Zainal Abidin Syah (samudera pasai) | ‘Ali Murtadha dan Maulana Ishaq | Muhammad ‘Ainul Yakin (Sunan Giri) | Sunan ‘Ali Sumodiro | Fadhullah (Sunan Prapen) | Pangeran Kadilangu
Melalui Jalur ‘Ali Nurul Alam bin Jamaludin Husain Al-Akbar
Jamaludin Husain Al-Akbar | ‘Ali Nurul Alam | Abdullah | Babullah (Sunan Ternate) – Syarif Hidyatullah (Sunan Gunung Jati) | Hasanudin (Sultan Banten) | Yusuf – Pangeran Maulana Yusuf
Melalui jalur Zainal Alam Barkat bin Jamaludin Husain Al-Akbar
Jamaludin Husain Al-Akbar | Zainal Alam Barkat | Maulana Malik Ibrahim (Hijrah ke Jawa) – Ahmad Zainal Alam | Abdurrahman Rumi dari Maja
DAPAT DIAMBIL KESIMPULAN DENGAN RINGKAS SBB :
RASULULLAH MUHAMMAD SAW | IMAM ‘ALI AL-MURTADHA BIN ABU THALIB | IMAM HUSEIN AS-SAYYID BIN IMAM ‘ALI AL-MURTADHA BIN ABU THALIB | IMAM ‘ALI ZAINAL ABIDIN bin IMAM HUSEIN AS-SAYYID | IMAM MUHAMMAD AL BAQIR bin IMAM ‘ALI ZAINAL ABIDIN | IMAM JA’FAR ASH-SHADIQ bin IMAM MUHAMMAD AL BAQIR | ‘ALI AR-URAIDHI bin IMAM JA’FAR ASH-SHADIQ (Leluhur Jamaludin Husein Al-Akbar) | JAMALUDIN HUSEIN AL-AKBAR (LELUHUR WALI SONGO) | WALISONGO http://anhar07.wordpress.com/2010/01/23/silsilah-12-imam-ahlul-bayt-rasulullah-sampai-ke-walisongo/
Foto Makam Syaikh Jamaluddin Husein Akbar Di Wajo, Sulawesi. Foto Sumber: http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/
Dibawah ini sebagai pertimbangan, saya mengambil lineage bagian atas dengan berbagai alasan.
Maulana Husain Jumadil Kubro (1310-1453M) dikenal sebagai seorang muballigh terkemuka, dimana sebagian besar penyebar Islam di Nusantara (Wali Songo), berasal dari keturunannya. Beliau dilahirkan pada tahun 1310 M di negeri Malabar, yakni sebuah negeri dalam wilayah Kesultanan Delhi. Ayahnya adalah seorang Gubernur (Amir) negeri Malabar, yang bernama Amir Ahmad Syah Jalaluddin.
   Nasab lengkap beliau adalah Maulana Husin Jumadil Kubro bin Ahmad Syah Jalaluddin bin ’Abdullah Azmatkhan bin Abdul Malik Azmat Khan bin ‘Alwi ‘Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin ‘Ali Khali Qasam bin ‘Alwi Shohib Baiti Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shaouma’ah bin ‘Alwi al-Mubtakir bin ‘Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin ‘Isa An-Naqib bin Muhammad An-Naqib bin ‘Ali Al-’Uraidhi bin Imam Ja’far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.
Maulana Husin, memiliki banyak saudara di antaranya : Aludeen Abdullah, Amir Syah Jalalluddeen (Sultan Malabar), Alwee Khutub Khan, Hasanuddeen, Qodeer Binaksah, Ali Syihabudeen Umar Khan, Syeikh Mohamad Ariffin Syah (Datuk Kelumpang Al Jarimi Al Fatani) dan Syeikh Thanauddeen (Datuk Adi Putera) .
Maulana Husain memiliki beberapa nama panggilan, diantaranya Sayyid Husain Jamaluddin, Syekh Maulana Al-Akbar atau Syekh Jamaluddin Akbar Gujarat, beliau tercatat memiliki isteri 5 orang, yaitu : 1. Puteri Nizam Al Mulk dari Delhi. Memperoleh seorang anak, yang kemudian dikenal dengan nama Maulana Malik Ibrahim (Kakek Bantal). 2. Puteri Linang Cahaya (menikah tahun 1350 M). Memperoleh anak bernama Puteri Siti Aisyah, yang kemudian menjadi isteri Syeikh Khalid Al Idrus (Adipati Jepara) 3. Puteri Ramawati binti Sultan Zainal Abidin (Menikah tahun 1355 M).Memperoleh seorang anak yang bernama Maulana Ibrahim Al Hadrami. 4.Puteri Syahirah dari Kelantan (Menikah tahun 1390 M). Memperoleh seorang anak bernama Ali Nurul Alam 5.Puteri Jauhar (Diraja Johor). Memperoleh anak bernama : - Muhammad Berkat Nurul Alam - Muhammad Kebungsuan
(Note : Ke-empat isterinya yang terakhir, beliau nikahi selepas tiap-tiap seorang daripadanya meninggal dunia, sumber : karimon.wordpress.com)
Pada tahun 1349 M besama adiknya Syeikh Thanauddeen (Datuk Adi Putera) , tiba di Kelantan dalam menjalankan misi dakwahnya.
Dari Kelantan beliau menuju Samudra Pasai, dan beliau kemudian bergerak ke arah Tanah Jawa. Di Jawa beliau menyerahkan tugas dakwah ke anakanda tertuanya Maulana Malik Ibrahim. Beliau sendiri bergerak ke arah Sulawesi dan mengislamkan Raja Lamdu Salat pada tahun 1380 M.
Pada awal abad ke-15, Maulana Husin mengantar puteranya Maulana Ibrahim Al Hadrami ke tanah Jawa, tujuannya dalam upaya menyambung usaha-usaha dakwah anak tertuanya, Maulana Malik Ibrahim yang meninggal dunia pada tahun 1419 M.
Pada akhirnya beliau memutuskan untuk bermukim di Sulawesi, hal ini dikarenakan, sebagian besar orang Bugis ketika itu belum masuk Islam. Pada tahun 1453 M, Maulana Husin di panggil menghadap ILLAHI, dan dimakamkan di Wajo Sulawesi.
Silsilah Keturunan Maulana Hussein Jamadil Kubra
Kita tentu pernah mendengar nama-nama Raden Fatah, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Pati Unus, Fathahillah dan Sultan Agung. Namun, tidak banyak yang mengetahui, bahwa sesungguhnya mereka berasal dari satu leluhur yang sama, yakni seorang ulama, yang bernama Syaikh Maulana Husain Akbar…
1. Maulana Malik Ibrahim 1.1. Maulana Moqfaroh 1.2. Syarifah Sarah # Maulana Ali Murtardho (3.3) 1.2.1. Sunan Ngudung # Puteri Syarifat / Raden Ageng Maloka (3.1.2) 1.2.1.1. Sunan Kudus 1.2.1.1.1. Panembahan Pakaos
2. Siti Aisyah # Syaikh Abdul Khaliq Al Idrus 2.1. Syaikh Muhammad Yunus 2.1.1. Maulana Abdul Qadir (Pati Unus)
3. Ibrahim Al Hadrami / Ibrahim Asmaro / Ibrahim Zain al Akbar 3.1. Maulana Rahmatullah (Sunan Ampel) 3.1.1. Sunan Bonang 3.1.2. Raden Ageng Maloka 3.1.3. Sunan Drajat 3.1.4. Raden Siti Mutasiah 3.1.5. Raden Siti Murtasimah 3.1.6. Raden Siti Mutmainah 3.1.7. Sunan Lamongan 3.1.8. Sunan Demak 3.1.9. Raden Siti Syafiah
3.2. Maulana Ishaq 3.2.1. Sunan Giri # Raden Siti Mutasiah (3.1.4) 3.2.1.1. Sunan Dalem Wetan / Zainal Abidin 3.2.1.1.1. Sunan Sedo Ing Margi / Pangeran Wiro Kesumo Cirebon 3.2.1.1.1.1. Pangeran Adipati Sumedang 3.2.1.1.1.1.1. Tumenggung Manco Negoro # Nyai Gede Pembayun (3.4.2.3.2.1.1) 3.2.1.1.1.1.1.1. Pangeran Sedo Ing Pasarean 3.2.1.1.1.1.1.1.1. Pangeran Mangkurat Sedo Ing Rejek 3.2.1.1.1.1.1.1.2. Sultan Abdurrahman Palembang / Kyai Mas Hindi 3.2.1.1.1.1.1.1.3. Kyai Mas Tumenggung Yudapati
3.2.1.1.1.2. Sunan Prapen (Maulana Muhammad) 3.2.1.1.1.2.1. Ki Ageng Gribig (Maulana Sulaiman) 3.2.1.1.1.2.1.1. Demang Jurang Juru Sapisan 3.2.1.1.1.2.1.1.1. Demang Jurang Juru Kapindo 3.2.1.1.1.2.1.1.1.1. Kyai Ilyas 3.2.1.1.1.2.1.1.1.1.1. Kyai Murtadha 3.2.1.1.1.2.1.1.1.1.1.1. Kyai Muhammad Sulaiman 3.2.1.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Abu Bakar 3.2.1.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Ahmad Dahlan
3.2.1.1.2. Ki Ageng Saba 3.2.1.1.2.1. Nyai Sabinah # Ki Ageng Pemanahan 3.2.1.1.2.1.1. Panembahan Senapati 3.2.1.1.2.1.1.1. Panembahan Hanyakrawati # Ratu Mas Hadi (3.4.1.1.2.1.1) 3.2.1.1.2.1.1.1.1. Sultan Agung
3.2.2. Syarifah Siti Sarah # Sunan Kalijaga 3.2.2.1. Sunan Muria 3.2.2.1.1. Sunan Ngadilangu
3.2.3. Syarifah Siti Musallimah # Mahdar Ibrahim (5.1.1) 3.2.3.1. Maulana Sayyid Fathahillah # Ratu Wulung Ayu (4.1.1.2) 3.2.3.1.1. Ratu Nawati Rarasa # Pangeran Dipati Cirebon (4.1.1.3.1) 3.2.3.1.1.1. Panembahan Ratu
3.2.3.1.2. Ratu Ayu Pembayun # Tubagus Angke 3.2.3.1.2.1. Pangeran Jayakarta (Sungerasa) 3.2.3.1.2.1.1. Pangeran Ahmad Jakerta 3.2.3.1.2.1.2. Ratu Mertakusuma # Sultan Abul Muali Ahmad (4.1.1.1.1.1.1.1) 3.2.3.1.2.1.2.1. Sultan Ageng Tirtayasa
3.2.4. Saiyid Mohamad Qassim 3.2.5. Syarifah Siti Khatijah 3.2.6. Syarifah Siti Maimunah # Syeikh Sultan Ariffin Sayyid Ismail 3.2.6.1. Ahmad Tajudin / Datuk Paduko Berhalo / Tok Putih 3.2.6.1.1. Ahmad Khamil / Tok Kayo Hitam 3.2.6.1.1.1. Zaharuddin / Panglima Lidah Hitam
3.2.6.2. Syarifah Siti Zubaidah # Pati Unus / Raden Abdul Qodir (2.1.1) 3.2.6.2.1. Raden Abdullah 3.2.6.2.1.1. Raden Arya Wangsa
3.3. Maulana ali Murtardho # Syarifah Sarah (1.2) 3.3.1. Sunan Ngudung # Puteri Syarifat / Raden Ageng Maloka (3.1.2) 3.3.1.1. Sunan Kudus 3.3.1.1.1. Panembahan Palembang (Ki Mas Syahid)
3.3.1.1.2. Panembahan Pakaos 3.3.1.1.2.1. Pangeran Ketandar Bangkal 3.3.1.1.2.1.1. Kyai Khatib 3.3.1.1.2.1.1.1. Kyai Abdur Rahman 3.3.1.1.2.1.1.1.1. Kyai Badrul Budur 3.3.1.1.2.1.1.1.1.1. Kyai Martalaksana 3.3.1.1.2.1.1.1.1.1.1. Kyai Sulasi 3.3.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Abdul Azhim 3.3.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Muharram 3.3.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Abdul Karim 3.3.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Hamim 3.3.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Abdul Lathif 3.3.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Kyai Kholil Bangkalan
3.4. Syarifah Siti Zainab # Prabu Brawijaya V 3.4.1. Raden Fatah # Raden Siti Murtasimah (3.1.5) 3.4.1.1. Raden Trenggono
3.4.1.1.1. Pangeran Prawoto 3.4.1.1.2. Ratu Mas Cempaka # Sultan Hadiwijaya / Joko Tingkir 3.4.1.1.2.1. Pangeran Hadipati Benowo 3.4.1.1.2.1.1. Ratu Mas Hadi # Panembahan Hanyakrawati (3.2.1.1.2.1.1.1) 3.4.1.1.2.1.1.1. Sultan Agung
3.4.1.1.2.1.1.1.1. Sultan Amangkurat I 3.4.1.1.2.1.1.1.1.1. Sultan Pakubuwono I 3.4.1.1.2.1.1.1.1.1.1. Sultan Amangkurat IV 3.4.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono I 3.4.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono II 3.4.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono III 3.4.1.1.2.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Pangeran Diponegoro
3.4.1.1.2. Ratu Ayu Kirana # Maulana Hasanuddin (4.1.1.1) 3.4.1.1.2.1. Ratu Winahon 3.4.1.1.2.2. Pangeran Arya Jepara
3.4. Syarifah Siti Zainab # Adipati Aryo Dillah / Sultan Abdullah 3.4.2. Raden Husin 3.4.2.3. Raden Mohamad Yunus (Kiai Gede Ing Lautan) 3.4.2.3.1. Kyai Gede Ing Suro
3.4.2.3.2. Kiai Gede Ing Ilir / Kyai Gede Ing Suro Mudo 3.4.2.3.2.1. Kyai Mas Adipati 3.4.2.3.2.1.1. Nyai Gede Pembayun
4. Ali Nurul Alam 4.1. Wan Abdullah (Sultan Umdatuddin) 4.1.1. Sunan Gunung Jati 4.1.1.1. Maulana Hasanuddin 4.1.1.1.1. Maulana Yusuf 4.1.1.1.1.1. Maulana Muhammad 4.1.1.1.1.1.1. Sultan Abumufakhir 4.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Abul Muali Ahmad
4.1.1.1.2. Syarifah Khadijah # Sayyid Abdurrahman Basyaiban 4.1.1.1.2.1. Kyai Maulana Sayyid (Mas) Sulaiman
4.1.1.1. Maulana Hasanuddin # Ratu Ayu Kirana (3.4.1.1.2) 4.1.1.1.3. Ratu Winahon 4.1.1.1.4. Pangeran Arya Jepara
4.1.1.2. Ratu Wulung Ayu 4.1.1.3. Panembahan Pasarean 4.1.1.3.1. Pangeran Dipati Cirebon
4.1.2. Sultan Muzaffar Syah 4.1.2.1. Abdul Hamid Syah 4.1.2.1.1. Faqih Ali Al Malabari
5. Muhammad Berkat Nurul Alam / Zainal Alam Barakat 5.1. Abdul Ghafur 5.1.1. Mahdar Ibrahim
5.2. Ahmad Zainal Alam 5.2.1. Abdurrahman Rumi
6. Syarif Muhammad Kebungsuan http://kanzunqalam.wordpress.com/2010/08/31/maulana-husain-pelopor-dakwah-nusantara/
Rumah Tangga Orangtua (F79) Ayah Al-Amir Ahmad "Syah Jalal" bin Abdullah Anak: Sembahan Sayid Jamaluddin "Amir Syahansyah" bin Ahmad al-Husain al-Akbar Saudara (Lahir)Sayid Qamaruddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Majduddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Tsana'uddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Muhyiddin bin Ahmad
Saudara (Lahir)Sayid Alawi bin Ahmad
32/2 <1> 2. Asy Syaikh Sayyid Maulana Isa bin Ahmad [Azmatkhan]
Official Link. Adm: Hilal Achmar yah Al-Amir Ahmad "Syah Jalal" bin Abdullah Anak: Sembahan Sayid Jamaluddin "Amir Syahansyah" bin Ahmad al-Husain al-Akbar Saudara (Lahir)Sayid Qamaruddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Majduddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Tsana'uddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Muhyiddin bin Ahmad
Saudara (Lahir)Sayid Alawi bin Ahmad
43/2 <1> 3. Asy Syaikh Sayid Qomaruddin bin Ahmad [Azmatkhan]
Official Link. Adm: Hilal Achmar yah Al-Amir Ahmad "Syah Jalal" bin Abdullah Anak: Sembahan Sayid Jamaluddin "Amir Syahansyah" bin Ahmad al-Husain al-Akbar Saudara (Lahir)Sayid Qamaruddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Majduddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Tsana'uddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Muhyiddin bin Ahmad
Saudara (Lahir)Sayid Alawi bin Ahmad
54/2 <1> 4. Asy Syaikh Sayid Majiduddin bin Ahmad [Azmatkhan]
Official Link. Adm: Hilal Achmar yah Al-Amir Ahmad "Syah Jalal" bin Abdullah Anak: Sembahan Sayid Jamaluddin "Amir Syahansyah" bin Ahmad al-Husain al-Akbar Saudara (Lahir)Sayid Qamaruddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Majduddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Tsana'uddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Muhyiddin bin Ahmad
Saudara (Lahir)Sayid Alawi bin Ahmad
65/2 <1> 5. Asy Syaikh Sayyid Tsana'uddin bin Ahmad [Azmatkhan]
Official Link. Adm: Hilal Achmar. yah Al-Amir Ahmad "Syah Jalal" bin Abdullah Anak: Sembahan Sayid Jamaluddin "Amir Syahansyah" bin Ahmad al-Husain al-Akbar Saudara (Lahir)Sayid Qamaruddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Majduddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Tsana'uddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Muhyiddin bin Ahmad
Saudara (Lahir)Sayid Alawi bin Ahmad
76/2 <1> 6. Asy Syaikh Sayyid Sultan Sulaiman Al-Baghdadi bin Ahmad [Azmatkhan]
Official Link. Adm : Hilal Achmar. Rumah Tangga Orangtua (F78) Ayah Al-Amir Abdullah "Azhamah Khan" bin Abdul Malik - Al-Amir Ahmad "Syah Jalal" bin Abdullah Putra Sembahan Sayid Jamaluddin "Amir Syahansyah" bin Ahmad al-Husain al-Akbar Putra (Lahir) Sayid Qamaruddin bin Ahmad Putra (Lahir) Sayid Majduddin bin Ahmad Putra (Lahir) Sayid Tsana'uddin bin Ahmad Putra (Lahir) Sayid Muhyiddin bin Ahmad Putra (Lahir) Sayid Alawi bin Ahmad
Official Link. Adm: Hilal Achmar yah Al-Amir Ahmad "Syah Jalal" bin Abdullah Anak: Sembahan Sayid Jamaluddin "Amir Syahansyah" bin Ahmad al-Husain al-Akbar Saudara (Lahir)Sayid Qamaruddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Majduddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Tsana'uddin bin Ahmad Saudara (Lahir)Sayid Muhyiddin bin Ahmad
Saudara (Lahir)Sayid Alawi bin Ahmad
87/2 <1> 7. Asy Syaikh Sayyid Husain Khalifatullah Syah bin Ahmad [Azmatkhan] 98/2 <1> 8. Asy Syaikh Sayyid Husain Khalifatullah Syah bin Ahmad [Azmatkhan] 109/2 <1> 9. Asy Syaikh Sayyid Muhammad Ariffin Syah bin Ahmad [Azmatkhan] 1110/2 <1> 10. Asy Syaikh Sayyid Muhyiddin Syah bin Ahmad [Azmatkhan] 1211/2 <1> 11. Asy Syaikh Sayyid Ali Syahabuddin Umar Khan bin Ahmad [Azmatkhan] 1312/2 <1> 12. Asy Syaikh Sayyid Abdullah Syah bin Ahmad [Azmatkhan] 1413/2 <1> 13. Asy Syaikh Sayyid Alwi Quthbuddin bin Ahmad [Azmatkhan] 1514/2 <1> 14. Asy Syaikh Sayyid Jalaluddin Abdullah bin Ahmad [Azmatkhan] 1615/2 <1> 15. Asy Syaikh Sayyid Hasanuddin bin Ahmad [Azmatkhan] 1716/2 <1> 16. Asy Syaikh Sayyid Aliyyuddin bin Ahmad [Azmatkhan] 1817/2 <1> 17. Asy Syaikh Sayyid Qadir Binaksah bin Ahmad [Azmatkhan] 1918/2 <1> 18. Syarifah Alawiyyah bin Ahmad [Azmatkhan] 2019/2 <1> 19. Asy Sayyid Qoimuddin bin Ahmad [Azmatkhan]

3

211/3 <2> Syarif Muhammad Kebungsuan Pengging (Jaka Sengara) [Pengging]
Професија : Pengging, Adipati Pengging bergelar Andayaningrat atau Ki Ageng Pengging I
Свадба:
===Kata Pengantar=== Dewasa ini Maguindanao adalah salah satu provinsi yang terletak di pulau Mindanao di Filipina Selatan. Mayoritas penduduk provinsi ini memeluk agama Islam, Sebagai sebuah kesultanan, Maguindanao mengalami masa kejayaan selama abad ke 17 ketika diperintah oleh dua orang sultan secara berturut-turut yaitu Sultan Kudarat (1619-1671) dan Sultan Barahaman (1671-1699) yang memerintah dengan sikap tegas. Mereka berdua adalah pemimpin yang memiliki ketrampilan diplomatik yang mereka pergunakan untuk saling memainkan para ekspansionis Eropa yaitu bangsa Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda; dan mereka berhasil menjalankan perdagangan yang menguntungkan dengan dukungan dari pengikutnya. Kedua sultan berhasil melebarkan wawasan kekuasaannya dengan membangun kerjasama dengan para datu petinggi, yaitu para pemimpin setempat, dan dengan demikian menambah jumlah pengikutnya. Melalui jaringan kerjasama tersebut, mereka menerima upeti dalam bentuk hasil pertanian, kehutanan serta hasil kelautan serta juga para budak sehingga mereka mampu memupuk kekayaan serta memperkuat wibawa mereka.


Agama Islam Masuk

Berdasarkan yang tertulis dalam tarsila yaitu catatan silsilah kalangan atas Maguindanao, dapat diketaui bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di kawasan Mindanao selatan oleh syarif Muhammad Kabungsuwan yang tiba berkat bantuan pelaut Samal dari Johor, sekitar tahun 1515. Ayahanda beliau adalah seorang syarif dari Arab yang menikah dengan seorang putri ningrat dari Johor.1 Sjarif Kabungsuwan dikenal sebagaiorang yang telah mengukuhkan serta menyebarkan agama Islam di Mindanao, kendati mungkin saja ada sejumlah ulama dan ustad dari Ternate yang telah bermukim lebih dahulu di tempat itu. Beliau menikah dengan seorang dari keluarga kerajaan setempat yang sudah mapan. Ketika Kumpeni VOC berinteraksi dengan para petinggi Mindanao, seperti yang mulai dilakukan oleh Matelief di tahun 1607, diketahui bahwa agama Islam sudah dianut serta dilaksanakan oleh penduduk kawasan Sibugay hingga Sarangany serta di
sekitar Teluk Davao serta kepulauan yang terletak lebih di selatan.
222/3 <2+1> 1. Asy. Sayyid Maulana Maliq Ibrahim [Azmatkhan]
Рођење: 1297, Samarqand, Uzbekistan
Конфирмација: Datang Ke Jawa tahun 1404
Досељавање: WISATA ZIARAH KE SYEKH MAULANA MAGHRIBI PARANGTRITIS
Свадба:
Свадба: <2> 4.3.1.2. Dewi Rasa Wulan-Cloning1 [Azmatkhan]
Смрт: 1419, Desa Gapurosukolilo-Kota Gresik-Jawa Timur
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang http://aisasholikha.wordpress.com/wali-songo/ http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Gresik http://www.scribd.com/doc/4578135/Maulana-Malik-Ibrahim
Official Link. Adm: Hilal Achmar.
Maulana Malik Ibrahim, dikenal juga dengan sebutan Maghribi atau Syekh Maghribi.Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau telah berjasa kepadamasyarakat. Karena beliaulah yang mula pertama memasukkan islam ke tanah Jawa.Sehingga berkat usaha dan jasanya, penduduk pulau jawa yang kebanyakan masihberagama Hindu dan Buddha di kala itu, akhirnya mulai banyak memeluk agama Islam.Adapun dari kalangan orang-orang Hindu, hanya dari kasta-kasta Waisya dan Syudrayang dapat di ajak memeluk agama Islam. Sedang dari kasta-kasta Brahmana danKsatria pada umumnya tidak suka memeluk Islam, bahkan tidak sedikit dari kalanganBrahmana yang lari sampai ke pulai Bali, serta menetap disanalah mereka akhirnyamempertahankan diri hinggga sekarang, dan agama mereka kemudian dikenal dengansebutan agama Hindu Bali.Apabila dikalangan kaum Brahmana dan Ksatria tidak sukamasuk agama Islam, hal itu mudah dimengerti karena bagi mereka tentunya agak beratuntuk duduk sejajar bersama-sama dengan kaum Waisya dan Syudra yang selama ini mereka hina.Sudah barang tentu dengan adanya konsepsi Islam yang radikal dan revoulsionerdalam bidang sosial, sukar sekali untuk diterima dengan kedua belah tangan terbukaoleh mereka. Sebab bukankah meerka selama ini telah didewa-dewakan, tiba-tibaturun tahta, duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bekas hamba sahayamereka, rakyat jelata yang selama ini telah memuja serta mendewa-dewakan mereka.Maulana Malik Ibrahim mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa didaerah JawaTimur. Dari sanalah dia memulai menyingsingkan lengan bajunya, berjuang untukmengembangkan agama Islam.Adapun caranya pertama-tama ialah dengan jalam mendekati pergaulan dengan anaknegeri. Dengan budi bahasa yang ramah tamah serta ketinggian akhlak, sebagaimanadiajarkan oleh Islam, hal itu senantiasa diperlihatkannya didalam pergaulansehari-hari. Beliau tidak menentang secara tajam kepada agama dan kepercayaanhidup dari penduduk asli. Begitu pula beliau tidak menentang secara spontanterhadap adat istiadat yang ada serta berlaku dalam masyarakat kita yang masihmemeluk agama Hindu dan Buddha itu, melainkan beliau hanya memperlihatkankaindahan dan ketinggian ajaran-ajaran dan didikan yang dibawa oleh Islam. Berkatkeramah tamahannya serta budi bahasa dan pergaulannya yang sopan santun itulah,banyak anak negeri yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.Untuk mempersiapkan kadur ummat yang terdidik bagi melanjutkan perjuangan gunamenegakkan ajaran-ajaran Islam di tanah air kita, maka dibukanyalah pesantren-pesantren yang merupakan perguruan Islam tempat mendidik serta menggembleng parasiswa sebagai calon mubaligh Islam untuk masa depan. Bertambah banyak orang yang masuk Islam, bertambah berat pula tugas dan pekerjaannya. tentu saja orang-orangitu tidak dibiarkan begitu saja. Mereka harus diberi didikan dan penerangansecukupnya sehingga keimanannya menjadi kuat dan keyakinannya menjadi kokoh.Didalam usaha yang sedemikian itu, beliau kemudian menerima tawaran dari rajanegeri Cheermen, raja Cheermen itu sangat berhajat untuk meng-Islam-kan rajaMajapahit yang masih beragama Hindu. Seperti ternyata kemudian, dari hasildidikannya akhirnya tersebar diseluruh penjuru tanah air mubaligh-mubaligh islamyang dengan tiada jemu-jemunya menyiarkan ajaran-ajaran agamanya.Dalam riwayat dikatakan, bahwa maulana maghribi itu adalah keturunan dari ZainulAbidin Bin Hassan Bin Ali ra, keterangan ini menurut buku karangan Sir ThomasStamford Raffles. Sebagaimana diketahui, Stamford Raffles (1781-1826) adalahseorang ahli politik Inggris, serta bekas letnan Gubernur Inggris ditanah Jawadari tahun 1811-1816 M. Adapun bukunya yang terkenal mengenai tanah Jawa adalah :"History of Java" yang ditulisnya pada tahun 1817 M. Mengenai filsafat Ketuhannya,diantaranya Syekh Maulana Malik Ibrahim pernah mengatakan apakah yang dinamakannyaAllah itu ? ujarnya "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan adanya,...............?Menurut setengah riwayat mengatakan, bahwa beliau berasal dari Persia. Bahkandikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim beripar dengan raja di negeri Cheermen.Mengenai letak negeri Cheermen itu terletak di Hindustan,sedangkan ahli sejarahyang lain mengatakan bahwa letaknya Cheermen adalah di Indonesia. Adapun mengenainama kedua orang tuanya, kapan beliau dilahirkan serta dimana, dalam hal ini belumdiketahui dengan pasti. ada yang mengatakan bahwa beliau berasal dari Kasyan(Persia).Bilamana beliau meninggal dunia ? Kalau ditilik dari batu nisan yang terdapat padamakam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, dekat Surabaya terukir sebagai tahunmeninggalnya 882 H, atau tahun 1419 M. Didalam sumber menyebutkan, bahwa beliauitu berasal dari Gujarat India, yang rupanya disamping berniaga, beliau jugamenyiarkan agama Islam Makam Maulana Malik Ibrahim yang terletak dikampung Gapuradi Gresik, sekarang jalan yang menuju kemakam tersebut diberi nama jalan MalikIbrahim. Dalam sejarah beliau dianggap sebagai pejuang seta pelopor dalammenyebarkan agama Islam ditanah Jawa, dan besar pula jasa beliau terhadap agama dan masyarakat. http://www.scribd.com/doc/4578135/Maulana-Malik-Ibrahim
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, kota Gresik, Jawa Timur. Asal keturunan
Tidak terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli. Sebutan Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya, kemungkinan menisbatkan asal keturunannya dari wilayah Arab Maghrib di Afrika Utara.
Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi Syekh Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.[1]
Dalam keterangannya pada buku The History of Java mengenai asal mula dan perkembangan kota Gresik, Raffles menyatakan bahwa menurut penuturan para penulis lokal, "Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan dari Jenal Abidin, dan sepupu raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans[2] lainnya di Desa Leran di Jang'gala".[3]
Namun demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan pembacaan J.P. Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya di desa Gapura Wetan, Gresik; yang mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, suatu tempat di Iran sekarang.[4]
Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya dianggap merupakan keturunan Rasulullah SAW, melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim,[5][6][7][8] yang berarti ia adalah keturunan orang Hadrami yang berhijrah. Penyebaran agama
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya.[9] Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar. Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.[10]
Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar.[11] Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.[12]
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat. [13]
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.[14] Legenda rakyat
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Syeh Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Syeh Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai.
Syeh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Syeh Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Filsafat
Mengenai filsafat ketuhanannya, disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim pernah menyatakan mengenai apa yang dinamakan Allah. Ia berkata: "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan ada-Nya."
Wafat
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut: “ Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah. ”
Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Arti Walisongo
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Lukisan Walisongo
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim Sunan Ampel atau Raden Rahmat Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahi Sunan Drajat atau Raden Qasim Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin Sunan Kalijaga atau Raden Said Sunan Muria atau Raden Umar Said Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Teori keturunan Hadramaut
Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):
L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[5] mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya." Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi. Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.
[sunting] Teori keturunan Cina
Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia.[6] Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.[rujukan?]
Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C. van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan [7]. [sunting] Sumber tertulis tentang Walisongo
Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.
Lihat pula
Mazhab Syafi'i Suku Arab-Indonesia Syekh Muhammad Shahib Mirbath Sunan Bayat Ki Ageng Pandan Arang Syekh Siti Jenar Resident Poortman Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini
Pranala luar
(Inggris) Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam Online publication of Martin van Bruinessen, by Universiteit Utrecht (Indonesia) Syekh Hasanuddin: Pendiri Pesantren Pertama di Jawa Barat Republika Online: Jumat, 28 April 2006
Referensi ^ a b Dahlan, KH. Mohammad. Haul Sunan Ampel Ke-555, Penerbit Yayasan Makam Sunan Ampel, hlm 1-2, Surabaya, 1979. ^ Meinsma, J.J., 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647. S'Gravenhage. ^ Istilah maqam, selain berarti kubur juga dapat berarti tempat menetap atau tempat yang pernah dikunjungi seorang tokoh; contohnya seperti makam Nabi Ibrahim di Masjidil Haram. ^ Lihat pula: Pangeran Sabrang Lor. ^ van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien. Impr. du gouvernement, Batavia. ^ Muljana, Slamet (21 Januari 2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. LkiS. hlm. xxvi + 302 hlm.. ISBN 9799798451163. ^ Russell Jones, review on Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries written by H. J. de Graaf; Th. G. Th. Pigeaud; M. C. Ricklefs, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2. (1987), hlm. 423-424.
Synopsis “Wali Songo”
The composition of the nine saints varies, depending on different sources. The following list is widely accepted, but its authenticity relies much on repeated citations of a handful of early sources, reinforced as “facts” in school textbooks and other modern accounts. This list differs somewhat from the names suggested in the Babad Tanah Jawi manuscripts.
One theory about the variation of composition is: “The most probable explanation is that there was a loose council of nine religious leaders, and that as older members retired or passed away, new members were brought into this council.”[5] However, it should be borne in mind that the term “wali songo” was created retroactively by historians, and so there was no official “group of nine” that had membership. Further, the differences in chronology of the wali suggest that there might never have been a time when nine of them were alive contemporaneously.
Some of the family relationships described below are well-documented; others are less certain. Even today, it is common in Java for a family friend to be called “uncle” or “brother” despite the lack of blood relationship.
Maulana Malik Ibrahim also called Sunan Gresik: Arrived on Java 1404 CE, died in 1419 CE, buried in Gresik, East Java. Activities included commerce, healing, and improvement of agricultural techniques. Father of Sunan Ampel and uncle of Sunan Giri.
Sunan Ampel: Born in Champa in 1401 CE, died in 1481 CE in Demak, Central Java. Can be considered a focal point of the wali songo: he was the son of Sunan Gresik and the father of Sunan Bonang and Sunan Dradjat. Sunan Ampel was also the cousin and father-in-law of Sunan Giri. In addition, Sunan Ampel was the grandfather of Sunan Kudus. Sunan Bonang in turn taught Sunan Kalijaga, who was the father of Sunan Muria. Sunan Ampel was also the teacher of Raden Patah.
Sunan Giri: Born in Blambangan (now Banyuwangi, the easternmost part of Java) in 1442 CE. His father Maulana Ishak was the brother of Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri’s grave is in Gresik near Surabaya.
Sunan Bonang: Born in 1465 CE in Rembang (near Tuban) on the north coast of Central Java. Died in 1525 CE. Brother of Sunan Drajat. Composed songs for gamelan orchestra.
Sunan Drajat: Born in 1470 CE. Brother of Sunan Bonang. Composed songs for gamelan orchestra.
Sunan Kudus: Died 1550 CE, buried in Kudus. Possible originator of wayang golek puppetry.
Sunan Kalijaga: Buried in Kadilangu. Used wayang kulit shadow puppets and gamelan music to convey spiritual teachings.
Sunan Muria: Buried in Gunung Muria, Kudus. Son of Sunan Kalijaga and Dewi Soejinah (sister of Sunan Giri), thus grandson of Maulana Ishak.
Sunan Gunung Jati: Buried in Cirebon. Founder and first ruler of the Banten Sultanate.
293/3 <2+1> 2. Pangeran Pebahar As-Samarqandiy [Azmatkhan]
Рођење: 1300, Samarkand, Uzbekistan
304/3 <2+1> 3. Fadhal As-Samarqandiy (Sunan Lembayung) [Azmatkhan]
Рођење: 1302, Samarkand, Uzbekistan
315/3 <2+1> 4. Sunan Kramasari As-Samarqandiy (Sayyid Sembahan Dewa Agung) [Azmatkhan]
Рођење: 1305, Samarkand, Uzbekistan
326/3 <2+1> 5. Syekh Yusuf Shiddiq As-Samarqandiy [Azmatkhan]
Рођење: 1307, Samarkand, Uzbekistan
== Syekh Quro == Syekh Quro adalah seorang penyebar agama Islam di Tatar Sunda. Beliau mendirikan pesantren yang pertama kali muncul di Tatar Sunda, letaknya di daerah Karawang. Beliau adalah guru dari Subang Larang, istri Prabu Siliwangi.
Nama aslinya adalah Syekh Hasanuddin. Beliau adalah putra dari Syekh Yusuf Sidik, seorang ulama besar di Champa (ada Vietnam sekarang). Syekh Yusuf Sidik merupakan keturunan ulama besar di Mekah yang bernama Syekh Jamaluddin.
Beliau datang ke pelabuham Muara Jati (Cirebon) pada tahun 1409. Beliau disambut dengan baik oleh Ki Gedeng Tapa yang menjabat syahbandar atau juru pelabuhan sekaligus raja Singapura. Beliau selanjutnya berdakwah di sana. Tetapi kegiatan dakwahnya ditentang oleh Prabu Niskala Wastu Kancana atau Prabu Anggalarang, raja Sunda Galuh. Waktu itu seluruh Tatar Sunda merupakan wilayah dari Kerajaan Sunda Galuh yang berpusat di Kawali, Ciamis. Oleh karena itu Syekh Hasanuddin pulang kembali ke Champa.
267/3 <2+?> 6. Maulana Muhammad Jumadil Kubra [Azmatkhan]
Рођење: 1311, Nasarabad India
278/3 <2+?> 7. Maulana Muhammad 'Ali Akbar (lahir di Nasarabad, Tahun 1312 M), [Azmatkhan]
Рођење: 1312, Naserabad, Delhi, India
369/3 <2+?> 8. Maulana Muhammad Al-Baqir (Syekh Subaqir, Lahir di Nasarabad India, Tahun 1314 M) [Azmatkhan]
Рођење: 1314, Nasarabad India
2810/3 <2+?> 9. Syaikh Maulana Wali Islam [Azmatkhan]
Рођење: 1317, Nasarabad India
3311/3 <2+?> 10. Maulana Muhammad Al-Maghribi (lahir di , Tahun 1321 M) [Azmatkhan]
Рођење: 1321, Maghrib (Morocco)
2512/3 <2+?> 11. Maulana Ibrahim Al-Hadrami Azmatkhan (leluhur Azmatkhan di Yaman) Ibrahim Al Hadrami (Makhdum Ibrahim /Syekh Ibrahim Akbar / Maulana Ibrahim Akbar) [Azmatkhan]
Рођење: 1325, Hadramaut
Свадба: <3> Dewi Candrawulan [Champa]
26346 diputus (Sunan Ampel) Official Link. Adm: Ir H Hilal Achmar Lineage Study. SILSILAH WALISONGO
Jafar Ash-Shadiq (imam ke 6) | ‘Ali Al-Uraidhi | Muhammad Al-Naqib | Isa | Muhammad Ilallah Al-Muhajir (Pemuka kaum Sayyid Awaliyyin yg hijrah ke hadramaut bertaqiyah karena hendak dihabisi oleh kekhalifahan yg berkuasa dgn cara mengikuti mazhab syafi’i ) | Abdullah / Ubaidullah | Alwi | Muhammad | Alwi | ‘Ali Khali’ Qasam | Muhammad Sabib Marbath | ’Ali dan Alwi | Keturunan ‘Ali = Muhammad Al-Aqih Al-Muqaddam (pemuka kaum awaliyyin yg hjrah ke indonesia abad 17 Masehi).
Dari jalur Muhammad Sabib Marbath | ’Ali dan Alwi | Keturunan Alwi = Abdul Malik (hijrah ke India pendiri kesultanan Adzamat Khan) | Abdullah Khan | Ahmad Jalal Syah | Jamaludin Husain Al-Akbar (hijrah ke kerajaan Bugis – Wajo pemuka islam di sulawesi) | Ibrahim Zain Al-Akbar (hijrah ke Aceh) – ‘Ali Nurul Alam –
Dari jalur Zain Al-Akbar melalui ‘Ali Murtadha (cucunya)
Ibrahim Zain Al-Akbar | Zainal Abidin Syah (samudera pasai) | ‘Ali Murtadha dan Maulana Ishaq | Ahmad Rahmatullah (Sunan Ampel) | Hasyim Syarifudin (Sunan Drajat) – Ahmad Hasanudin (Sunan Lamongan) – Ibrahim (Sunan Bonang) | Zainal Abidin | Adipati Wilatikta | Raden Said (Sunan Kalijaga) | Umar Said (Sunan Muria)
Dari jalur Zain Al-Akbar melalui Maulana Ishaq (cucunya)
Ibrahim Zain Al-Akbar | Zainal Abidin Syah (samudera pasai) | ‘Ali Murtadha dan Maulana Ishaq | Muhammad ‘Ainul Yakin (Sunan Giri) | Sunan ‘Ali Sumodiro | Fadhullah (Sunan Prapen) | Pangeran Kadilangu
Melalui Jalur ‘Ali Nurul Alam bin Jamaludin Husain Al-Akbar
Jamaludin Husain Al-Akbar | ‘Ali Nurul Alam | Abdullah | Babullah (Sunan Ternate) – Syarif Hidyatullah (Sunan Gunung Jati) | Hasanudin (Sultan Banten) | Yusuf – Pangeran Maulana Yusuf
Melalui jalur Zainal Alam Barkat bin Jamaludin Husain Al-Akbar
Jamaludin Husain Al-Akbar | Zainal Alam Barkat | Maulana Malik Ibrahim (Hijrah ke Jawa) – Ahmad Zainal Alam | Abdurrahman Rumi dari Maja
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
3413/3 <2+?> 12. Siti ‘Aisyah (Putri Ratna Kusuma) [Azmatkhan]
Рођење: 1351, Kelantan, Malaysia
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
4114/3 <2+?> 13. Ibrahim Zainuddin Asghar Champa Yang Bergelar Sultan Zainal Abidin II Diraja Champa [Azmatkhan]
Рођење: 1357, Champa
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
"Lambang Kerajaan Kelantan / Kelantan Arm"
2415/3 <2+?> 14. Ali Nurul Alam / Ali Nuruddin (1) / Maulana Malik Israil [Azmatkhan]
Рођење: 1402, Chermin, Kelantan
Свадба:
Свадба:
Титуле : од 1432, Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II
Сахрана: Pemakaman Gunung Santri - Cilegon - Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Maulana Malik Israil, sebuah nama yang mungkin asing bagi sebagian sejarawan yang menekuni Sejarah Islam di Pulau Jawa. Namun bagi mereka yang mencintai sejarah Walisongo, tentu nama yang satu ini sangatlah tidak asing bagi mereka. Mereka yang sering mempelajari sejarah Walisongo, tentu tidak akan kaget dengan nama yang satu ini, kalau masih merasa asing, berarti mereka perlu lagi memperdalam siapa siapa saja sebenarnya anggota Walisongo dari Angkatan pertama sampai angkatan ke sebelas. Bagi saya sendiri, sosok yang satu ini adalah tokoh yang menentukan sukses tidaknya dakwah keluarga besar Walisongo, terutama pada periode pertama berdirinya Majelis Dakwah Walisongo. Kenapa saya berani mengatakan demikian? karena melalui jasa beliaulah akhirnya Sultan Muhammad I dari Kesultanan Turki Usmani berinisiatif mendirikan Majelis Dakwah Walisongo pada tahun 1404 Masehi. Saat terbentuknya Majelis Dakwah Walisongo, Maulana Malik Israil memang sering berkunjung ke Turki yang saat itu sedang menuju kejayaan sebagai sebuah imperium Islam di Eropa.. Walaupun dalam sejarah beliau sering dianggap berasal dari Turki, sesungguhnya aslinya beliau berasal dari Patani. Turki hanyalah merupakan medan dakwah dan merupakan salah satu negara yang spesial bagi beliau dalam bidang diplomasi. Beliau sendiri merupakan pelopor berdirinya Kesultanan kesultanan Islam yang ada di daerah Patani (Thailand) dan juga Champa (Vietnam) disamping juga tokoh tokoh lain seperti Sayyid Ibrahim Zaenuddin Al Akbar As-Samarakondi, As-Sayyid Sultan Sulaiman Al Bagdadi Azmatkhan, dll..
Lantas Siapakah sebenarnya beliau ini?
Dalam susunan nasab keluarga besar Azmatkhan yang ada di Asia Tenggara, khususnya keturunan Sayyid Husein Jamaluddin Jumadil Kubro, Maulana Malik Israil adalah anak yang ke 13. Nama asli beliau sendiri adalah Sayyid Ali Nurul Alam Azmatkhan, sedangkan nama lainnya adalah Sultan Qonbul, Sultan Patani Darussalam, Arya Gajah Mada, Minak Brajo Nato. Jika melihat nama-nama lain yang beliau sandang menunjukkan bahwa beliau ini bukan tokoh sembarangan, apalagi hubungan beliau dengan Sultan Muhammad 1 dari Kesultanan Turki Usmani sangat akrab. Tidak heran pada waktu penugasan dakwah ke wilayah Asia Tenggara ini, yang menjadi tokoh penghubung antar keluarga besar Azmatkhan yang bertebaran diberbagai negara adalah beliau ini. Memang diantara sekian nama yang beredar, dua nama yang populer adalah Maulana Malik Israil dan Ali Nurul Alam, terutama diwilayah Kelantan, Champa, Patani, Banten, Cirebon dan Demak. Bagi mereka yang merupakan keturunan beliau terutama dari daerah daerah yang telah saya sebutkan tadi, tentu nama Maulana Malik ISrail atau Sayyid Ali Nurul Alam sangat melekat kuat dihati mereka.
Maulana Malik Israil sendiri bagi saya adalah sosok yang fenomenal, kenapa demikian, karena gelar yang beliau sandang ini cukup menunjukkan bahwa beliau ini mempunyai pengaruh yang dahsyat terhadap beberapa bangsa, Sebagai seorang Pejabat diplomat tangguh gelar MAULANA MALIK ISRAIL jelas menandakan bahwa beliau ini mempunyai pengaruh yang kuat bagi bangsa Israil atau Yahudi yang saat itu banyak bertebaran di Eropa termasuk di Turki, Palestina dan beberapa tempat lag. Pada Masa Lalu yang namanya gelar yang disandang seorang tokoh itu tidaklah sembarangan, apalagi dengan tokoh sekelas beliau ini.Maulana (yang merupakan gelar seorang pemimpin dan juga sinonim dari Sayyid) serta Malik (Raja) dan Israil (Bangsa Yahudi) tentu bukan asal disematkan begitu saja kepada beliau ini. Kedekatannya dengan Sultan Muhammad I dari Kesultanan Turki tentu sangat mendukung adanya gelar beliau itu. Tidak heran dengan adanya gelar beliau ini beberapa sejarawan kadang sering terkecoh, dikiranya bahwa Maulana Malik Israil atau Sayyid Ali Nurul Alam berasal dari keturunan ISRAIL atau YAHUDI. Padahal nama Maulana Malik Israil itu hanyalah sebagian gelar dari Sayyid Ali Nurul Alam.
Ketika Majelis Dakwah Walisongo dibentuk tahun 1404 oleh Sultan Muhammad I dari Kesultanan Turki Usmani, 9 Anggota Majelis Dakwah Walisongo segera bergerak ke wilayah Asia Tenggara, khususnya pulau Jawa, termasuk Maulana Malik Israil ini, beliau bersama Maulana Ali Akbar yang juga merupakan kakaknya bergerak ke arah barat Pulau Jawa (Sunda). Bersama Maulana Ali Akbar (kakaknya yang ketiga) yang kebetulan menguasai bidang pengobatan/kedokteran,Maulana Malik Israil dan Maulana Ali Akbar bahu membahu dalam dakwah Islamiah. 9 anggota angkatan pertama Majelis Dakwah Walisongo ini keberadaannya sangat jelas tercatat dalam sebuah surat yang tersimpan dimusium Istambul Turki, termasuk juga dimana keberadaan makam makam mereka. Bahkan pada beberapa catatan yang dilakukan oleh keluarga Besar Walisongo, makam-makam Walisongo angkatan pertama itu jelas tertulis, seperti yang pernah ditulis oleh KH Muhammad Dahlan dalam buku Khaul Sunan Ampel ditahun 1979, bahkan beberapa keturunan Maulana Malik Israil sering melakukan perayaan khaul beliau di Cilegon, artinya keberadaan makam Maulana Malik Israil sudah lama diketahui.

Putra Ali Nurul Alam :
1. Wan Abdullah / Syarif Abdullah Umdatuddin
2. *Wan Husein Sanawi.
3. *Wan Demali. 
4. *Wan Hasan. 
5. *Wan Jamal. 
6. *Wan Biru. 
7. *Wan Senik.
8. *Syeikh Wan Muhammad Shalih al-Laqihi.
9. *Maulana Abu Ishaq.
Dalam beberapa buku sejarah dicatatkan bahawa putera Sultan Umdatullah ada tiga orang iaitu;
1. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati atau Falatihan.
2. Sultan Babullah, Sultan Ternate (1570-1583).
3. Maulana Abdul Muzaffar Ahmad.

SILSILAH VERSI ROYAL.ARK (KELANTAN GENEALOGI)

1362 - 1418 Sultan Baki Shah ibni al-Marhum Sultan Mahmud, Raja of Chermin, eldest son of Paduka Sri Sultan Mahmud ibnu 'Abdu'llah, Raja of Lankasuka and Kelantan, son of Paduka Sri Sang Tawal, Raja of Lankasuka, educ. privately. Appointed as Raja of Tanjungpura and Chermin during the lifetime of his father. Succeeded his father, 1362. He d. ca. 1418, having had issue, two sons and one daughter:
  • 1) Sultan Sadik Muhammad Shah ibni al-Marhum Sultan Baki Shah, Raja of Kelantan - see below.
  • 2) Raja Kemas Jiwa Sang Ajit Jaya ning-Rat, who succeeded as Sultan Iskandar Shah ibni al-Marhum Sultan Baki Shah, Raja of Kelantan - see below.
  • 3) Putri Selindung Bulan. m. Sayyid Husain Jamadi al-Kubra [Ratnavamsa Pandita Parnen]. She had issue, two sons:
    • a) Sayyid 'Ali Nur ul-Alam bin Husain Jamadi al-Kubra, Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II 1432-1467. Fled to Champa with the Sultan, following the Siamese conquest in 1467.
      • i) Wan Hussain bin 'Ali Nur ul-Alam, Sri Amaravamsa [Tuk Masjid]. A Majapahit Pateh.
      • ii) Sultan Maulana Sharif Abu Abdu'llah Mahmud Umdat ud-din [Shaikh Israel Yakub][Wan Bo Tri Tri], Raja of Champa 1471-1478. m. Sharifa Mudain, Ratu Mas Rara Santang, daughter of Radin Pamanasara Prabhu Silawangi, of Pajajaran, in Banten, by his wife, Nyai Sabanglarang, daughter of Ki Gedeng Tapa. He had issue:
        • (1) Ahmad Fatahillah [Sharif Hidayatu'llah] bin Sultan Abu 'Abdu'llah. Ancestor of the royal houses of Banten, Cheribon and Palembang.
        • (2) Wan Abul Muzaffar Waliu'llah bin Sultan Abu 'Abdu'llah. He had issue:
          • (a) Nik Jamal ud-din bin Wan Abul Muzaffar, Timbalan Raja of Champa. Sometime Datu Kelantan. He had issue:
            • (i) Raja Loyor, who became Sultan Adil ud-din bin Jamal ud-din, Raja of Kelantan - see below.
            • (ii) Raja Ekok, who became Sultan Samir ud-din bin Jamal ud-din, Raja of Kelantan - see below.
          • (b) Dato' Nik Mustafa bin Wan Abul Muzaffar, who became Sultan 'Abdu'l Hamid Shah bin Wan Abul Muzaffar, Raja Sri Sarwasadesa and Champa 1578-1637. He had issue, three sons:
            • (i) Nik Ibrahim, who became Raja Ibrahim bin Sultan 'Abdu'l Hamid Shah, Raja of Champa 1637-1684. Previously Datu Kelantan 1634-1637.
            • (ii) Nik Badr us-Salam. He had issue, two sons:
              • 1. Wan Muhammad Amin bin Nik Badr us-Salam (Po Jatamuh), of Champa 1684.
              • 2. Dato' Pengkalan, of Champa 1684-1692.
            • (iii) Nik 'Ali. Datuk Maharaja Lela and Panglima Agung Tentara of Patani.
      • iii) Wan Demali Alim ud-din bin Bur ul-Alam. A Majapahit Pateh of Karmawijaya and Laksamana of Benta.
    • b) Sayyid Muhammad Kebungsuan, Prabhu Anum/Udaya ning-Rat/Bhra Wijaya. Putative ancestor of the ruling houses of Demak, Pajang and Mataram in Jawa.
4216/3 <2+?> 15. 'Abdul Malik [Azmatkhan]
Рођење: 1404, Johor, Malaysia
2317/3 <2+?> Zainal Alam Barkat [Azmatkhan]
Рођење: 1406, Johor, Malaysia
3918/3 <2+?> 18. Sayyid Hasan Jumadil Kubra (1) [Azmatkhan]
Рођење: 1413, Wajo, Sulawesi Selatan
Титуле : 1453, Menjadi Syekh Mufti Kesultanan Gowa, bertepatan dengan wafatnya Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra
Смрт: 1591, Wajo, Sulawesi Selatan
4019/3 <2+?> 19. Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar [Azmatkhan]
Рођење: 1443, Wajo, Sulawesi Selatan
3520/3 <2+?> 17. Muhammad Kebungsuan (2) [Azmatkhan]
Prabhu Anum/Udaya ning-Rat/Bhra Wijaya. Putative ancestor of the ruling houses of Demak, Pajang and Mataram in Jawa.
3721/3 <3> 1. Asy Seikh Datuk Ahmad [Azmatkhan] 3822/3 <3> 2. Asy Seikh Datuk Sholeh [Azmatkhan]

4

431/4 <21> Ki Ageng Kebo Kenongo [Pengging]
Рођење: diputus ibunya : 25682
Свадба: <4> Nyi Ageng Pengging [Pengging]
Student of Syech Siti Jenar Sama dengan http://id.rodovid.org/wk/Orang:332030
452/4 <22+2> 1.3. R. Kidang Telangkas (Jaka Tarub) / Abdurrahim Al-Maghribi [Azmatkhan]
Рођење: DIPUTUS AYAHNYA : 321552
Свадба:
Свадба: <5> Dewi Nawangwulan [Bidadari]
Ir. H. Hilal Achmar Foto sumber/gambar:tubanakbar.com Versi Majalah Jayabaya, bahwa Jaka Tarub sesungguhnya adalah putra dari pernikahan Syech Maulana Maghribi Azamat Khan dengan Dewi Rosowulan, adik Sunan Kalijaga. Sang Syech mempunyai garis keturunan(nasab) hingga Nabi saw. Dan agaknya inilah yang mendekati kebenaran. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Jaka_Tarub
Dahulu ada seorang pemuda yang bernama Joko Tarub. Dia adalah pria melajang. Suatu hari ketika ia pergi ke hutan, di sebuah telaga ada tujuh orang gadis cantik yang sedang mandi. Karena tertarik dengan kecantikan dan keelokan tujuh gadis itu, Joko Tarub memutuskan untuk menyembunyikan salah satu pakaian gadis tersebut dan ia simpan di lumbung padi di rumahnya. Ternyata tujuh gadis itu adalah tujuh orang bidadari yang turun dari langit untuk mandi. Ketika mereka hendak kembali ke langit salah seorang dari mereka kehilangan pakaian dan selendang yang dipergunakan untuk terbang ke kahyangan. Karena sudah melebihi waktu yang ditentukan terpakasa bidadari yang kehilangan pakaian dan selendang itu pun ditinggal oleh rekan-rekannya.
Bidadari itu pun merasa sangat kalut, kemudian ia bersumpah apabila ada yang memberikan pakaian untuknya jika yang menolong itu perempuan akan dijadikan saudara dan apabila yang menolongnya laki-laki akan dijadikan suami. Datanglah Joko Tarub memberikan pakaian ganti untuk bidadari itu. Walaupun Joko Tarub tidak mengetahui bahwa gadis itu adalah bidadari. Bidadari itu bernama Dewi Nawang Wulan. Nawang Wulan sangatlah cantik, lebih cantik dibanding dengan rekan-rekanya. Dia pun menepati janjinya untuk menikah dengan Joko Tarub. Joko Tarub sangat beruntung dapat menikah dengan Nawang Wulan yang begitu cantik jelita. Seiring berjalannya waktu mereka saling mencintai satu sama lain.
Suatu hari, pada saat Nawang Wulan menanak nasi, ingin pergi ke ladang. Ia berpesan kepada suaminya, Joko Tarub untuk tidak melihat apa yang ia tanak. Setelah Nawang Wulan pergi, hasrat Joko Tarub sebagai manusia untuk mengetahua apa yang sebenarnya yang ditanak istrinya pun muncul. Kemudian, ia memlihat apa yang sebenarnya dimasak istrinya. Ternyata hanya setangkai padi saja yang ia lihat dalam tungku. Pada waktu yang bersamaan Nawang Wulan mengetahui bahwa selendangnya di simpan dalam lumbung padi selama bertahun-tahun. Nawang Wulan sangat marah kepada Joko Tarub. Joko Tarub baru mengetahui bahwa Nawang Wulan adalah seorang bidadari, ia pun menggunakan kekuatannya untuk menanak nasi, maka dari itu ia melarang Joko Tarub melihat ia memasak. Karena kecewa dengan Joko Tarub, ia memutuskan untuk meninggalkan Joko Tarub dan pergi ke kahyangan.
Di kahyangan Nawang Wulan tidak di sambut dengan baik. Ia diusir dari kahyangan karena telah menikah dengan orang yang ada di bumi. Nawang Wulan merasa tidak pantas tinggal kembali di kahyangan. Teman-temannya pun tidaklagi menyambutnya dengan baik. Dia kemudian di buang ke daerah selatan. Disana ia bertapa dan mendapat bantuan dari roh halus. Kemudian ia di nobatkan menjadi penguasa laut selatan atau sering di kenal dengan “Nyi Roro Kidul”. Sampai saat ini Nyi Roro Kidul dianggap sakti dan menguasai sepanjang laut selatan. Konon katanya Nyi Roro Kidul yang menjaga ketenangan laut selatan, sehingga banyak warga di pesisir pantai memberikan sesajen kepada Nyi Roro Kidul.
Nilai-Nilai yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”.
1. Nilai Moral,
Setelah membaca legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dapat diambil nilai-nilai moral yang tekandung didalamnya. Seperti, kita harus berlaku jujur dengan tindakan-tindakan kita. Ketidakterusterangan Nawang Wulan kepada Joko Tarub bahwa dia adalah seorang bidadari, dan kedustaan Joko Tarub yang sebenarnya telah mencuri pakaian dan selendang Nawang Wulan berakibat mereka harus berpisah. Nawang Wulan harus kembali ke kahyangan walaupun ia sangat mencintai suaminya. Dalam legenda ini diajarkan bahwa sebaik-baiknya kita menyimpan kebohongan akan ketahuan juga pada akhirnya.
Perilaku yang baik akan ditunjukkan dengan memegang amanah yang dipercayakan kepada kita. Amanah Nawang Wulan untuk tidak melihat sesuatu yang ditanak olehnya, dilanggar oleh Joko Tarub karena sifat manusia yang selau ingin tahu.
Ini merupakan tantangan yang berat bagi setiap manusia. Berlaku jujur dan terbuka. Serta menjaga kepercayaan yang begitu sulit dilaksanakan oleh manusia.
2. Nilai Sosial,
Nilai-nilai lain yang tersirat dari legenda ini adalah nilai sosial. Nilai sosial merupakan nilai yang terkandung dalam menjalani hidup bermasyarakat atau bergaul dengan orang lain disekitar kita.
Nilai sosial dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” ditunjukkan ketika rekan-rekan dari Nawang Wulan meninggalkan dirinya sendirian di telaga. Ini tidak menunjukkan kesetiakawanan yang selama ini mereka bina. Mereka bertujuh selalu bersama-sama. Namun, ketika salah seorang teman mereka mengalami kesulitan tidak ada yang membantu Nawang Wulan. Nawang Wulan justru malah ditinggalkan sendirian di bumi yang asing bagi mereka.
Sebaiknya kita sebagai sesama makhluk Tuhan harus saling tolong menolong dan membantu dalam keadaan apapun. Walaupun hasilnya akan nihil, setidaknya kita berusaha membantu semaksimal mungkin.
3. Nilai Etika,
Nilai etika merupakan nilai-nilai kesopanan yang tersirat dari sebuah peristiwa. Seperti nilai etika yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dalam cerita di atas. Nilai-nilai kesopanan yang terlihat adalah ketika Joko Tarub mengintip ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga, apalagi sampai menyembunyikan salah satu pakaian dari bidadari tersebut di dalam lumbung padi rumahnya. Pada akhirnya perbuatan ini menimbulkan prahara dalam biduk rumah tangga Joko Tarub. Tindakan seperti ini sungguh tidak terpuji. Apalagi setting tempat legenda ini berasal dari daerah jawa. Terkenal dengan tata krama dan kesopanan yang maha tinggi. Sungguh tidak mencerminkan budaya jawa.
Sifat-sifat seperti itu hendaknya untuk ditinggalkan dengan memperteguh iman dan taqwa kepada Tuhan.
4. Nilai Estetika,
Nilai estetika atau nilai keindahan pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah cara menggambarkan kecantikan dan keelokan ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga. Kecantikan Nawang Wulan yang akhirnya menjadi penguaasa laut selatan juga memiliki nilai estetika sendiri. Selain itu juga perasaan cinta yang dimiliki oleh sepasang makhluk Tuhan yang saling mencintai menggambarkan suasana yang indah.
Maka, setiap keelokan yang sedap dipandang mata dan enak dirasa pada setiap penikmatnya akan menimbulkan kesan keindahan yang mendalam.
5. Nilai Budaya,
Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah budaya yang sejak dulu terjaga sampai saat ini yaitu kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul di pesisir pantai selatan. Pada setiap waktunya warga pesisir memberikan sesajen kepada ratu penguasa laut selatan tersebut, sebagai wujud terima kasih telah menjaga laut kidul dari bencana dan marabahaya.
6. Nilai Religi.
Nilai-nilai religi yang dapat dijumpai pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah terdapat dewa-dewi, bidadari dan roh halus yang ada pada cerita di atas. Ini menunjukka ada kepercayaan animisme, atau percaya pada roh halus atau roh nenek moyang. Kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul juga merupakan salah satu bentuk animisme meskipun sekarang tingkat kekentalan animismenya berkurang karena telah bergeser dengan adanya agama. Nyi Roro Kidul sudah tidak dijadikan sesembahyang lagi tetapi sudah menjadi legenda terutama di kawasan pesisir selatan. http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/12/joko-tarub-dan-dewi-nawang-wulan/
Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi,
Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.
Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim. Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain.
Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana, Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.
Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.
Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.
Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M.
Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.
Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang.
SAUDARA – SAUDARA BELIAU
Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu : 1.Ki Ageng Wanasaba 2.Ki Ageng Getas Pendawa 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan
1. Ki Ageng Wanasaba Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto. Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.
Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).
Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.
Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.
2. Ki Ageng Getas Pendawa, Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.
Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.
Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan. http://uatasufy-syafaat.blogspot.com/2010/06/silsilah-keturunan-nyai-ag-ngerang.html



KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 17)

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)
Keanehan ke 17 :
Jaka Tarub mengintip bidadari mandi dan berhasil mencuri pakaian bidadari tersebut kemudian bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan tersebut dinikahi, dari pernikahan ini lahirlah Dewi Nawangsih. (terdapat dihalaman 84)
Jawaban saya :
Benarkah kisah ini? Jaka Tarub adalah Azmatkhan, ini adalah nama lainnya. Betapa mesum dan piciknya Jaka Tarub jika ia melakukan hal tersebut, padahal dalam nasab Azmatkhan beliau adalah anak seorang ulama dan juga merupakan tokoh nyata yang juga merupakan ulama.
Adapun Nasab Jaka Tarub berdasarkan kitab Nasab Al Mausuuah Li Ansaabi Al Imam Al Husaini yang disusun oleh Sayyid Bahruddin Azmatkhan & Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, Bab Keluarga Besar Maulana Malik Ibrahim, Penerbit Madawis, Tahun 1918 - 2014 (terupdate) adalah sebagai berikut:
0. Muhammad Rasulullah SAW
1. Fatimah Azzahra/Fatimah Al Batul
2. Imam Husain Asshibti/Abu Syuhada
3. Imam Ali Zaenal Abidin/Ali Al Ausath/Ali Assajad
4. Imam Muhammad Al Baqir
5. Imam Ja'far Asshodiq
6. Imam Ali Al Uraidhi
7. Imam Muhammad An-Naqib
8. Imam Isa Arrumi
9.Imam Ahmad Al Muhajir
10.Imam Ubaidhillah/Abdullah
11.Imam Alwi Al Mubtakir/Alwi Al Awwal (Cikal Bakal lahirnya keluarga Alawiyyin)
12.Imam Muhammad Shohibus Souma'ah
13.Imam Alwi Shohib Baitu Jubair (Alwi Atsani)
14.Imam Ali Kholi 'Qosam
15.Imam Muhammad Shohib Mirbath
16.Imam Alwi Ammil Faqih
17.Imam Abdul Malik Azmatkhan
18.As-Sayyid Amir Abdullah Azmatkhan
19.As-Sayyid Sultan Ahmad Syah Jalaluddin
20.As-Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro
21.As-Sayyid Sultan Barokat Zaenal Alam
22.Maulana Malik Ibrahim
23.Maulana Abdurrahim/JAKA TARUB
Cerita dongeng bidadari ini banyak terdapat dibeberapa Negara. Bukan tidak mungkin kisah ini mengadopsi cerita-cerita dari negara luar yang sering melakukan imaginasi yang tinggi, sehingga kadang dunia nyata dan dunia khayal jadi sulit untuk dibedakan. Jelas penggambaran bidadari itu lebih mirip dengan mahluk dari surga (bidadari itu hanya di surga,) Sehingga ada kesan Jaka Tarub telah menikah mahluk yang hanya disediakan nanti di Surga. Sudah jelas sangat sulit mengurai dengan logika pernikahan antara manusia dengan bidadari.
Kita perlu tahu, sosok Jaka Tarub itu bukan dongeng, bukan mitos, beliau itu nyata dan ada keturunan, makamnya juga masih terpelihara dengan baik, bahkan disetiap khaulnya saja sering diadakan. Saya kadang sering geregetan jika melihat cerita jaka tarub dijadikan dongeng, apalagi diembel embeli dengan tingkah laku kurang ajar seperti mengintip! Jaka Tarub adalah ulama! Jangan karena namanya seolah olah bukan nama ulama sehingga kisahnya jadi diplesetkan. Padahal nama Jaka Tarub hanyalah gelar atau julukan, nama aslinya sendiri sangat bagus..
Sekali lagi Babad Tanah Jawi telah menjatuhkan karakter seorang ulama keturunan Walisongo....
Wallahu A'lam Bisshowab....


KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 16)

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)
Keanehan ke 16 :
Syekh Maulana Magribi keluar dari persembunyiannya karena Dewi Rasawulan marah, kemudian Syekh Maulana Magribi mencabut kemaluannya dan kemudian kemaluannya dijadikan senjata yang dinamakan Braja Sangkuh. Syekh Maulana Magribi kemudian memanggil bayi yang ada di kandungan Dewi Rasawulan, tiba-tiba meloncatlah bayi yang dikandung melalui lambung dan jatuh kepangkuan Syekh Maulana Magribi. Setelah bayi itu lahir, Dewi Rasawulan justru benci dan tidak mau memeliharanya. Anak tersebut dinamakan Kidang Telangkas (kelak bernama Jaka Tarub).(terdapat dihalaman 83).
Jawaban saya :
Perhatikan kisah ini, betapa keji dan dan kurang ajarnya penulis buku ini ketika menggambarkan Syekh Maulana Magribi yang notabenenya seorang ulama besar dan Waliyullah dengan menyebut nyebut aurat Sang Syekh tersebut, sengaja saya sebutkan kalimat itu, agar anda bisa menilai bagaimana bejatnya buku ini dalam menggambarkan sosok ulama. Aurat adalah sesuatu yang sangat mahal pada diri manusia, apalagi bagi mereka yang sudah masuk dalam kategori Waliyullah. Bayangkan bahasa aurat disebut secara vulgar, bahkn Ini dianggap sebagai mainannya seorang ulama, dan lebih anehnya lagi kemudian auratnya itu diubah jadi senjata. Seolah-olah Syekh Maulana Magribi telah jadi manusia yang telah dikebiri karena tidak punya alat kelaminnya lagi. Yang lebih tidak masuk akal, hanya karena “sakti” Syekh Maulana Magribi digambarkan bisa memanggil bayi dan keluar lewat lambung (ini jelas bukan cerita karomahnya Wali tapi adalah DONGENG!) dan jelas cerita ini sangat KEJAM DAN BIADAB !!!. Lebih tidak bermoralnya lagi, penulis buku babad ini menggambarkan perilaku Dewi Rasawulan yang tidak punya rasa keibuan.
Kisah ini benar-benar sebuah pelecehan terhadap sosok Syekh Maulana Magribi dan Dewi Rasawulan yang kedua-duanya adalah adalah putra putri terbaik keluarga besar Walisongo, yang satu adalah Waliyullah dan yang satu lagi seorang muslimah yang taat juga berilmu dan berakhlak. Sekali lagi untuk yang ke 16 kalinya saya menemukan bahwa ternyata Babad Tanah Jawi benar benar telah menghancurkan nama baik dan kredibilitas Keluarga Besar Walisongo, masih maukah anda percaya terhadap buku yang sesat ini?
Wallahu A'lam BIsshowab...

Catata Lain Tentang Syekh Maulana Maghribi dan Jaka Tarub

Sapa ta Syekh Maulana Maghribi iku? Adhedhasar Babad Demak panjenengane iku sawijine wong Arab kang mumpuni ilmu agama Islam. Asale saka tanah Pasai. Critane isih tedhak turune Kangjeng Nabi Muhammad SAW, lan klebu golongan wali ing tanah Jawa. Anggone angejawa mbarengi adege karaton Demak. Panjenengane mula kagungan ancas tujuwan ngislamake wong Jawa. Sabedhahe kraton Majapait ganti kraton Demak kang disengkuyung dening para wali. Sawise tentrem negarane para wali andum gawe nyebarake agama Islam. Syekh Maulana kawitan ditugasi ana ing Blambangan. Ana kana dipundhut mantu dening sang adipati. Nanging durung nganti taunan nuli ditundhung, sebabe apa ora kecrita. Saoncate saka Blambangan banjur menyang Tuban, menyang panggonane kanca akrabe lan padha-padha saka Pasai, tunggale Sunan Bejagung karo Syekh Siti Jenar. Saka kono Syekh Maulana banjur lelana tabligh menyang Mancingan.
Nalika tabligh ana Mancingan iki Syekh Maulana sejatine wis peputra kakung asma Jaka Tarub (utawa Kidang Telangkas) saka garwa asma Rasa Wulan, ya rayine Sunan Kalijaga (R. Sahid). Wektu ditinggal ramane lunga Kidang Telangkas isih bayi. Kawuningana nalika oncat saka Blambangan sejatine Syekh Maulana uga ninggal wetengan kang mbabar kakung, diparingi asma Jaka Samudra. Ing tembe Jaka Samudra jumeneng waliyullah ana Giri, ajejuluk Prabu Satmata utawa Sunan Giri. Nalika Syekh Maulana tekan Mancingan ing kana wis ana sawijine pendhita Budha kang limpad, asmane Kyai Selaening. Daleme ana sawetane Parangwedang. Dene papan pamujane kyai iki karo murid-muride ana candhi kang didegake ana sadhuwure gunung Sentana. Sakawit Syekh Maulana ethok-ethok meguru karo Kyai Selaening. Ana bebrayan umum Syekh Maulana kadhangkala sok ngatonake pangeram-eram. Suwe-suwe Kyai Selaening midhanget bab iki. Syekh Maulana ditimbali lan dipundhuti priksa apa anane. Ya ing kono iku Syekh Maulana ngyakinake Kyai Selaening bab ilmu agama kang sanyata. Wong loro iku banjur bebantahan ilmu.
Nanging Kyai Selaening ora keconggah nandhingi ilmune Syekh Maulana. Mulane panjenengane genti meguru marang Syekh Maulana. Panjenengane banjur ngrasuk agama Islam. Wektu iku ing padepokane Kyai Selaening wis ana putra loro playon saka Majapait kang ngayom ana kono, asmane Raden Dhandhun lan Raden Dhandher, karo-karone putrane Prabu Brawijaya V saka Majapait. Bareng Kyai Selaening mlebu Islam putra Majapait iku uga banjur dadi Islam, asmane diganti dadi Syekh Bela-Belu lan Kyai Gagang (Dami) Aking. Syekh Maulana ora enggal-enggal jengkar saka Mancingan nanging sawatara taun angasrama ana kana, mulang agama marang warga-warga desa. Daleme ana padepokan ing sadhuwure Gunung Sentana, cedhak karo candhi. Candhi iki baka sethithik diilangi sipate. Kyai Selaening isih tetep ana padhepokan sawetane Parangwedang nganti tekan ajale. Welinge marang anak putune, aja pisan-pisan kuburane dimulyakake. Makame iki lagi taun 1950-an dipugar karo sedulur saka Daengan. Banjur ing taun 1961 dipugar luwih apik maneh dening sawijine pengusaha saka kutha. Bareng wis dianggep cukup anggone syiar agama Syekh Maulana banjur jengkar saka Mancingan lan meling supaya tilas padhepokane iku diapik-apik kayadene nalika wong-wong padha mbecikake candi.
Ya ing padhepokan iku wong-wong banjur yasa kijing. Sapa sing kepengin nyuwun berkahe Syekh Maulana cukup ana ngarep kijing iki, kayadene ngadhep karo panjenengane. Syekh Maulana Maghribi utawa Syekh Maulana Malik Ibrahim sawise saka Mancingan nerusake tindake syiar agama ana ing Jawa Timur. Bareng seda jenazahe disarekake ana makam Gapura, wilayah Gresik. Syekh Maulana Maghribi nurunake ratu-ratu trah Mataram.
Urutane silsilah: Bupati Tuban-Dewi Rasa Wulan (nggarwa Syekh Maulana)-Jaka Tarub (nggarwa Dewi Nawangwulan)-Nawangsih (nggarwa Radhen Bondhan Kejawan)-Kyai Ageng Getas Pendhawa-Kyai Ageng Sela-Kyai Ageng Anis/Henis-Kyai Ageng Pemanahan (Kyai Ageng Mataram)-Kanjeng Panembahan Senapati-Kanjeng Susuhunan Seda Krapyak-Kanjeng Sultan Agung Anyakrakusuma-Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat (Seda Tegalarum)-Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I-Kanjeng Susuhunan Mangkurat Jawi-ratu-ratu karaton Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman, lan Mangkunegaran. Masiya makame Syekh Maulana ing Gunung Sentana dudu pasareyan sing sabenere, nanging saben ana rombongan ziarah Wali Sanga mesthi merlokake ziarah ana pasareyan Syekh Maulana ing Parangtritis. Panggonan liya sing mesthi dadi jujugane ziarah Wali Sanga yaiku makam Gunung Pring, Muntilan (pasareyane Kyai Santri) lan makam Bayat. Kayadene makam pepundhen kraton liyane, saben wulan Ruwah makame Syekh Maulana uga nampa kiriman dhuwit lan ubarampe “kuthamara” saka kraton Yogyakarta. Saben tanggal 25 Ruwah ing makam iki diadani wilujengan sadranan.
Sumber : Suwarsono L. JB 40/LX, 4-10 Juni 2006 (http://netlog.wordpress.com/2006/06/19/syekh-maulana-maghribi/)
513/4 <22+?> 1.5. Syarifah Sarah [Azmatkhan]
Рођење: putranya diputus : 850376
674/4 <37> 1. Asy Seikh Datul Kahfi / Syekh Nurjati / Maulana Idhofi Mahdi (Ki Samadullah) [Azmatkhan]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Biografi Seikh Nurjati / Syekh Datul Kahfi / Maulana Idhofi

Syekh Nurjati dikenal sebagai tokoh perintis dakwah Islam di wilayah Cirebon. Beliau menggunakan nama Syekh Nurjati pada saat berdakwah di Giri Amparan Jati, yang lebih terkenal dengan nama Gunung Jati, sebuah bukit kecil dari dua bukit, yang berjarak + 5 km sebelah utara Kota Cirebon, tepatnya di Desa Astana Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon.
Sebelumnya Syekh Nurjati dikenal dengan nama Syekh Datul Kahfi atau Maulana Idhofi Mahdi. Secara kronologis singkat, Syekh Nurjati lahir di Semenanjung Malaka. Setelah berusia dewasa muda pergi ke Mekah untuk menuntut ilmu dan berhaji. Syekh Nurjati pergi ke Bagdad dan menemukan jodohnya dengan Syarifah Halimah serta mempunyai putra- putri. Dari Bagdad beliau pergi berdakwah sampai di Pesambangan, bagian dari Nagari Singapura (sekarang Desa Mertasinga, Kabupaten Cirebon). Beliau wafat dan dimakamkan di Giri Amparan Jati.
Cerita tentang Syekh Nurjati dijumpai dalam naskah-naskah tradisi Cirebon yang merupakan bukti sekunder. Naskah-naskah tersebut berbentuk prosa, diantaranya : Carita Purwaka Caruban Nagari, Babad Tanah Sunda dan Sejarah Cirebon. Serta naskah yang berbentuk tembang di antaranya Carub Kanda, Babad Cirebon, Babad Cerbon terbitan S.Z. Hadisutjipto, Wawacan Sunan Gunung Jati, Naskah Mertasinga, Naskah Kuningan dan Naskah Pulasaren. Dari sekian banyak naskah hanya naskah Babad Cirebon terbitan Brandes saja yang tidak memuat tentang Syekh Nurjati. Sedangkan naskah tertua yang menulis tentang Syekh Nurjati dibuat oleh Arya Cerbon pada tahun 1706 M.

Syekh Nurjati di Tempat Kelahiran, Malaka, Pertengahan Abad ke-14

Syekh Nurjati ketika lahir dikenal dengan nama Syekh Datuk Kahfi, putra dari Syekh Datuk Ahmad, seorang ulama besar. Syekh Datuk Ahmad putra dari Maulana Isa, yang juga seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya. Syekh Datuk Ahmad mempunyai adik yang bernama Syekh Datuk Sholeh, ayahanda dari Syekh Siti Jenar (Abdul Jalil). Jadi Syekh Datul Kahfi adalah saudara sepupu dari Syekh Siti Jenar. Maulana Isa adalah putra dari Abdul Kadir Kaelani. Abdul Kadir Kaelani adalah putra dari Amir Abdullah Khanudin, keturunan Nabi Muhammad SAW generasi ke tujuh belas dari jalur Zaenal Abidin.
Syekh Datuk Kahfi memiliki dua orang adik, yaitu Syekh Bayanullah yang mempunyai pondok di Mekah, yang kemudian mengikuti jejak kakaknya berdakwah di wilayah Cirebon; serta seorang adik wanita yang menikah dengan Raja Upih Malaka. Buah dari perkawinan tersebut lahirlah seorang putri yang kelak menikah dengan Dipati Unus dari Demak.

Syekh Nurjati Menuntut Ilmu dan Pergi Haji ke Mekah

Sehubungan dengan lamanya Syekh Nurjati bermukim di Mekah, maka sebagian naskah menyatakan bahwa Syekh Nurjati berasal dari Mekah.

Syekh Nurjati Pergi ke Bagdad dan Menemukan Jodohnya dengan Syarifah Halimah

Setelah menuntut ilmu di Mekah, Syekh Nurjati mencoba mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan mengajarkannya di wilayah Bagdad. Di Bagdad Syekh Nurjati menikah dengan Syarifah Halimah, putri dari Ali Nurul Alim. Ali Nurul Alim putra dari Jamaludin al Husain dari Kamboja, yang merupakan putra dari Ahmad Shah Jalaludin, putra Amir Abdullah Khanudin. Jadi, Syekh Nurjati menikah dengan saudara secicit.
Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai empat orang anak, yakni Syekh Abdurakhman (yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran Panjunan), Syekh Abdurakhim (kelak bergelar Pangeran Kejaksan), Fatimah (yang bergelar Syarifah Bagdad), dan Syekh Datul Khafid (kadang-kadang disebut juga sebagai Syekh Datul Kahfi, sehingga membuat rancu dengan sosok ayahnya yaitu Syekh Datuk Kahfi, atau Syekh Nurjati di beberapa manuskrip yang lebih muda umurnya, contohnya Babad Cirebon Keraton Kasepuhan). Keempat anak tersebut dijamin nafkahnya oleh kakak Syarifah Halimah, Syarif Sulaiman yang menjadi raja di Bagdad (1). Syarif Sulaiman menjadi raja di Bagdad karena menikahi putri mahkota raja Bagdad.
Syekh Nurjati hidup pada abad pertengahan, antara abad 14-15 dan pernah bermukim di Bagdad (sekarang Bagdad merupakan ibukota Irak). Kondisi sosial ekonomi Bagdad pada rentang abad 14-15 sedang mengalami keemasan. Para filosof muslim mencapai puncak kejayaannya pada masa itu. Kondisi tersebut sangat memungkinkan ikut membentuk keluasan pikir Syekh Nurjati. Hal ini membantu kelancaran dakwahnya (2) .
Di Bagdad Syekh Nurjati hidup dan berumah tangga dan dikaruniai empat orang putra-putri. Kemudian Syekh Nurjadi diutus oleh Raja Bagdad untuk berdakwah di tanah Jawa serta menuruti suara hati nuraninya. Seraya memohon petunjuk kepada Allah SWT, Syekh Nurjati bersama istrinya, Syarifah Halimah pergi berkelana untuk berdakwah meninggalkan keempat anaknya yang masih kecil-kecil. Dalam perjalanannya, sampailah Syekh Nurjati di Pelabuhan Muara Jati dengan penguasa pelabuhan/ syahbandarnya bernama Ki Gedeng Tapa/ Ki Ageng Jumajan Jati. Sesampainya mereka di Pelabuhan Muara Jati, Syarifah Halimah berganti nama menjadi Nyi Ratna Jatiningsih/ Nyi Rara Api.

Syekh Nurjati Pergi Berdakwah ke Pesambangan

Perkampungan yang dekat dengan pelabuhan Muara Jati disebut Pesambangan. Diceritakan dalam Carita Purwaka Caruban Nagari, dalam Sejarah Banten, juga dalam Naskah Mertasinga, bahwa Syekh Nurjati/Syekh Idofi Mahdi/ Syekh Datuk Kahfi, mendarat di Muara Jati setelah pendaratan Syekh Quro dan rombongan. Syekh Nurjati bersama rombongan dari Bagdad sebanyak sepuluh orang pria dan dua orang perempuan tiba di Muara Jati. Rombongan ini diterima oleh Penguasa Pelabuhan Muara Jati, Ki Gedeng Tapa/Ki Mangkubumi Jumajan Jati sekitar tahun 1420 M. Syekh Nurjati mendapatkan ijin dari Ki Gedeng Tapa untuk bermukim di daerah Pesambangan(3), di sebuah bukit kecil yang bernama Giri Amparan Jati. Di tempat baru tersebut, Syekh Nurjati giat berdakwah sebagai dai’ mengajak masyarakat untuk mengenal dan memeluk agama Islam. Setelah mendengar tentang agama baru itu, orang-orang berdatangan dan menyatakan diri masuk Islam dengan tulus ikhlas. Semakin hari semakin banyak orang yang menjadi pengikut Syekh Nurjati(4).
Dalam interaksinya dengan masyarakat sekitar, akhirnya Syekh Nurjati menikah dengan Hadijah. Hadijah adalah cucu Haji Purwa Galuh (Raden Bratalegawa, orang pertama yang pergi berhaji dari Jawa Barat, yang saat itu masih bernama Kerajaan Galuh), janda dari seorang saudagar kaya raya yang berasal dari Hadramaut. Dengan pria tersebut Hadijah tidak dikaruniai putra, namun setelah pria tersebut meninggal dunia, Hadijah memperoleh seluruh harta warisan dari suaminya. Setelah suaminya meninggal dunia, Hadijah bersama kedua orang tuanya pulang ke Kerajaan Galuh dan menetap di Dukuh Pesambangan. Harta warisan tersebut digunakan Hadijah bersama suami barunya, yaitu Syekh Nurjati untuk membangun sebuah pondok pesantren yang bernama Pesambangan Jati.
Pernikahan Syekh Nurjati dengan Hadijah dikaruniai seorang putri yang bernama Nyi Ageng Muara, yang kelak menikah dengan Ki Gede Krangkeng. Krangkeng sekarang merupakan nama sebuah kecamatan di Kabupaten Indramayu.
Pondok Pesantren Pesambangan Jati adalah pondok pesantran tertua di wilayah Cirebon (saat itu masih bernama Nagari Singapura) dan pondok pesantren tertua kedua se-Jawa Barat (saat itu masih bernama Kerajaan Galuh), setelah Pondok Pesantren Quro di Karawang, yang didirikan oleh Syekh Quro (Syekh Hasanudin/ Syekh Mursahadatillah). Syekh Quro adalah saudara sepupu Syarifah Halimah. Syekh Quro adalah putra dari Dyah Kirana dengan Syekh Yusuf Sidik (Wali Malaka). Sedangkan Dyah Kirana adalah putri Imam Jamaludin al Husain dari Kamboja (kakek Syarifah Halimah).

Keterkaitan Syekh Quro dengan Syekh Nurjati dan Perkembangan Dakwah di Giri Amparan Jati

Syekh Quro merupakan utusan Raja Campa. Secara geneologis, Syekh Quro dan Syekh Nurjati adalah sama-sama saudara seketurunan dari Amir Abdullah Khanudin generasi keempat. Syekh Quro datang terlebih dahulu ke Amparan bersama rombongan dari angkatan laut Cina dari Dinasti Ming yang ketiga dengan Kaisarnya, Yung Lo (Kaisar Cheng-tu). Armada angkatan laut tersebut dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho alias Sam Po Tay Kam. Mereka mendarat di Muara Jati pada tahun 1416 M. Mereka semua telah masuk Islam. Armada tersebut hendak melakukan perjalanan melawat ke Majapahit dalam rangka menjalin persahabatan. Ketika armada tersebut sampai di Pura Karawang, Syekh Quro (Syekh Hasanudin) beserta pengiringnya turun. Syekh Quro pada akhirnya tinggal dan menyebarkan ajaran agama Islam di Karawang. Kedua tokoh ini dipandang sebagai tokoh yang mengajarkan Islam secara formal yang pertama kali di Jawa Barat. Syekh Quro di Karawang dan Syekh Nurjati di Cirebon (5).
Gerakan dakwah mereka berdua dapat terjalin secara harmonis dan berjalan saling bantu membantu. Syekh Quro mengirimkan orang kepercayaannya yang bergelar Penghulu Karawang, ke Dukuh Pesambangan, terbukti dengan adanya nisan makam Penghulu Karawang di Amparan Jati.

Keharmonisan dakwah antara Cirebon dan Karawang berlanjut dengan :

  • 1. Cucu Syekh Ahmad dari Nyi Mas Kedaton, bernama Musanudin. Kelak Musanudin menjadi lebai di Cirebon, memimpin Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada masa pemerintahan Susuhunan Jati (Sunan Gunung Jati). Sedang Syekh Ahmad merupakan anak dari Syekh Quro dengan Ratna Sondari, putri Ki Gedeng Karawang.
  • 2. Puteri Karawang memberikan sumbangan hartanya untuk mendirikan sebuah masjid di Gunung Sembung (Nur Giri Cipta Rengga) yang bernama Masjid Dog Jumeneng/ Masjid Sang Saka Ratu, yang sampai sekarang masih digunakan dan terawat baik.
  • 3. Pengangkatan juru kunci di situs makam Syekh Quro dikuatkan oleh pihak Keraton Kanoman Cirebon.
Diceritakan pada suatu waktu, Raden Pamanah Rasa (kelak menjadi Sri Baduga Maharaja, Raja Pajajaran, yang terkenal dengan sebutan Prabu Siliwangi) mengadakan perjalanan ke Pondok Pesantren Quro, Pulo Klapa, Telagasari, Karawang, yang dipimpin oleh Syekh Quro ( Syekh Mursahadatillah). Dalam pelawatan tersebut Raden Pamanah Rasa jatuh cinta kepada Puteri Subang Keranjang (Subang Larang), santriwati pesantren Syekh Quro, putri Ki Gedeng Tapa dari Singapura. Singapura adalah sebuah negara bagian dari Kerajaan Galuh yang dipimpin oleh Prabu Niskala Wastu Kancana. Raden Pamanah Rasa melamar sang puteri dan puteri Subang Karancang bersedia dinikahi dengan syarat Raden Pamanah Rasa masuk Islam dan diperkenankan mendidik keturunannya dengan ajaran Islam.
Dari perkawinan Raden Pamanah Rasa dengan Puteri Subang Keranjang lahirlah tiga orang putra yaitu Pangeran Walangsungsang, Nyi Mas Ratu Mas Rarasantang, dan Pangeran Raja Sengara/ Kean Santang.

Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rarasantang Datang ke Amparan Jati

Di kampung Pesambangan, Syekh Nurjati melakukan dakwah Islam. Karena menggunakan cara yang bijaksana dan penuh khidmat dalam mengajarkan agama Islam, maka dalam waktu relatif singkat pengikutnya semakin banyak, hingga akhirnya pengguron kedatangan Pangeran Walangsungsang beserta istrinya Nyi Indang Geulis/ Endang Ayu dan adiknya, Nyi Mas Ratu Rarasantang yang bermaksud ingin mempelajari agama Islam (6).
Mereka adalah cucu dari syahbandar pelabuhan Muara Jati dari jalur ibunya. Kedatangan mereka ke Gunung Jati di samping melaksanakan perintah ibundanya sebelum meninggal, juga bermaksud sungkem kepada eyangnya Ki Gedeng Tapa. Kepergian mereka ke Pangguron Gunung Jati tanpa seizin ayah mereka, Prabu Siliwangi (7). Karena Prabu Siliwangi kembali memeluk agama Budha setelah Nyi Subang Larang meninggal dunia. Tetapi kedua putra-putrinya itu sudah dididik dan diberi petunjuk oleh almarhum ibunya agar memperdalam agama Islam di Pangguron Gunung Jati. Akhirnya mereka pun menuntut ilmu dan memperdalam agama Islam, menjadi santri Syekh Nurjati di Pesambangan Jati. Pada saat mereka bertiga diterima menjadi santri baru, Syekh Nurjati berdoa, “ Wahai Tuhan kami, jadikanlah kami orang-orang yang menghidupkan agama Islam mulai hari ini hingga hari kemudian dengan selamat. Amin.”
Di antara murid-muridnya, murid yang tercatat sangat cerdas adalah Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rarasantang. Walaupun keduanya telah menjadi muslim sejak kecil, dan belajar ke Syekh Quro, tetapi ketika datang ke pesantren Syekh Nurjati keduanya dan Nyi Indang Geulis (istri Pangeran Walangsungsang), tetap diminta kembali mengucapkan kedua kalimah syahadat. Syekh Nurjati memberi pelajaran kepada mereka mulai dari yang sangat dasar (rukun Islam), tentang pelajaran tauhid sebagai dasar pondasi keimanan. Mengapa Syekh Nurjati melakukan metode pengajaran seperti kepada orang yang baru mengenal ajaran dasar Islam? Menururt Besta Basuki Kertawibawa, kemungkinan ada keraguan pada Syekh Nurjati terhadap kadar keimanan dan pengetahuan ketiganya tentang agama Islam. Hal ini dikarenakan Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rara Santang adalah putra-putri dari Raja Pajajaran yang beragama Hindu-Budha. Selain itu, pengalaman mereka tentang agama Islam masih dalam tahapan pemula (8).
Dalam naskan lainnya diterangkan, Syekh Nurjati mengajarkan membaca syahadat dengan arti dan maksud secara mendalam(9). Selain itu ada sebuah pesan yang berbunyi:
“Apabila engkau berhajat akan menghadapi seorang kikir, atau orang yang congkak, atau orang yang mempunyai utang yang dikhawatirkan akan berbuat jahat, bacalah sebuah doa yang artinya:
Wahai Tuhan, Engkau yang Maha Mulia dan Maha Besar dan saya adalah hamba-Mu yang rendah dan lemah yang tidak berkekuatan apa-apa melainkan dengan pertolongan-Mu. Wahai Tuhan tundukkanlah kepada saya (si fulan) seperti engkau menundukkan Firaun terhadap Nabi Musa as. Lunakkanlah hatinya seperti engkau telah melunakkan besi terhadap Nabi Daud as. Sesungguhnya tidak akan terjadi sesuatu melainkan dengan seizin-Mu. Nyawanya ada dalam genggaman-Mu. Syekh Nurjati memberi wejangan tentang agama Islam yang diawali oleh firman Allah yang berbunyi: Yaa ayyuhalladzina aamanu udkhulu fissilmi kaffah (hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam agama Islam secara keseluruhan). Kemudian, ia menjelaskan kandungan pokok ajaran Islam, yakni salat lima waktu, zakat, shaum (puasa), ibadah haji, umrah, perang sabil, ajakan ke arah kebajikan, serta menolak kemunkaran. Selain itu, ia memberikan berbagai macam ilmu, antara lain, ilmu ushuluddin (pokok-pokok agama), ilmu fiqih (aturan hukum keagamaan), dan ilmu tasawuf (penyucian diri)” (10).
Ajaran Perang Sabil dari Syekh Nurjati, dilaksanakan oleh Pangeran Walangsungsang dalam banyak pertempuran sampai tahun terakhir menjelang kewafatannya.
Wejangan lain Syekh Nurjati adalah tentang agama Islam dan makna yang terkandung dalam azimat yang telah diperoleh Walangsungsang. Ringkasan ceritanya sebagai berikut:
  • Setelah ajaran tentang keimanan diberikan, maka pelajaran secara bertahap terus diberikan. Misalnya pelajaran ilmu fikih sebagai sarana untuk melaksanakan syariat agama Islam. Pelajaran ini mesih dalam taraf yang mendasar sebelum ajaran tentang tarikat, hakikat, dan makrifat. Syekh Nurjati adalah seorang ulama yang menganut mazhab fikiih Imam Syafi’i ( Mazhab Syafi’i). Menurut Rama Guru Pangeran Nurbuat,(11) tarekat Syattariah masuk ke wilayah Cirebon dibawa oleh Syekh Nurjati.
  • Dari pertemuan dengan Syekh Nurjati, Pangeran Walangsungsang, istri, dan adiknya mendapat anugrah ilmu yang sangat tinggi. Nama Gunung Jati muncul karena cerita pertemuan Walangsungsang dengan Syekh Nurjati di Gunung Jati. Di hadapan Syekh Nurjati, Pangeran Walangsungsang, Nyi Mas Ratu Rarasantang, dan Indang Ayu dengan khusuk menekuni wejangan-wejangan yang diterimanya, yakni tentang dua kalimah syahadat, salawat dan dzikir, zakat fitrah dan munggah (ibadah) haji, puasa dibulan Ramadhan, salat lima waktu, dan membaca al Qur’an, kitab fikih dan tasawuf. Inilah di antara ajaran yang diterima dari Syekh Nurjati (12).
  • Sebelum menjadi santri Syekh Nurjati, Pangeran Walangsungsang, Nyi Mas Ratu Rarasantang, adiknya, serta Nyi Indang Geulis (istrinya) telah terlebih dahulu berguru kepada para pendeta Budha di beberapa tempat, yang berarti mempelajari ilmu-ilmu di luar ilmu-ilmu Islam.
  • Setelah tiga tahun menuntut ilmu, Pangeran Walangsungsang diberi nama Somadullah oleh Syekh Nurjati. Pada saat memberikan nama Somadullah, Syekh Nurjati memberi nasehat berupa reinterpretasi ajaran-ajaran non-Islam dari para guru Pangeran Walangsungsang sebelumnya, menurut sudut pandang Islam. Hal ini terungkap pada saat Syekh Nurjati memberikan wejangan kepada ketiga orang tersebut, yaitu sebagai berikut :
“Hai Somadullah, sesungguhnya engkau memperoleh rahmat Islam itu memang sudah kepastian sejak zaman azali, dan engkau disuruh datang ke Gunung Merapi dan bertemu dengan Sang Hyang Danuwarsih itu mengandung hikmat yang penting ialah bahwa engkau akan bertemu dengan alim ulama yang menjadi warisan ambiya. Dalam pertemuan dengan Sang Hyang Danuwarsih, engkau berhasil menerima pusaka berupa Cincin Ampal yang kepentingannya ialah untuk mengetahui perkara gaib dan dapat digunakan untuk “merawat” sesuatu dengan keadaan selamat". Nama ampal itu diambil dari perkataan fa’ti bi maa anfaan naasa, artinya : usahakanlah apa yang sekiranya membawa manfaat bagi manusia. Dan engkau menerima Baju Kamemayan yang antara lain kepentingannya ialah agar engkau disegani dan disayang oleh segenap makhluk. Itu memang betul karena pada baju tersebut ada tulisan yang artinya begini, ‘barang-siapa yang takut kepada Allah, Allah akan memberinya jalan keluar dari kesempitan hidupnya dan memberi rejeki dengan tak diduga-duga dan tanpa susah payah. Kalau engkau ingin jangan dibenci orang, pegang teguhlah ayat tersebut untuk pedoman dalam langkah hidupmu, dan engkau menerima lagi Baju Pengabaran yang antara lain kepentingannya engkau tidak mempunyai rasa takut menghadapi musuh yang bagaimanapun banyaknya, karena pada baju tersebut ada tulisan yang artinya : “Dan berbaktilah kepada Tuhanmu hingga saat ajalmu datang”. Sedangkan, orang yang berpegang pada ayat tersebut dengan keyakinan yang teguh, ia akan mempunyai keteguhan hati dalam menghadapi musuh yang bagaimana pun. Lalu engkau menerima pula Baju Pengasihan yang gunanya agar semua mahluk, baik jin maupun setan siluman apa saja tunduk kepadamu. Itu betul, jika engkau ingin ditakuti oleh semua mahluk, amalkanlah ayat tersebut.
Selain dari Sang Hyang Danuwarsih, engkau mendapat pula beberapa pusaka dari Sang Hyang Naga berupa azimat Ilmu Kadewa. Namanya itu diambil dari perkataan Dawaa ud diini, artinya, obatnya agama ; dalam hal ini dimaksud bahwa orang yang beragama itu harus berilmu. Ada syair Arab yang artinya, “ Barang-siapa yang berbuat sesuatu tidak didasarkan ilmu, amal perbuatannya itu tidak akan diterima oleh Allah”. Sedikit keterangan bahwa orang yang memegang agama itu sama dengan orang yang memegang negara. Apabila ia dapat memegang agama, ia akan dapat memegang negara, tetapi tidak sebaliknya orang yang dapat memegang negara, belum tentu ia akan dapat memegang agama.
Selanjutnya Syekh Nurjati berkata kepada Somadullah, “Engkau menerima pula dari Sang Hyang Naga berupa Ilmu Kapilisan, yang diambil dari perkataan falaysa lil insaani nisyaanudz dzikri, yang artinya tidak patut bagi seorang manusia melupakan dzikir kepada Allah SWT Makna lebih lanjut dari Ilmu Kapilisan adalah kirang mimang ing batuk ingsun sari sedana ing lambe ingsun amanat pengucapan ingsun iku wong sekabeh tua gede cilik pada welas pada asih kabeh maring ingsun kelawan berkahe kalimat llaa ilaha illallahu muhammadur rosulullahi. Doa ini hendaknya dibaca dengan tekad yang bulat turut pada ketika membaca kalimat toyyibah, hendaknya seluruh jiwa raga dihadapkan kepada Allah dan setelah doa itu selesai dibaca lalu diusapkan ke dahi. Selain itu, engkau diberi juga Ilmu Keteguhan, diambil dari perkataan falainsa lil gonisi bakhilun, artinya tidak patut pagi seorang kaya untuk berlaku kikir. Lalu, engkau diberi pula golok cabang yang ia dapat berbicara dan dapat terbang. Dapat mengalahkan kekuatan singa, dapat menghancurkan gunung yang gagah perkasa, dan dapat pula mengeringkan air laut yang sedang meluap-luap. Nama golok cabang itu berasal dari perkataan khuliqo lisab’ati asyyaa-a”, artinya dijadikan untuk tujuh perkara. Maksudnya jika engkau menghendaki mendapatkan apa yang engkau kehendaki, engkau harus menghadapi ketetapan anggota badan yang tujuh, ialah anggota sujud. Jelasnya, jika engkau ingin mencapai segala sesuatu, hendaknya engkau tunduk sujud kepada Allah.
Selanjutnya engkau sampai di Gunung Kumbang dan bertemu dengan Sang Hyang Naga, kemudian engkau diberinya macam-macam azimat .....diikuti tutur katanya. Kemudian engkau diberi azimat Ilmu Kesakten guna keselamatan agar tutur katamu dituruti. Kemudian engkau diberinya lagi azimat Limunan untuk dapat bersembunyi di dalam terang, artinya jangan mempunyai perasaan benar sendiri. Kemudian engkau diberi azimat yang diberi mana Aji Titi Murti, berasal dari kata fa’ti bi maa umirta; kerjakanlah olehmu segala perintah yang baik-baik, agar dapat mengusahakan segala sesuatu yang rumit-rumit dan sesuatu yang sukar-sukar menjadi mudah. Kemudian, engkau diberi lagi azimat Aji Dwipa guna mengetahui dan memahami segala pembicaraan, seperti gunanya topong itu dipakai, maka engkau tidak akan dilihat manusia lagi. Kemudian engkau menerima pula Baju Pusaka Waring yang dapat digunakan untuk terbang, dan engkau menerima pusaka berupa Umbul-umbul Waring yang antara lain kepentingannya agar selamat rahayu dari senjata musuh dan dapat melemahkan tenaga-tenaga musuh. Artinya, bila tidak ingin kelihatan segala rahasia dan keburukan oleh orang lain harus mengikuti ucapan : ud’u lillahi ala jami’annasi bittaqwa; ajaklah semua manusia untuk melakukan taqwa kepada Allah. Baju Pusaka Waring bertuliskan qolbul khosi’i mabruuurun; artinya hati seorang yang khusyu’ dapat diterima oleh Tuhan. Umbul-umbul Waring memiliki tulisan : ‘Hai manusia, carilah harta benda dengan cara yang sebaik-baiknya, jangan asal memperoleh saja. Azimat Panjang dari Ratu Bangau artinya dalam menyebarkan agama Islam akan dibantu oleh para wali; Pendil petunjuk kearah agama yang hak dan Bareng artinya dalam segala aktivitas harus mengikuti tiga perkara : syariat, tarekat, dan makrifat (13).”
Syekh Nurjati bukan saja memberi bekal kehidupan dan hidup sesudah mati pada Pangeran Walangsungsang, adik dan istrinya, tetapi ia mampu mengubah kepribadian sang anak raja tersebut menjadi seorang pahlawan yang tidak hanya suka hidup dalam kemewahan sebagai putra raja, tetapi menjadi sosok pribadi pejuang yang saleh dan tangguh. Syekh Nurjati merasa Pangeran Walasungsang bersama adiknya Nyi Mas Ratu Rarasantang dan istrinya, Nyi Indang Geulis, telah berguru di pengguron Islam Gunung Jati telah memiliki keteguhan iman. Setelah memberi nasehat, Syekh Nurjati memerintahkan Pangeran Walangsungsang, Nyi Mas Ratu Rarasantang dan Nyi Endang Ayu untuk membuka perkampungan baru di selatan Gunung Jati untuk penyiaran agama Islam.

Syekh Nurjati Memerintahkan Pangeran Walangsungsang Membuka Perkampungan

Setelah menerima wejangan dari Syekh Nurjati dan seizin kakeknya (Ki Gedeng Tapa), Somadullah memilih kawasan hutan di kebon pesisir, di sebelah selatan Gunung Jati, yang disebut Tegal Alang-alang atau Lemah Wungkuk. Di kawasan tersebut ternyata telah bermukim Ki Danusela, adik Ki Danuwarsih (mertua Somadullah).
Setibanya di tempat yang dituju, mereka bertemu dengan seorang lelaki tua bernama Ki Pengalangalang dan mengucapkan kalimat: Lamma waqo’tu; ketika saya telah tiba. Ucapan Pangeran Walangsungsang tersebut kemudian menjadi nama Lemah Wungkuk. Ki Pengalangalang menyambut mereka dan mengakui ketiga orang yang datang tersebut anaknya.
Keesokan harinya, setelah salat Subuh, Pangeran Walangsungsang alias Somadullah mulai bekerja membabat hutan hingga ke pedalaman yang dipenuhi binatang buas. Untuk memperoleh keselamatan, Somadullah mengucapkan kalimat: fa anjayna; artinya, aku telah selamat. Karena itu, tempat yang dibabatnya kemudian bernama Panjunan asal kata dari fa-anjayna. Demikian pula tempat-tempat lain dinamai berdasarkan hal-hal yang dialami oleh Pangeran Walangsungsang; antara lain, pekerjaan membabat hutan diteruskan hingga ke tempat yang tidak diketahui lagi. Setelah berdoa kemudian tampak ada jalan, ia berucap: fasyamula; artinya, maka mengetahuilah. Dari ucapan ini lahirlah tempat yang bernama Pasayangan; ketika di suatu tempat ia berfikir kemudian mengucapkan; fakkarnaa; artinya, aku berpikir, tempatnya disebut Pekarungan yang berasal dari kata fakkarnaa. Ketika tiba di suatu tempat yang menyenangkan, ia berucap fa amma sirri jamarin samarin, sesungguhnya perasaanku merasa senang karenanya tempat tersebut dinamakan Gunung Sari dan Dukuh Semar. Di suatu tempat yang apabila sudah menjadi perkampungan mudah memperoleh rizki, ia mengucapkan doa farjanaa, artinya, Ya Allah berilah rizki pada hamba, sehingga tempat tersebut dinamakan Parujakan. Di suatu tempat ketika ia tidak ingat apa-apa, ia berucap: fakholanaa, artinya, aku lupa, tempat tersebut kemudian disebut Pekalangan. Ketika ia mendapat petunjuk, ia berucap: fahandaasna (faha-dayna), aku mendapat petunjuk, menjadi tempat bernama Pandesan. Ketika di suatu tempat ia merasa senang, ia berucap: rokibuna rumata illaihi farihin, yang kemudian menjadi tempat bernama Kebon Pring. Ketika ia melihat dua tanda dari dua Kanoman dan Kasepuhan, ia berucap: farutu aajataini, artinya aku melihat dua tanda sehingga tempatnya tersebut Anjatan. Ketika di suatu tempat ia melihat ada musuh di depannya, ia berkata: falaa sasaraynaa; artinya, aku tidak terus berjalan sehingga tempat tersebut dinamakan Pulasaren dan di dekatnya dinamakan Jagasatru, musuh yang berjaga-jaga (14).
Pada tanggal 14 bagian terang bulan Carita tahun 1367 Saka atau Kamis tanggal 8 April tahun 1445 Masehi, bertepatan dengan masuknya penanggalan 1 Muharam 848 Hijriyah, Pangeran Walangsungsang alias Somadullah dibantu 52 orang penduduk, membuka perkampungan baru di hutan pantai kebon pesisir (15).
Dengan semangat tinggi dan ketekunannya, Pangeran Walasungsang dapat menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai pembuatan pendukuhan yang semula Tegal Alang-Alang atau Kebon Pesisir diberi nama Caruban Larang dengan kuwu pertama adalah Ki Danusela. Sedangkan Ki Somadullah menjadi pangraksabumi yang bertugas memelihara tanah pemukiman dengan julukan Ki Cakrabumi.
Somadullah/ Ki Cakrabumi adalah pada siang hari bekerja membabat hutan dan pada malam hari bekerja mencari ikan di tepi laut, sementara istri dan adiknya bekerja menumbuk rebon (udang kecil) untuk dibuat terasi. Perkampungan yang dibangun Somadullah berkembang menjadi perkampungan besar yang disebut Grage, yang berarti negara gede.
Perkampungan Somadullah dan usahanya membuat terasi diketahui oleh Raja Galuh. Ia mengutus patihnya untuk menyelidiki perkampungan di pesisir pantai yang ada di bawah kekuasaan Kerajaan Galuh. Apabila rakyatnya telah mencapi 69 orang, perkampungan tersebut telah menjadi sebuah desa dan diharuskan membayar pajak setiap tahun serta mempersembahkan tumbukan rebon halus sewakul (sekitar 45 kilogram). Dalam pertemuan antara utusan Raja Galuh dan Somadullah dibicarakan status perkampungan baru yang ternyata telah dihuni oleh 70 orang penduduk sehingga perlu dibentuk satu desa di bawah pimpinan seorang kuwu (kepala desa). Desa tersebut kemudian dipimpin oleh Ki Pangalangalang sebagai kuwu karena Cakrabumi tidak bersedia menjadi kuwu. Selesai upacara pengukuhan kuwu, diadakan perjamuan. Rombongan Kerajaan Galuh menikmati garagal (tumbukan) rebon beserta air rebon. Utusan kerajaan Galuh sangat menikmati air rebon yang dalam bahasa sunda disebut Cairebon, dari kata cai dan rebon (16). Ketika Ki Pangalangalang meninggal, ia diperlakukan secara Islam oleh Ki Cakrabumi. Perlakuan jenazah secara Islam ini merupakan awal dari penyebaran ajaran Islam kepada penduduk Cirebon. Sejak itu, setiap malam diadakan pengajian oleh Ki Cakrabumi. Sepeninggal Ki Pangalangalang, datanglah utusan karajaan Galuh untuk mengganti kedudukan Ki Pangalangalang sebagai kuwu Cirebon. Melalui kesepakatan, akhirnya Ki Cakrabumi terpilih sebagai Kuwu Cirebon menggantikan Ki Pangalangalang dan mendapat gelar Cakrabuana memerintah 457 orang penduduk desa Cirebon.
Pangeran Walangsungsang ketika membuka pedukuhan juga mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Masjid Pejelagrahan (asal kata dari jala-graha yang artinya rumah di atas laut). Sekarang letak masjid tersebut sekarang berada tepat di sebelah luar dinding Keraton Kasepuhan, di Kelurahan Kasepuhan, Kota Cirebon.
Seusai membangun pedukuhan, Syekh Nurjati menemui Pangeran Walangsungsang di Kebon Pesisir, kemudian menyarankan Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rarasantang untuk pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji dan disarankan terlebih dahulu menemui Syekh Ibrahim di Campa. Keduanya menuruti nasehat Syekh Nurjati dan berhasil menemui Syekh Ibrahim di Campa.
Di Campa Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rarasantang menerima wejangan dari Syekh Ibrahim, selanjutnya Syekh Ibrohim menyuruh keduanya untuk melanjutkan perjalanan ke Mekah. Selama di Mekah, keduanya tinggal di pondok Syekh Bayanullah, adik Syekh Nurjati dan berguru kepada Syekh Abuyazid (17) .
Setelah berhaji, Nyi Mas Ratu Rarasantang bergelar Nyi Haji Syarifah Mudaim dan Pangeran Walangsungsang bergelar Haji Abdullah Iman. Akhirnya Nyi Mas Ratu Rarasantang dipersunting oleh Raja Mesir, Maulana Sultan Mahmud/Syarif Abdullah.
Tak lama kemudian, pernikahan antara Syarifah Mudaim dan Syarif Abdullah dilangsungkan di kerajaan Bani Israil yang disaksikan oleh Haji Abdullah Iman dan alim-ulama beserta pembesar kerajaan (18). Syarifah Mudaim berharap dapat melahirkan anak yang bisa mengislamkan tanah Jawa. Hasil pernikahan Nyi Rara Santang ini lahirlah Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Syarif Nurullah meneruskan memimpin kerajaan ayahandanya, sementara Syarif Hidayatullah berniat mensyiarkan Islam di tanah Jawa.

Syekh Bayanullah (Adik Syekh Nurjati) Mendirikan Pondok Pesantren Quro di Kuningan

Syekh Bayanullah tiba di Cirebon bersama Syekh Bentong (putra Syekh Quro Karawang) setelah menunaikan ibadah haji. Syekh Bayanullah mendirikan Pondok Pesantren Quro di Desa Sidapurna, Kuningan, setelah menikah dengan Nyi Wandasari, putri Surayana, penguasa Sidapurna. Surayana adalah putra Prabu Niskala Watu Kancana dari istri ketiganya. Dari perkawinan itu lahirlah Maulana Arifin. Maulana Arifin kelak berjodoh dengan Ratu Selawati, Penguasa Kuningan. Ratu Selawati adalah adik Jayaraksa (Ki Gedeng Luragung) serta kakak Bratawijaya (Arya Kemuning). Mereka adalah cucu Sri Baduga Maharaja yang kelak di-Islamkan oleh uwaknya Pangeran Walangsungsang (19).

Kedatangan Pangeran Panjunan

Bagian ini diselingi oleh cerita Sultan Sulaeman di Negeri Bagdad yang dilanda kegundahan karena anaknya yang bernama Syarif Abdurrahman dan adik-adiknya, Syarif Abdurrakhim, Syarifah Bagdad dan Syarif Khafid mempelajari Ilmu Tasawuf yang tidak disukai oleh Sultan Sulaeman dan suka bermain rebana, yang kelak menjadi cikal bakal kesenian Brai di Cirebon. Akhirnya, Syarif Abdurrahman diusir dari kerajaan. Syarif Abdurrahman mengadukan pengusiran ayahnya kepada gurunya, Syekh Juned. Menurut Syekh Juned, tidak ada tempat lain yang harus dituju kecuali Cirebon, tempat yang tentram dan di masa yang akan datang akan diduduki oleh para wali.
Sementara itu Haji Abdullah Iman berniat kembali ke tanah Jawa. Dalam perjalanan kembali ke tanah Jawa, ia mengunjungi Syekh Ibrahim Akbar di Campa dan dijodohkan dengan putrinya dan di bawa pulang ke Cirebon (18). Kelak keduanya dikaruniai tujuh orang putri yang setelah dewasa bermukim di beberapa tempat menjadi sesepuh desa.
Haji Abdullah Iman membangun sebuah keraton di Cirebon yang diberi nama Keraton Pakungwati yang diambil dari nama anaknya yang baru lahir buah perkawinannya dengan Nyi Indang Geulis. Setelah pembangunan keraton selesai, Haji Abdullah Iman diangkat oleh ayahnya, Prabu Siliwangi, menjadi Ratu Sri Mangana dan diberi payung kebesaran.
Syarif Abdurrakhman yang diusir ayahnya dari Bagdad melakukan perjalanan menuju Cirebon sesuai dengan saran gurunya, Syekh Juned. Ia ditemani oleh tiga orang adiknya dan 1.200 orang pengikutnya yang diangkut dengan empat buah kapal. Akhirnya mereka tiba di Caruban. Setibanya di Caruban, mereka langsung menghadap Pangeran Walangsungsang Cakrabuana dan minta izin untuk tinggal di Caruban. Kemudian diizinkan dan ditempatkan di daerah Panjunan dan Syarif Abdurrakhman ini dikenal dengan sebutan Pangeran Panjunan (20). Di tempat tersebut, Pangeran Panjunan bersama para wali mendirikan sebuah masjid, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Merah Panjunan.
Masjid Panjunan selain memiliki keunikan berwarna merah, juga memilki keunikan lain. Arsitektur pada gapura masjid tersebut asimetri dan memilki candrasengkala berupa srimpedan, yang juga dimiliki oleh Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Sedangkan Syarif Abdurrakhim bertempat tinggal di Kejaksan dan bergelar Pangeran Kejaksan serta membuat masjid di tempat tersebut.
Mereka bertemu ayahandanya, Syekh Nurjati di Gunung Jati. Syarif Khafid dan Syarifah Bagdad menetap di Gunung Jati (21).Syarifah Bagdad kelak menikah dengan Syarif Hidayatullah dan menjadi sekretaris pribadi dalam hal masalah keagamaan sehingga bergelar Nyi Mas Penatagama Pesambangan yang sangat alim dan berakhlak mulia, sehingga Sunan Gunung Jati sangat mencintainya dan putranya diangkat menjadi putra mahkota. Namun kedua putranya baik Pangeran Jaya Kelana maupun Pangeran Brata Kelana, meninggal/ syahid dalam usia muda.

Wejangan Syekh Nurjati Kepada Syarif Hidayatullah dan Para Wali

Setelah berkelana menemui para wali di Jawa, Syarif Hidayatullah pada tahun 1475 (Ada naskah yang menyebut 1470) mendarat di Amparan Jati dan menemui uwaknya (Pangeran Walangsungsang) yang pada saat itu menjadi Kuwu Cirebon. Uwaknya sangat gembira atas kedatangan keponakannya tersebut dan mendukung niatnya. Tetapi sebelumnya Pangeran Walangsungsang memberi nasihat agar sebelum melakukan syiar Islam, terlebih dahulu menemui Ki Guru, yakni Syekh Nurjati di Gunung Jati. Syarif Hidayat agar meminta nasihat dan petujuk, bagaimana dan apa yang harus dilakukan. Akhirnya, mereka berdua berangkat menuju Gunung Jati menemui Syekh Nurjati selama tiga hari tiga malam. Di tempat Syekh Nurjati mereka menerima wejangan-wejangan yang berharga. Antara lain, Syekh Nurjati berkata:
”Ketahuilah bahwa nanti di zaman akhir, banyak orang yang terkena penyakit. Tiada seorangpun yang dapat mengobati penyakit itu, kecuali dirinya sendiri karena penyakit itu terjadi akibat perbuatannya sendiri. Ia sembuh dari penyakit itu, kalau ia melepaskan perbuatannya itu. Dan ketahuilah bahwa nanti di akhir zaman, banyak orang yang kehilangan pangkat keturunannya, kehilangan harga diri, tidak mempunyai sifat malu, karena dalam cara mereka mencari penghidupan sehari-hari tidak baik dan kurang berhati-hati. Oleh karena itu sekarang engkau jangan tergesa-gesa mendatangi orang-orang yang beragama Budha. Baiklah engkau sekarang menemui Sunan Ampel di Surabaya terlebih dahulu dan mintalah fatwa dan petunjuk dari beliau untuk bekal usahamu itu. Ikutilah petunjuk beliau, karena pada saat ini di tanah Jawa baru ada dua orang tokoh dalam soal keislaman, ialah Sunan Ampel di Surabaya dan Syekh Quro di Karawang. Mereka berdua masing-masing menghadapi Ratu Budha, yakni Pajajaran Siliwangi dan Majapahit. Maka sudah sepatutnyalah sebelum engkau bertindak, datanglah kepada beliau terlebih dahulu. Begitulah adat kita orang Jawa harus saling menghargai, menghormati antara golongan tua dan muda. Selain itu, dalam usahamu nanti janganlah kamu meninggalkan dua macam sembahyang sunah, yaitu sunah duha dan sunah tahajud. Di samping itu, engkau tetap berpegang teguh pada empat perkara, yakni syare’at hakekat, tarekat, dan ma’rifat” (22).
Demikian wejangan dari Syekh Nurjati kepada Syarif Hidayatullah. Syekh Nurjati adalah tokoh utama penyebar agama Islam yang pertama di Cirebon. Tokoh yang lain adalah Maulana Magribi, Pangeran Makdum, Maulana Pangeran Panjunan, Maulana Pangeran Kejaksan, Maulana Syekh Bantah, Syekh Majagung, Maulana Syekh Lemah Abang, Mbah Kuwu Cirebon (Pangeran Cakrabuana), dan Syarif Hidayatullah. Pada suatu ketika mereka berkumpul di Pasanggrahan Amparan Jati, di bawah pimpinan Syekh Nurjati. Mereka semua
murid-murid Syekh Nurjati. Dalam sidang  tersebut  Syekh Nurjati berfatwa kepada murid-muridnya:
”Wahai murid-muridku, sesungguhnya masih ada suatu rencana yang sesegera mungkin kita laksanakan, ialah mewujudkan atau membentuk masyarakat Islamiyah. Bagaimanakah pendapat para murid semuanya dan bagaimana pula caranya kita membentuk masyarakat Islamiyah itu?” (23).
Para murid dalam anggota sidang mufakat atas rencana baik tersebut. Syarif Hidayatullah berpendapat bahwa untuk membentuk masyarakat Islam sebaiknya diadakan usaha memperbanyak tabligh di pelosok dengan cara yang baik dan teratur. Pendapat ini mendapat dukungan penuh dari sidang, dan disepakati segera dilaksanakan (24). Sidang inilah yang menjadi dasar dibentuknya organisasi dakwah dewan Wali Songo.
Sebelum meninggal dunia, Syekh Nurjati berwasiat kepada anak bungsunya, Syekh Khafid, “Ana sira ana ingsun”, yang artinya ada kamu ada saya. Maksudnya adalah Syekh Nurjati berpesan bahwa Syekh Khafid adalah pengganati Syekh Nurjati apabila berhalangan. Wasiat inilah yang memperkuat anggapan bahwa seolah-olah Syekh Datuk Khafid adalah orang yang sama dengan Syekh Datul Kahfi (25).
Beberapa saat kemudian Syarif Hidayatullah menggantikan Syekh Datuk Kahfi/Syekh Nurjati yang meninggal dunia (26). Syarif Hidayatullah ketika menggantikan kedudukan sebagai guru dan da’i di Amparan Jati diberi julukan Syekh Maulana Jati, disingkat Syekh Jati.
Semasa hidupnya Syekh Nurjati senantiasa mengamanati setiap santri yang akan meninggalkan Pangguron, dengan perkataan ’’settana’’ artinya pegang teguhlah semua pelajaran yang diperoleh dari pengguron Islam Gunung Jati, jangan sampai lepas. Sejak saat itu orang menamakan Kampung Pesambangan dengan nama Settana Gunung Jati. Namun karena pada akhirnya Gunung Jati itu digunakan untuk pemakaman, terutama makam Syekh Nurjati sendiri, maka penduduk Jawa Barat yang sebagian besar berbahasa Sunda, sebutan settana diganti menjadi astana yang artinya kuburan. Walaupun demikian, penduduk yang berbahasa Jawa Cirebon masih banyak yang menyebutnya settana. Dengan demikian Kampung Pesambangan yang mencakup Gunung Jati sampai sekarang dinamakan Kampung atau Desa Astana. Sebagai bukti penghormatan umat Islam, yang berziarah ke Astana (baik ke komplek pemakaman Gunung Jati maupun komplek pemakaman Gunung
Mursahadatillah, dan secara khusus disampaikan kepada ruh pemimpin dan penghulu kami Syekh Datul Kahfi, dan kepada ruh Syekh Bayanillah, dan kepada seluruh ruh para wali, sultan, ahli kubur yang disemanyamkan di Gunung Jati dan Gunung Sembung, dan orang tua mereka, para pendoa mereka, dan orang-orang yang mengambil pelajaran dari mereka, Yaa Allah ....tolonglah kami semua dengan perantaraan (izin Allah, akan kemuliaan mereka, aku memohon (hanya) kepada Engkau, (memohon) barokah, syafaat, karomah (kemuliaan), ijasah (kelulusan dan pengakuan), dan keselamatan, segala sesuatu hanya milik Allah, bagi mereka Fatihah.

Kalau kita simak doa tersebut, maka ada penghormatan terhadap :

  • 1. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
  • 2. Nyi Mas Ratu Rarasantang (Syarifah Mudaim, ibunda Sunan Gunung Jati, Pendiri Caruban)
  • 3. Syarifah Bagdad/ Fatimah (Nyi Mas Penatagama Pesambangan, istri Sunan Gunung Jati, putri Syekh Nurjati)
  • 4. Pangeran Cakrabuana (paman Syarif Hidayatullah, pendiri Caruban)
  • 5. Syekh Quro/ Syekh Hasanudin (Syekh Mursahadatillah, pendiri Pondok Pesantren Karawang, Sahabat Syekh Nurjati )
  • 6. Syekh Nurjati (Syekh Datul Kahfi, guru Pangeran Walangsungsang dan Nyi Mas Ratu Rarasantang dan mertua Sunan Gunung Jati)
  • 7. Syekh Bayanillah (adik Syekh Datul Kahfi, pendiri Pondok Pesantren di Kuningan)
Kita bisa mencermati bahwa doa tersebut diatas ditujukan kepada sekelompok elit ulama perintis dakwah Islamiah di Cirebon.

Gapura Bersayap di Pintu Makam Syekh Nurjati

Syekh Nurjati meninggal dan dimakamkan di Gunung Jati. Sedangkan Syarif Hidayatullah meninggal di Gunung Jati sehingga disebut Sunan Gunung Jati, namun dimakamkan di Gunung Sembung, sebelah barat Gunung Jati.
Gapura bersayap di pintu makam Syekh Nurjati adalah sebagai penanda masuknya agama Islam di Cirebon. Model gapura ini merupakan salah satu karya adi luhung orang Cirebon, pada awal abad ke 15-17 Masehi. Karya adi luhung ini merupakan karya dekoratif yang sebenarnya lumrah di pesisir pantai utara Jawa.
Pintu yang ada di gapura bersayap Syekh Nurjati ini dapat melambangkan kematian. Artinya maut adalah gerbang yang akan dilalui oleh setiap manusia (ruh) untuk mencapai kehidupan berikutnya yang abadi. Pemaknaan pintu sebagi lambang kematian merupakan gambaran yang sangat tepat dan sesui dengan peribahasa Arab yang berbunyi : “ al mautu babun wa kullunaasi dakhiluhu”, maut adalah pintu dan setiap orang akan memasukinya.
Jika pintu bermakna kematian, maka gapura bersayap bisa menjadi makna perlambang bagi Malaikat Izrail. Artinya, kematian bisa disebut kematian yang sesungguhnya jika ruh seseorang sudah dibawa malaikat Izrail dan menurut Al Quran bahwa para malaikat itu bersayap (27).

Sumur Jalatunda

Di Pesambangan terdapat dua sumur tua peninggalan Syekh Nurjati, yakni sumur Jalatunda dan sumur Tegangpati. Sumur diartikan sebagai kirata basa : seumur atau sepanjang kehidupan. ”Jala” dari bahasa Arab ”jalla” yang berarti luhur atau agung, ”tundha” artinya titipan, sedangkan ”tegangpati” berarti serah jiwa (28).

Рођење: Mempunyai Pondok di Mekkah
Свадба: <7> Nyi Wandasari [Sunda-Galuh]
== Syekh Nurjati di Tempat Kelahiran, Malaka, Pertengahan Abad ke-14 == Syekh Nurjati ketika lahir dikenal dengan nama Syekh Datuk Kahfi, putra dari Syekh Datuk Ahmad, seorang ulama besar. Syekh Datuk Ahmad putra dari Maulana Isa, yang juga seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya. Syekh Datuk Ahmad mempunyai adik yang bernama Syekh Datuk Sholeh, ayahanda dari Syekh Siti Jenar (Abdul Jalil). Jadi Syekh Datul Kahfi adalah saudara sepupu dari Syekh Siti Jenar. Maulana Isa adalah putra dari Abdul Kadir Kaelani. Abdul Kadir Kaelani adalah putra dari Amir Abdullah Khanudin, keturunan Nabi Muhammad SAW generasi ke tujuh belas dari jalur Zaenal Abidin.
Syekh Datuk Kahfi memiliki dua orang adik, yaitu Syekh Bayanullah yang mempunyai pondok di Mekah, yang kemudian mengikuti jejak kakaknya berdakwah di wilayah Cirebon; serta seorang adik wanita yang menikah dengan Raja Upih Malaka. Buah dari perkawinan tersebut lahirlah seorang putri yang kelak menikah dengan Dipati Unus dari Demak.


Syekh Bayanullah (Adik Syekh Nurjati) Mendirikan Pondok Pesantren Quro di Kuningan

Syekh Bayanullah tiba di Cirebon bersama Syekh Bentong (putra Syekh Quro Karawang) setelah menunaikan ibadah haji. Syekh Bayanullah mendirikan Pondok Pesantren Quro di Desa Sidapurna, Kuningan, setelah menikah dengan Nyi Wandasari, putri Surayana, penguasa Sidapurna. Surayana adalah putra Prabu Niskala Watu Kancana dari istri ketiganya. Dari perkawinan itu lahirlah Maulana Arifin. Maulana Arifin kelak berjodoh dengan Ratu Selawati, Penguasa Kuningan. Ratu Selawati adalah adik Jayaraksa (Ki Gedeng Luragung) serta kakak
Bratawijaya (Arya Kemuning). Mereka adalah cucu Sri Baduga Maharaja yang kelak di-Islamkan oleh uwaknya Pangeran Walangsungsang
Титуле : Raja Baghdad
Syarif Sulaiman menjadi raja di Bagdad karena menikahi putri mahkota raja Bagdad.
547/4 <25+3> 11.1. Sunan Ampel / Raden Rahmat (Maulana Rahmatullah/Ali Rakhmatullah) [Azmatkhan]
Рођење: 1401, Champa
Титуле : Ampel, Susuhunan Ing Ngampeldenta
Свадба: <8> Dewi Condrowati / Nyai Ageng Manila [Champa]
Свадба: <9> Dewi Karimah [?]
Смрт: 1481, Masjid Ampel-Surabaya
== SUNAN AMPEL == Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad, menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: 22)SUNAN AMPEL bin 21) Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin 20)Sayyid Jamaluddin Al-
Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin 16) Sayyid Alwi Ammil
Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin 13) Sayyid Alwi bin 12) Sayyid Muhammad bin 
11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 8) Sayyid Isa bin 7) Sayyid Muhammad bin 6) Sayyid
Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 3) Imam Ali Zainal Abidin bin 2) Imam Al-Husain bin 
1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH.
Свадба: <10> Raden Ayu Arya Teja / Raden Ayu Haryo Tejo [Ronggolawe]
Свадба: <11> Putri Lembu Suro [?]
Професија : од 1401, Tuban, Adipati Tuban VII
Рођење: 1404, Persia
== SEJARAH SYEH SITI JENAR == Oleh: KH.Shohibul Faroji Al-Robbani
Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini, dilahirkan di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah Brit.
Syaikh Siti Jenar adalah seorang sayyid atau habib keturunan dari Rasulullah Saw. Nasab lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan ’Ali] bin Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid ’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid 'Ali Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid 'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid Muhammad An-Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.
Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak kecil ia berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya. Dan Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun.
Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. KesultananMalaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka.
Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad.
Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin Sayyid Ahmad.
Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yang pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyah ada 4 orang, yaitu:
  1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
  2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
  3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
  4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman.
Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At-Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy.
Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati selama 2 tahun.
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
Рођење: 1425изр, Champa
Свадба: <12> 5. Nyai Rara Santang / Hajjah Syarifah Mudaim [Pajajaran] b. 1426
Титуле : од 1471, Champa
Смрт: 1478
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
Рођење: 1483изр, Nasab Ke 23
Професија : (Qadhi & Mufti Kesultanan WajoPertama)
Титуле : Sultan Gowa Islam Ke1
Титуле : од 1593, Raja Gowa Ke 14
5320/4 <25> 11.2. Maulana Ishaq [Azmatkhan]
== Syekh Maulana Ishaq / Maulana Maghribi == Maulana Ishaq adalah saudara Syekh Ibrahim Asmoroqondi (ayah Sunan Ampel). Jadi beliau adalah anak dari Syekh Jumadil Qubro.Syekh Jumadil Qubro memiliki dua anakyang bersama-sama dengannya datang ke pulau Jawa.yaituMaulana IbrahimAsmoroqondi(Sunan Gesik) dan Maulana Ishaq. Syekh Jumadil Qubro kemudian tetap di Jawa, Maulana IbrahimAsmoroqondi ke Champa lalu ke Jawa, dan adiknya Maulana Ishaq mengislamkan Samudera Pasai dan Blam- bangan.Sayyid Maulana Ishak mempersunting putri Raja Blamban- gan Menak Sambuyu yang bernama Dewi Sekardadu, dan mempu­nyai seorang putera yang bernama Ainul Yakin atau Raden Paku (Sunan Giri).
Makam Syekh Maulana Ishaqal-Maghrobi berada di Desa Gedong- Ombo, Kecamatan Semanding, Tuban. Masuk Gang Syeh Maulana, perempatan pabrik kapur sebelum Pasar Baru Tuban. Sebutan SyekhMaulana al-Maghribi ini kemungkinan merupakan asal muasal nenek moyangnya, yaitu daerah Maghribi atau Maroko di Afrika Utara.Di area makamSyekh Maulana jugaterdapat makamHabib Abdul Qodir bin Alwy Assegaf dan Habib Idrus bin Salim.
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
== KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 19) == (Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)
I. Keseanehan ke 19 :
Putri China dibuang karena permaisuri Brawijaya yang bernama Dwarawati bermimpi dan takut keturunan China itu merebut kekuasaan (terdapat dihalaman 97)".
Jawaban Saya :
Aneh…, sosok Dwarawati dan putri China itu kadang suka disalah artikan, padahal sosok keduanya sama, sosok keduanya adalah satu, putri china yang dimaksud tersebut adalah Syarifah zaenab binti Ibrahim Asmorokondi. Syarifah Zaenab itu hijrah ke Palembang bukan dibuang, beliau adalah sosok wanita yang sangat dihormati Brawijaya 4, tidak mungkin Brawijaya 4 berani memperlakukan sosok Syarifah Zaenab secara sewenang wenang, apalagi Syarifah Zaenab adalah adik Sunan Ampel, sedangkan antara Brawijaya 4 dan Sunan Ampel hubungannya sangat baik, begitu juga dengan Walisongo lainnya, Syarifah Zaenab itu hijrah bukan dibuang, beliau hijrah karena situasi Majapahit memang sudah tidak kondusif lagi bagi diri dan anaknya, Majapahit sudah bobrok dan tinggal menunggu waktunya saja untuk jatuh, intrik sesama bangsawan sering terjadi, dan ini sangat tidak baik bagi kondisi Syarifah Zaenab dan Raden Fattah. Istri Brawijaya sendiri sangat banyak, dan ini dibuktikan dengan banyaknya anak yang berjumlah 100 orang (anak kandung) dan juga anak angkat dan anak tiri sebanyak 17 orang termasuk diantaranya adalah Arya Damar, Bondan Kejawan, Jaka Tarub, Syekh Bela Belu, Raden Fattah, Empu Supa, dan beberapa lagi yang lainnya. Tidak heran dengan anak yang jumlahnya sangat spektakuler ini sesama putra-putri dan permaisuri atau selir dari Brawijaya saling bersinggungan, dan ini kelak menjadikan kondisi keraton sangat penuh dengan berbagai ambisi, keinginan, intrik.
Jadi sangatlah aneh jika ada tuduhan jika Syarifah Zaenab itu mau merebut kekuasaan, aneh.....Syarifah Zaenab adalah muslimah yang baik yang justru hidupnya itu zuhud, kalau dia mau, dia bisa saja bertahan, namun karena dia melihat majapahit sudah tidak “sehat” lagi, maka beliau lebih memilih Palembang yang kondisinya stabil, lagipula pernikahan Brawijaya 4 dengan Syarifah Zaenab, adalah pernikahan yang tujuannya untuk melindungi keberadaan kehormatan dari Syarifah Zaenab. Perlu diketahui bahwa selama menikah, tidak pernah sekalipun Brawijaya 4 ini “mencampuri” istrinya tersebut, itu karena Brawijaya 4 sangat faham kedudukan dari seorang Syarifah Zaenab, sehingga tidak lama kemudian akhirnya Brawijaya 4 menyerahkan Syarifah Zaenab untuk dinikahi Arya Damar atau Arya Dillah yang ternyata juga seorang AZMATKHAN!!!. Memang jika dilihat dari neneknya, Syarifah Zaenab adalah keturunan Kaisar ming, namun dari garis ayahnya jelas ia adalah Azmatkhan. Syarifah Zaenab atau yang sering disebut putri China itu adalah ibu Raden Fattah. Raden Fattah sendiri sampai sekarang diyakini sebagai anak dari putri China seperti apa yang pernah diungkap oleh Gus Dur. Bahkan Prof Dr Slamet Mulyana dalam bukunya yang kontroversial yang berjudul Runtuhnya Kerajaan Majapahit dan timbulnya Kerajaan Islam Di Nusantara sempat mengangkat isu jika Walisongo dan keluarga Besar Raden Fattah itu adalah China, sehingga tidak lama kemudian, buku ini akhirnya dicekal dan sampai sekarang masih terus diperdebatkan, sialnya buku Slamet ini lagi lagi mengambil rujukan dari Babad Tanah Jawi dan juga naskah Residen Portman yang fiktif.
Sampai sekarang sejarah Raden Fattah selalu dikaitkan dengan bangsa China, baik itu di Palembang maupun di Demak atau beberapa daerah lainnya. Beberapa saat yang lalu saya juga pernah keberatan jika Raden Fattah dikatakan anak dari putri China, ini bukan masalah RAS apalagi anti China, tapi ini adalah masalah garis keturunan yang harus jelas dan terang benderang, namun ketika saya mempelajari ilmu tautan nasab, saya baru sadar dan merasa bodoh, ternyata dari apa yang saya pelajari tentang ilmu tautan nasab, bahwa Syarifah Zaenab, Sunan Ampel, Maulana Ishaq, Sayyid Fadhol Ali Murtadho yang merupakan pentolannya Walisongo memang mempunyai garis tautan nasab dengan etnis China terutama dari ibu mereka yang menikah dengan ayah mereka yang bernama Sayyid Ibrahim Zaenuddin Al Akbar As-Samarkandy. Sayyid Ibrahim As-Samarkandy atau Ibrahim Asmorokondi ini telah menikah dengan salah satu putri Kaisar dimasa Dinasti ming yang kebetulan saat itu berada di Champa. Champa memang saat itu merupakan wilayah yang sangat berhubungan erat dengan Kekaisaran Ming pada waktu itu. Dan kita juga harus faham, bahwa yang namanya tautan nasab ini pengaruhnya terkadang sangat dahsyat. Adanya tautan nasab bahkan bisa mempererat hubungan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain, hubungan tautan nasab bisa mempererat keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.Yang jelas ketika saya mengetahui bahwa Raden Fattah, Syarifah Zaenab, Sunan Ampel, Maulana Ishaq, Sayyid Fadhol Ali Murtadho seorang Azmatkhan namun ada darah Etnis China, saya malah bersyukur, karena dengan adanya tautan ini maka sayapun akhirnya bisa merasa dekat dengan bangsa yang satu ini, bahkan beberapa saat yang lalu ketika ada seorang ulama ditanya oleh beberapa dokter dari China dengan pertanyaan, “apakah Walisongo mempunyai hubungan silsilah dengan bangsa china?” ketika ulama itu menjawab ada, dan memberikan jawaban mengenai istri dari Sayyid Ibrahim Asmorokondi tersebut, para Dokter China tersebut sangat sumringah dan senang, karena ternyata negara mereka dengan negara kita ini masih memiliki hubungan garis silsilah melalui pemimpin bangsa mereka dimasa lalu....

KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 18)

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)
II. Keanehan ke 18 :
"Putri China dikatakan hamil 7 bulan kemudian diserahkan kepada Arya Damar/Arya Dillah (terdapat dihalaman 96)".
Jawaban saya :
Pada halaman sebelumnya dikatakan bahwa putri China tersebut hamil 3 bulan, dan sekarang berubah lagi menjadi 7 bulan, ada ketidak konsistenan terhadap pakem tulisan. Dan lagi-lagi kisah ini adalah kisah sesat menyesatkan karena sudah jelas, mana mungkin Arya Dillah menikahi wanita yang sedang hamil! sekalipun wanita itu belum dinikahi, jelas keberadaan wanita dirumahnya merupakan hal yang sangat tidak pantas dilakukan oleh pemimpin sekelas Arya Dillah. Arya Dillah adalah ulama dan penguasa. Mana mungkin dia menikahi wanita yang dalam kondisi hamil..Secara Syariat Islam ini adalah pernikahan yang tidak benar. Arya Dillah jelas tidak mungkin mau menikahi wanita yang sedang hamil, apapun alasannya, justru yang benar adalah Arya Dillah menikahi wanita ini dalam kondisi wanita ini suci dan anak ini sudah lahir. Dan tahukah anda, bahwa wanita tersebut adalah seorang Ahlul Bait, beliau bernama Syarifah Zaenab binti Ibrahim Asmorokondi. Saat pernikahan Syarifah Zaenab tidaklah hamil dan sudah melewati masa iddah. Saat menikah Syarifah Zaenab sudah punya naka, Anak tersebut adalah Raden Fattah.Cerita ini jelas sangat merendahkan martabat tokoh tokoh Islam pada masa itu, Arya Dillah sudah jelas dia adalah penguasa plus ulama, syarifah Zaenab adalah wanita muslimah yang juga alim, Brawijaya 4 dan Brawijaya 5 adalah dua raja yang hubungan dengan Walisongo cukup baik, jadi mana mungkin Brawijaya berbuat tidak terhormat seperti ini, sedangkan dia adalah seorang raja.yang sangat berwibawa dan terhormat...Sudah jelas pernikahan wanita hamil dengan seorang ulama adalah dusta besar, sekali lagi, buku ini benar benar sudah merusak nama baik keluarga besar Walisongo dan Azmatkhan..
Wallahu A’lam BIsshowab
6831/4 <32> 1. Syeik Quro / Maulana Hasanudin [Azmatkhan]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Syekh Quro ( Hasanuddin bin Yusuf ), Karawang

Biografi Ulama Nusantara
Menurut Babad Tanah Jawa, pesantren pertama di Jawa Barat adalah pesantren Quro yang terletak di Tanjung Pura, Karawang. Pesantren ini didirikan oleh Syekh Hasanuddin, seorang ulama dari Campa atau yang kini disebut Vietnam, pada tahun 1412 saka atau 1491 Masehi. Karena pesantrennya yang bernama Quro, Syekh Hasanuddin belakangan dikenal dengan nama Syekh Quro. Syekh Quro atau Syekh Hasanuddin adalah putra Syekh Yusuf Sidik.
Awalnya, Syekh Hasanuddin datang ke Pulau Jawa sebagai utusan. Ia datang bersama rombongannya dengan menumpang kapal yang dipimpin Laksamana Cheng Ho dalam perjalanannya menuju Majapahit. Dalam pelayarannya, suatu ketika armada Cheng Ho tiba di daerah Tanjung Pura Karawang. Sementara rombongan lain meneruskan perjalanan, Syekh Hasanuddin beserta para pengiringnya turun di Karawang dan menetap di kota ini. Di Karawang, Syekh Hasanuddin menikah dengan gadis setempat yang bernama Ratna Sondari yang merupakan puteri Ki Gedeng Karawang. Di tempat inilah, Syekh Hasanuddin kemudian membuka pesantren yang diberi nama Pesantren Quro yang khusus mengajarkan Alquran. Inilah awal Syekh Hasanuddin digelari Syekh Quro atau syekh yang mengajar Alquran. Dari sekian banyak santrinya, ada beberapa nama besar yang ikut pesantrennya. Mereka antara lain Putri Subang Larang, anak Ki Gedeng Tapa, penguasa kerajaan Singapura, sebuah kota pelabuhan di sebelah utara Muarajati Cirebon.
Puteri Subang Larang inilah yang kemudian menikah dengan Prabu Siliwangi, penguasa kerajaan Sunda Pajajaran. Kesuksesan Syekh Hasanuddin menyebarkan ajaran Islam adalah karena ia menyampaikan ajaran Islam dengan penuh kedamaian, tanpa paksaan dan kekerasan. Begitulah caranya mengajarkan Islam kepada masyarakat yang saat itu berada di bawah kekuasaan raja Pajajaran yang didominasi ajaran Hindu. Karena sifatnya yang damai inilah yang membuat Islam diminati oleh para penduduk sekitar. Tanpa waktu lama, Islam berkembang pesat sehingga pada tahun 1416, Syekh Hasanuddin kemudian mendirikan pesantren pertama di tempat ini.
Ditentang penguasa Pajajaran Berdirinya pesantren ini menuai reaksi keras dari para resi. Hal ini tertulis dalam kitab Sanghyang Sikshakanda Ng Kareksyan. Pesatnya perkembangan ajaran Islam membuat para resi ketakutan agama mereka akan ditinggalkan. Berita tentang aktivitas dakwah Syekh Quro di Tanjung Pura yang merupakan pelabuhan Karawang rupanya didengar Prabu Angga Larang. Karena kekhawatiran yang sama dengan para resi, ia pernah melarang Syekh Quro untuk berdakwah ketika sang syekh mengunjungi pelabuhan Muara Jati di Cirebon. Sebagai langkah antisipasi, Prabu Angga Larang kemudian mengirimkan utusan untuk menutup pesantren ini. Utusan ini dipimpin oleh putera mahkotanya yang bernama Raden Pamanah Rasa. Namun baru saja tiba ditempat tujuan, hati Raden Pamahan Rasa terpesona oleh suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Alquran yang dilantunkan Nyi Subang Larang. Putra mahkota yang setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran bergelar Prabu Siliwangi itu dengan segera membatalkan niatnya untuk menutup pesantren tersebut. Ia justru melamar Nyi Subang Larang yang cantik. Lamaran tersebut diterima oleh Nyi Santri dengan syarat maskawinnya haruslah Bintang Saketi, yaitu simbol "tasbih" yang ada di Mekah. Pernikahan antara Raden Pamanah Rasa dengan Nyi Subang Karancang pun kemudian dilakukan di Pesantren Quro atau yang saat ini menjadi Masjid Agung Karawang. Syekh Quro bertindak sebagai penghulunya.
Menyebar santri untuk berdakwah Tentangan pemerintah kerajaan Pajajaran membuat Syekh Quro mengurangi intensitas pengajiannya. Ia lebih memperbanyak aktivitas ibadah seperti shalat berjamaah. Sementara para santrinya yang berpengalaman kemudian ia perintahkan untuk menyebarkan Islam ke berbagai kawasan lain. Salah satu daerah tujuan mereka adalah Karawang bagian Selatan seperti Pangkalan lalu ke Karawang Utara di daerah Pulo Kalapa dan sekitarnya. Dalam penyebaran ajaran Islam ke daerah baru, Syekh Quro dan para pengikutnya menerapkan cara yang unik. Antara lain sebelum berdakwah menyampaikan ajaran Islam, mereka terlebih dahulu membangun Masjid. Hal ini dilakukan Syekh Quro mengacu pada langkah yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Saat itu beliau terlebih dahulu membangun Masjid Quba. Cara lainnya, adalah dengan menyampaikan ajaran Islam melalui pendekatan dakwah bil hikmah. Hal ini mengacu pada AlQuran surat An Nahl ayat 125, yang artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." Sebelum memulai dakwahnya, Syekh Quro juga telah mempersiapkan kader-kadernya dengan pemahaman yang baik soal masyarakat setempat. Ini dilakukan agara penyebaran agamanya berjalan lancar dan dapat diterima oleh masyarakat.
Hal inilah yang melatarbelakangi kesuksesan dakwah Syekh Quro yang sangat memperhatikan situasi kondisi masyarakat serta sangat menghormati adat istiadat penduduk yang didatanginya. Selama sisa hidup hingga akhirnya meninggal dunia, Syekh Quro bermukim di Karawang. Ia dimakamkan di Desa Pulo Kalapa, Kecamatan Lemah Abang, Karawang. Tiap malam Sabtu, makam ini dihadiri ribuan peziarah yang datang khusus untuk menghadiri acara Sabtuan untuk mendoakan Syekh Quro. Belakangan masjid yang dibangun oleh Syekh Quro di pesantrennya, kemudian direnovasi. Namun bentuk asli masjid -- berbentuk joglo beratap dua limasan, menyerupai Masjid Agung Demak dan Cirebon -- tetap dipertahankan.


SEJARAH MAKAM SYEKH QURO

Karawang pada masa Islam juga merupakan kawasan penting. Pelabuhan Caravan yang sudah eksis sejak masa Kerajaan Sunda tampaknya terus berperan hingga masa Islam. Salah satu situs arkeologi dari masa Islam di Karawang adalah makam Syech Quro. Menurut tulisan yang tertera pada panil di depan komplek makam, Nama lengkap Syech Quro adalah Syech Qurotul A’in. Menurut naskah Purwaka Caruban Nagari, Syech Quro adalah seorang ulama yang juga bernama Syeh Hasanudin. Beliau adalah putra ulama besar Perguruan Islam dari negeri Campa yang bernama Syech Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syech Jamaluddin serta Syech Jalaluddin ulama besar Mekah. Pada tahun 1418 datang di Pelabuhan Muara Jati, daerah Cirebon. Tidak lama di Muara Jati, kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan pesantren. Disebutkan bahwa letak bekas pesantren Syech Quro berada di Desa Talagasari, Kecamatan Talagasari, Karawang. Di Karawang dikenal sebagai Syech Quro karena beliau adalah seorang yang hafal Al-Quran (hafidz) dan sekaligus qori yang bersuara merdu. Sumber lain mengatakan bahwa Syech Quro datang di Jawa pada 1416 dengan menumpang armada Laksamana Cheng Ho yang diutus Kaisar Cina Cheng Tu atau Yung Lo (raja ketiga jaman Dinasti Ming). Tujuan utama perjalanan Cheng Ho ke Jawa dalam rangka menjalin persahabatan dengan raja-raja tetangga Cina di seberang lautan. Armada tersebut membawa rombongan prajurit 27.800 orang yang salah satunya terdapat seorang ulama yang hendak menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Mengingat Cheng Ho seorang muslim, permintaan Syech Quro beserta pengiringnya menumpang kapalnya dikabulkan. Syech Quro beserta pengiringnya turun di pelabuhan Karawang, sedangkan armada Cina melanjutkan perjalanan dan berlabuh di Pelabuhan Muara Jati Cirebon.
Syekh Quro atau Syekh Qurotul Ain Pulobata adalah pendiri pesantren pertama di Jawa Barat, yaitu Pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang pada tahun 1428.
Nama asli Syekh Quro ialah Syekh Hasanuddin atau ada pula yang menyebutnya Syekh Mursahadatillah. Beberapa babad menyebutkan bahwa ia adalah muballigh (penyebar agama) penganut madzhab Hanafi yang berasal dari Makkah, yang berdakwah di daerah Karawang dan diperkirakan datang ke Pulau Jawa melalui Champa atau kini Vietnam selatan.
Dalam menyampaikan ajaran Islam, Syekh Quro melakukannya melalui pendekatan yang disebut Dakwah Bil Hikmah, sebagaimana firman ALLAH dalam Al-Qur’an Surat XVI An Nahl ayat 125, yang artinya : “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan dengan pelajaran yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan mereka dengan cara yang terbaik”.
Sebagian cerita menyatakan bahwa pada Tahun 1409, Kaisar Cheng Tu dari Dinasti Ming memerintahkan Laksamana Haji Sampo Bo untuk memimpin Armada Angkatan Lautnya dan mengerahkan 63 buah Kapal dengan prajurit yang berjumlah hampir 25.000 orang untuk menjalin persahabatan dengan kesultanan yang beragama Islam.
Dalam Armada Angkatan Laut Tiongkok itu rupanya diikutsertakan Syekh Hasanuddin dari Campa untuk mengajar Agama Islam di Kesultanan Malaka, Sebab Syekh Hasanuddin adalah putra seorang ulama besar Perguruan Islam di Campa yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syekh Jamaluddin serta Syekh Jalaluddin, ulama besar Makkah.
Bahkan menurut sumber lain, garis keturunannya sampai kepada Sayyidina Husein bin Sayyidina Ali KRW, menantu Rasulullah SAW.
Adapun pasukan angkatan laut Tiongkok pimpinan Laksamana Sam Po Bo lainnya ditugaskan mengadakan hubungan persahabatan dengan Ki Gedeng Tapa, Syahbandar Muara Jati Cirebon dan sebagai wujud kerjasama itu maka kemudian dibangunlah sebuah menara di pantai pelabuhan Muara Jati.
Dikisahkan pula bahwa setelah Syekh Hasanuddin menunaikan tugasnya di Malaka, selanjutnya beliau mengadakan kunjungan ke daerah Martasinga, Pasambangan, dan Jayapura melalui pelabuhan Muara Jati. Kedatangan ulama besar tersebut disambut baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati putra bungsu Prabu Wastu Kancana, Syahbandar di Cerbon Larang (yang menggantikan Ki Gedeng Sindangkasih yang telah wafat). Ketika kunjungan berlangsung, masyarakat di setiap daerah yang dikunjungi merasa tertarik dengan ajaran Islam yang dibawa Syekh Quro, sehingga akhirnya banyak warga yang memeluk Islam.
Kegiatan penyebaran Agama Islam oleh Syekh Hasanuddin rupanya sangat mencemaskan penguasa Pajajaran waktu itu, yaitu Prabu Wastu Kencana atau Prabu Angga Larang yang menganut ajaran Hindu. Sehingga beliau diminta agar penyebaran agama tersebut dihentikan.
Oleh Syekh Hasanuddin perintah itu dipatuhi. Kepada utusan yang datang kepadanya ia mengingatkan, bahwa meskipun dakwah itu dilarang, namun kelak dari keturunan Prabu Angga Larang akan ada yang menjadi seorang Waliyullah. Beberapa saat kemudian Syekh Hasanuddin mohon diri kepada Ki Gedeng Tapa.
Sebagai sahabat, Ki Gedeng Tapa sendiri sangat prihatin atas peristiwa yang menimpa ulama besar itu, Sebab ia pun sebenarnya masih ingin menambah pengetahuannya tentang Agama Islam. Oleh karena itu, sewaktu Syekh Hasanuddin kembali ke Malaka, putrinya yang bernama Nyai Subang Karancang atau Nyai Subang Larang dititipkan ikut bersama ulama besar ini untuk belajar Agama Islam di Malaka.
Beberapa waktu lamanya berada di Malaka, kemudian Syekh Hasanuddin membulatkan tekadnya untuk kembali ke wilayah Kerajaan Hindu Pajajaran. Dan untuk keperluan tersebut, maka telah disiapkan 2 perahu dagang yang memuat rombongan para santrinya termasuk Nyai Subang Larang.
Sekitar tahun 1418 Masehi, setelah rombongan ini memasuki Laut Jawa, kemudian memasuki Muara Kali Citarum yang pada waktu itu ramai dilayari oleh perahu para pedagang yang memasuki wilayah Pajajaran. Selesai menyusuri Kali Citarum ini akhirnya rombongan perahu singgah di Pura Dalam atau Pelabuhan Karawang. Kedatangan rombongan ulama besar ini disambut baik oleh petugas Pelabuhan Karawang dan diizinkan untuk mendirikan musholla yang digunakan juga untuk belajar mengaji dan tempat tinggal.
Setelah beberapa waktu berada di pelabuhan Karawang, Syekh Hasanuddin menyampaikan dakwahnya di musholla yang dibangunnya dengan penuh keramahan. Uraiannya tentang agama Islam mudah dipahami, dan mudah pula untuk diamalkan, karena ia bersama santrinya langsung memberi contoh. Pengajian Al-Qur’an memberikan daya tarik tersendiri, karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya. Oleh karena itu setiap hari banyak penduduk setempat yang secara sukarela menyatakan masuk Islam.
Berita tentang dakwah Syeh Hasanuddin (yang kemudian lebih dikenal dengan nama Syekh Quro) di pelabuhan Karawang rupanya telah terdengar kembali oleh Prabu Angga Larang, yang dahulu pernah melarang Syekh Quro melakukan kegiatan yang sama tatkala mengunjungi pelabuhan Muara Jati Cirebon. Sehingga ia segera mengirim utusan yang dipimpin oleh sang putra mahkota yang bernama Raden Pamanah Rasa untuk menutup Pesantren Syekh Quro.
Namun tatkala putra mahkota ini tiba di tempat tujuan, rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dikumandangkan oleh Nyai Subang Larang. Putra Mahkota (yang setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran bergelar Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi) itu pun mengurungkan niatnya untuk menutup Pesantren Quro, dan tanpa ragu-ragu menyatakan isi hatinya untuk memperistri Nyi Subang Larang yang cantik itu dan halus budinya.
Lamaran tersebut rupanya diterima oleh Nyai Subang Larang dengan syarat mas kawinnya haruslah berupa “Bintang Saketi”, yaitu simbol dari “tasbih” yang berada di Negeri Makkah.
Sumber lain menyatakan bahwa hal itu merupakan kiasan bahwa sang Prabu haruslah masuk Islam, dan patuh dalam melaksanakan syariat Islam. Selain itu, Nyai Subang Larang juga mengajukan syarat, agar anak-anak yang akan dilahirkan kelak haruslah ada yang menjadi Raja. Semua hal tesebut rupanya disanggupi oleh Raden Pamanah Rasa, sehingga beberapa waktu kemudian pernikahan pun dilaksanakan, bertempat di Pesantren Quro (atau Mesjid Agung sekarang) dimana Syekh Quro sendiri bertindak sebagai penghulunya.
Pernikahan di musholla yang senantiasa menganggungkan asma ALLAH SWT itu memang telah membawa hikmah yang besar, dan Syekh Quro memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang Prabu Siliwangi. Sebab para putra-putri yang dikandung oleh Nyai Subang Larang yang muslimah itu, memancarkan sinar IMAN dan ISLAM bagi umat di sekitarnya. Nyai Subang Larang sebagai isteri seorang raja memang harus berada di Istana Pakuan Pajajaran, dengan tetap memancarkan Cahaya Islamnya.
Putra pertama yang laki-laki bernama
  • 1. Raden Walangsungsang ( 1423 Masehi)setelah melewati usia remaja, maka bersama adiknya yang bernama
  • 2. Raden Rara Santang,( 1426 Masehi)meninggalkan Istana Pakuan Pajajaran kemudian mendapat bimbingan dari ulama besar yang bernama Syekh Dzatul Kahfi di Paguron Islam di Cirebon. Setelah kakak beradik ini menunaikan ibadah Haji, maka Raden Walangsungsang menjadi Pangeran Cakrabuana memimpin pemerintahan Nagari Caruban Larang, Cirebon.
Sedangkan Raden Rara Santang sewaktu di Makkah diperistri oleh Sultan Mesir yang bernama Syarif Abdullah. Adik Raden Walangsungsang yang bungsu adalah laki-laki bernama
  • 3. Raden Sangara ( 1428 Masehi) atau Pangeran Kian Santang, pada masa dewasanya menjadi Muballigh untuk menyebarkan agama Islam di daerah Garut.
Adapun kegiatan Pesantren Quro yang lokasinya tidak jauh dari pelabuhan Karawang, rupanya kurang berkembangnya karena tidak mendapat dukungan dari pemerintah kerajaan Pajajaran. Hal tersebut rupanya dimaklumi oleh Syekh Quro, sehingga pengajian di pesantren agak dikurangi, dan kegiatan di masjid lebih dititik beratkan pada ibadah seperti shalat berjamaah.
Kemudian para santri yang telah berpengalaman disebarkan ke pelosok pedesaan untuk mengajarkan agama Islam, terutama di daerah Karawang bagian selatan seperti Pangkalan. Demikian juga ke pedesaan di bagian utara Karawang yang berpusat di Desa Pulo Kalapa dan sekitarnya.
Dalam semaraknya penyebaran agama Islam oleh Wali Songo, maka masjid yang dibangun oleh Syekh Quro, kemudian disempurnakan oleh para ulama dan Umat Islam yang modelnya berbentuk “joglo” beratap 2 limasan, hampir menyerupai Masjid Agung Demak dan Cirebon.
Pengabdian Syekh Quro dengan para santri dan para ulama generasi penerusnya adalah “menyalakan pelita Islam”, sehingga sinarnya memancar terus di Karawang dan sekitarnya.
Makam Syekh Quro terdapat di Dusun Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Lokasi makam penyebar agama Islam tertua, yang konon lebih dulu dibandingkan Walisongo tersebut, berada sekitar 30 kilometer ke wilayah timur laut dari pusat kota Lumbung Padi di Jawa Barat itu.
Dalam sebuah dokumen surat masuk ke kantor Desa Pulokalapa tertanggal 5 November 1992, ditemukan surat keterangan bernomor P-062/KB/PMPJA/ XII/11/1992 yang dikirim Keluarga Besar Putra Mahkota Pangeran Jayakarta Adiningrat XII. Surat tersebut ditujukan kepada kepala desa, berisi mempertegas keberadaan makam Syekh Quro yang terdapat di wilayah Dusun Pulobata Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemah Abang bukan sekedar petilasan Syekh Quro tetapi merupakan tempat pemakaman Syekh Quro.
Selain itu, di Dusun Pulobata juga terdapat satu makam yang diyakini warga Karawang sebagai makam Syekh Bentong atau Syekh Darugem, yang merupakan salah seorang santri utama Syekh Quro. Wallohu a’lam

5

Рођење: ISTRI KE 6 (berputra 2)
Свадба: <78!> 14.1.1. Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah (Muhammad Nuruddin/Sri Mangana) [Akbar] b. 1448 d. 1568
Титуле : Nyi Mas Penatagama Pesambangan




Kedatangan Pangeran Panjunan
Bagian ini diselingi oleh cerita Sultan Sulaeman di Negeri Bagdad yang dilanda kegundahan karena anaknya yang bernama Syarif Abdurrahman dan adik-adiknya, Syarif Abdurrakhim, Syarifah Bagdad dan Syarif Khafid mempelajari Ilmu Tasawuf yang tidak disukai oleh Sultan Sulaeman dan suka bermain rebana, yang kelak menjadi cikal bakal kesenian Brai di Cirebon. Akhirnya, Syarif Abdurrahman diusir dari kerajaan. Syarif Abdurrahman mengadukan pengusiran ayahnya kepada gurunya, Syekh Juned. Menurut Syekh Juned, tidak ada tempat lain yang harus dituju kecuali Cirebon, tempat yang tentram dan di masa yang akan datang akan diduduki oleh para wali.
            Sementara itu Haji Abdullah Iman berniat kembali ke tanah Jawa. Dalam perjalanan kembali ke tanah Jawa, ia mengunjungi Syekh Ibrahim Akbar di Campa dan  dijodohkan dengan putrinya dan di bawa pulang ke Cirebon (18).  Kelak keduanya dikaruniai tujuh orang putri yang setelah dewasa bermukim di beberapa tempat menjadi sesepuh desa. 
Haji Abdullah Iman membangun sebuah keraton di Cirebon yang diberi nama Keraton Pakungwati yang diambil dari nama anaknya yang baru lahir buah perkawinannya dengan Nyi Indang Geulis. Setelah pembangunan keraton selesai, Haji Abdullah Iman diangkat oleh ayahnya, Prabu Siliwangi, menjadi Ratu Sri Mangana dan diberi payung kebesaran.
Syarif Abdurrakhman yang diusir ayahnya dari Bagdad melakukan perjalanan menuju Cirebon sesuai dengan saran gurunya, Syekh Juned. Ia ditemani oleh tiga orang adiknya dan 1.200 orang pengikutnya yang diangkut dengan empat buah kapal. Akhirnya mereka tiba di Caruban. Setibanya di Caruban, mereka langsung menghadap Pangeran Walangsungsang Cakrabuana dan minta izin untuk tinggal di Caruban. Kemudian diizinkan dan ditempatkan di daerah Panjunan dan Syarif Abdurrakhman ini dikenal dengan sebutan Pangeran Panjunan (20). Di tempat tersebut, Pangeran Panjunan bersama para wali mendirikan sebuah masjid, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Merah Panjunan.
Masjid Panjunan selain memiliki keunikan berwarna merah, juga memilki keunikan lain. Arsitektur pada gapura masjid tersebut asimetri dan memilki candrasengkala berupa srimpedan, yang juga dimiliki oleh Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Sedangkan Syarif Abdurrakhim bertempat tinggal di Kejaksan dan bergelar Pangeran Kejaksan serta membuat masjid di tempat tersebut. 
Mereka bertemu ayahandanya, Syekh Nurjati di Gunung Jati. Syarif Khafid dan Syarifah Bagdad menetap di Gunung Jati (21).Syarifah Bagdad kelak menikah dengan Syarif Hidayatullah dan menjadi sekretaris pribadi dalam hal masalah keagamaan sehingga bergelar Nyi Mas Penatagama Pesambangan yang sangat alim dan berakhlak mulia, sehingga Sunan Gunung Jati sangat mencintainya dan putranya diangkat menjadi putra mahkota. Namun kedua putranya baik Pangeran Jaya Kelana maupun Pangeran Brata Kelana, meninggal/ syahid dalam usia muda.


Sementara dari pernikahannya yang ke 6 Sunan Gunung Jati dengan Nyai Lara Baghdad, putri Maulana Abdullrahman Al-Baghdadi, Sunan Gunung Jati mendapatkan 2 orang anak juga. Yang pertama adalah Pangeran Jayakelana, yang menikah dengan keluarga Demak juga, putri Raden Patah yang bernama Ratu Pembayun. Sementara putra kedua, Pangeran Bratakelana, juga menikah dengan anak Raden Patah yang lain, yakni Ratu Nyawa. Yang setelah kematiannya dalam pertarungan melawan bajak laut sepulang dari Demak, kemudian diperistri oleh saudaranya, Pangeran Pasarean
Рођење: Cloning (Beda Generasi)
Титуле : Pangeran Kejaksan
Свадба: <17> Putri Dari Aria Dikara [Tuban]
Свадба: <136!> Dewi Nawangarum [Brawijaya V]
Професија : од 1419, Tuban, Adipati Tuban VIII (Diputus Ayahnya : 772299) Diputus Ayahnya ke NABI SAW : 850544
Рођење: 1447, Binti Maulana Ishaq
Свадба: <166!> Sunan Kalijaga / Raden Said (Lokajaya) [Azmatkhan] b. 1450
787/5 <44+12> 14.1.1. Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah (Muhammad Nuruddin/Sri Mangana) [Akbar]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Pangeran Walangsungsang yang selanjutnya bergelar Sri Manggana raja pertama daerah Cirebon Larang, memiliki adik bernama Rara Santang. Ketika Walangsungsang menunaikan ibadah Haji, Rara Santang juga ikut serta untuk berhaji. Diceritakan ketika sampai di pelabuhan Jedah, Samadullah alias Walangsungsang dan Rara Santang bertemu dengan Syarif Abdullah, penguasa (walikota) di negeri Mesir. Syarif Abdullah adalah keturunan Bani Hasyim yang pernah berkuasa di tanah Palestina. Di kota Mekah, Rara Santang dipersunting oleh Syarif Abdullah yang selanjutnya setelah menunaikan ibadah Haji, Rara Santang diboyong ke negeri Mesir. Dari perkawinan Syarif Abdullah dan Rara Santang (Hajjah Syarifah Muda’im) di karuniai seorang putera bernama Syarif Hidayatullah, lahir tahun 1448 M.
Pada masa remajanya Syarif Hidayatullah berguru kepada Syekh Tajudin al-Kubri dan Syekh Ataullahi Sadzili di Mesir, kemudian ia ke Baghdad untuk belajar Tasawuf. Pada usia 20 tahun, Syarif Hidayatullah pergi ke Mekah untuk menuntut Ilmu.
Ketika Rara Santang (Hajjah Syarifah Muda’im) kembali ke Cirebon 1475 M, ia disertai suaminya dan puteranya Syarif Hidayatullah tinggal dan menetap di Cirebon Larang yang telah diperintah oleh pamannya Pangeran Cakrabuana alias Haji Abdullah Iman.
Sebelum menjadi Susuhunan Jati, Syarif Hidayatullah melakukan kegiatan Dakwah di Banten Pesisir yang saat itu dirajai oleh Sang Surasowan. Menurut cerita lain sebelum ke Banten Pesisir, Syarif Hidayatullah pergi ke Demak menemui Sunan Ampel untuk bersilaturahmi, dimungkinkan perginya Syarif Hidayatullah ke Banten Pesisir atas perintah dari Sunan Ampel. Untuk kepentingan dakwahnya, Syarif Hidayatullah menikahi Nyi Ratu Kawunganten putri Sang Surasowan penguasa Banten Pesisir. Ia diakuniai dua orang putra-putri yaitu Hasanuddin yang selanjutnya menjadi pelanjut dakwah ayahnya di Banten dan Ratu Winahon alias Ratu Ayu yang dinikahkan kepada Fachrullah Khan alias Fadhillah Khan alias Faletehan seorang Panglima perang tentara Demak.
Empat tahun kemudian atau 1479 M (setahun setelah berdirinya Negara Islam Demak) Pangeran Cakrabuana mengalihkan kekuasaanya kepada Syarif Hidayatullah (saat usia 31 th), sebelumnya menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya Ratu Pakungwati.
Atas dukungan para wali, Syarif Hidayatullah memutuskan Cirebon menjadi Negara Islam yang merdeka terlepas dari pemerintahan pusat Pakuan Padjadjaran.
Upacara penobatan Syarif Hidayatullah yang bergelar Susuhunan Jati, di hadiri oleh Dewan Wali dan Pasukan Demak yang dipimpin langsung oleh Raden Fatah. Ketika Raden Fatah pulang ke Demak, sebagian pasukannya ditinggalkan untuk menjadi pengawal dan melindungi Susuhunan Jati.
Posisi Syarif Hidayatullah yang selanjutnya dikenal dengan Sunan Gunung Jati bukan hanya sebagai Susuhunan Jati Negara Islam Cirebon, tetapi dalam Dewan Wali menempati posisi yang sentral. Beliau memangku jabatan Khatib Agung Masjid Demak. Pada masa pemerintahan Demak beralih kepada Pangeran Treggono (setelah Raden Fatah wafat digantikan Pati Unus lalu Pangeran Trenggono), Sunan Bonang memerintahkan Sultan Demak baru untuk mengunjungi Sunan Gunung Jati, pada kesempatan itu Sunan menganugrahkan gelar kepada Pangeran Trenggono sebagai Sultan Ahmad Abdul-Arifin. Pemberian gelar tersebut mengandung arti legitimasi bagi Pangeran Trenggono untuk memimpin Negara Islam Demak. Perintah Sunan Bonang kepada Pangeran Trenggono untuk menemui Sunan Gunung Jati memberikan petunjuk pada posisi Sunan Gunung Jati saat itu sebagai ketua Dewan Wali setelah Sunan Ampel dan Sunan Giri wafat.
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: 23) SUNAN GUNUNG JATI bin 22) Syarif Abdullah Umdatuddin bin 21) Ali Nurul Alam bin 
20)Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
16) Sayyid Alwi Ammil Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin 13) Sayyid Alwi bin 
12) Sayyid Muhammad bin 11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 8) Sayyid Isa bin 7) Sayyid
Muhammad bin 6) Sayyid Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 3) Imam Ali Zainal Abidin bin
2) Imam Al-Husain bin 1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH
Władcy Cirebonu
Dynastia muzułmańska
   * Nieznani władcy (1478-1527)
   * Sunan Gunung Dżati (władca Cirebonu w zachodniej części Jawy Zachodniejok. 1527-1570; władca Bantamu ok. 1527-1552)
   * Ratu (ok. 1570-1649; król (panembahan) od 1639) [prawnuk]
   * Zależność od Mataramu 1582-1679
   * Giri Laja (1649-1662) [wnuk]
   * Rozpad państwa na cztery pałace (kraton) 1662-1819
Kraton Kasepuhan
   * Sepuh I Szams ad-Din (sułtan 1662-1697) [syn]
   * Sepuh II Dżamal ad-Din (1697-1723) [syn]
   * Protektorat holenderski 1705/1758-1819
   * Sepuh III Salam ad-Din (1723-1734) [syn]
   * Sepuh IV Tadż al-Arifin Muhammad Zajn ad-Din (1734-1753) [syn]
   * Sepuh V Muhammad Szams ad-Din (1753-1773)
   * Sepuh VI (1773-1787) [syn]
   * Sepuh VII (regent 1781-1787; władca 1787-1791) [brat]
   * Sepuh VIII (1791-1819; regencja 17791-1792; usunięty, zmarł 1845) [syn]
   * Holenderskie Indie Wschodnie podbijają Kraton Kasepuhan 1819
Kraton Kanoman
   * Anom I Abu-Manasiri Badr ad-Din (sułtan 1662-1703) [syn Giri Laji]
   * Hallar ad-Din (1703-1706) [syn]
   * Protektorat holenderski 1705/1758-1819
   * Radża Kusama (1706-1719)
   * Anom II Abu-Manasiri Muhammad Alim ad-Din (1719-1732) [syn]
   * Temenggong (Minister) (1732-1744)
   * Anom III Abu’l-Chajr Muhammmad Chajr ad-Din (1744-1797) [syn Anoma II]
   * Anom IV Iman ad-Din (1797-1819; usunięty, zmarł 1853) [syn nieślubny]
   * Holenderskie Indie Wschodnie podbijają Kraton Kanoman 1819
   * Anom Muhammad Nurus (?-198?)
   * Hadżi Muhammad Dżalaluddin (?-2002)
   * Muhammad Saladin (2003)
   * Radża Muhammad Emiruddin (2003-dziś)
Kraton Kaprabonan
   * Cirebon I Abd al-Kamil Muhammad Nasr ad-Din (władca (panembahan) 1694-1714) [syn Radży Kusamy]
   * Protektorat holenderski 1705/1758-1819
   * Temenggong (Minister) (1714-1725)
   * Cirebon II Abd al-Pahur Muhji ad-Din (1725-1731) [syn Cirebona I]
   * Temenggong (Minister) Secadipura (1731-1752)
   * Cirebon III Muhammad Tajr Jaridin Sabririn (1752-1773) [syn Cirebona II]
Kraton Kacirebonan
   * Kamar ad-Din (władca (pangeran) 1697-1723)
   * Protektorat holenderski 1705/1758-1819
   * Cirebon I Muhammad Akbar ad-Din (sułtan 1723-1734) [syn]
   * Cirebon II Abu Muharram Muhammad Salih ad-Din (1734-1758) [brat]
   * Cirebon III Muhammad Harr ad-Din (1758-1768) [syn]
   * Interregnum 1768-1808
   * Cirebon IV (1808-1810) [brat]
   * Interregnum 1810-1819
* Holenderskie Indie Wschodnie podbijają Kraton Kacirebonan 1819
Рођење: 1449
Рођење: 1450
Рођење: 1459изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
Syekh Nurjati Pergi ke Bagdad dan Menemukan Jodohnya dengan Syarifah Halimah
Setelah menuntut ilmu di Mekah, Syekh Nurjati mencoba mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan mengajarkannya di wilayah Bagdad. Di Bagdad Syekh Nurjati menikah dengan Syarifah Halimah, putri dari Ali Nurul Alim. Ali Nurul Alim putra dari Jamaludin al Husain dari Kamboja, yang merupakan putra dari Ahmad Shah Jalaludin, putra Amir Abdullah Khanudin. Jadi, Syekh Nurjati menikah dengan saudara secicit.
Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai empat orang anak, yakni Syekh Abdurakhman (yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran Panjunan), Syekh Abdurakhim (kelak bergelar Pangeran Kejaksan), Fatimah (yang bergelar Syarifah Bagdad), dan Syekh Datul Khafid (kadang-kadang disebut juga sebagai Syekh Datul Kahfi, sehingga membuat rancu dengan sosok ayahnya yaitu Syekh Datuk Kahfi, atau Syekh Nurjati di beberapa manuskrip yang lebih muda umurnya, contohnya Babad Cirebon Keraton Kasepuhan). Keempat anak tersebut dijamin nafkahnya oleh kakak Syarifah Halimah, Syarif Sulaiman yang menjadi raja di Bagdad (1). Syarif Sulaiman menjadi raja di Bagdad karena menikahi putri mahkota raja Bagdad.
9011/5 <54+8> 11.1.1. Sunan Bonang / Maulana Mahdum Ibrahim (Bong Ang) [Azmatkhan]
Рођење: 1465, Rembang, Dekat Tuban
Свадба: <23> Dewi Hiroh [Madura]
Смрт: 1525проц, Tuban
== Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) ==
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525. Ia dimakamkan di daerah Tuban, Jawa Timur.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: 23) SUNAN BONANG bin 22)Sunan Ampel bin 21) Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin 
20)Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
16) Sayyid Alwi Ammil Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin 13) Sayyid Alwi bin 
12) Sayyid Muhammad bin 11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 8) Sayyid Isa bin 7) Sayyid
Muhammad bin 6) Sayyid Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 3) Imam Ali Zainal Abidin bin
2) Imam Al-Husain bin 1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH
9212/5 <54+8> 11.1.3. Sunan Drajat / Raden Qasim [Azmatkhan]
Рођење: 1470
Смрт: 1522проц
== Sunan Drajat == Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. saudara dari sunan derajat adalah masih munat. masih munat nantinya terkenal dengan nama sunan derajat.sunan derajat terkenal juga dengan kegiatan sosialnya. dialah wali yang memelopori penyatuan anak-anak yatim dan orang sakit. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: 23) SUNAN DRAJAT bin 22)Sunan Ampel bin 21) Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin 
20)Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
16) Sayyid Alwi Ammil Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin 13) Sayyid Alwi bin 
12) Sayyid Muhammad bin 11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 8) Sayyid Isa bin 7) Sayyid
Muhammad bin 6) Sayyid Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 3) Imam Ali Zainal Abidin bin
2) Imam Al-Husain bin 1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH
7713/5 <43+4> Kanjeng Sultan Hadiwijaya / Sultan Hadiwijoyo (Mas Karebet) [Pajang]
Joko Tingkir bukanlah nama lahir melainkan gelar atau sebutan yang diberikan ketika Muhammad Hadi masih berusia muda. Menurut banyak pendapat, kata "Joko" atau "Jaka" dalam bahasa Jawa berarti "pemuda" dan kata "Tingkir" berasal dari nama daerah Tingkir. Dengan demikian nama "Joko Tingkir" bukanlah nama lahir, melainkan sebuah gelar atau sebutan yang diberikan untuk mewakili sosoknya. Beliau (Muhammad Hadi) memiliki banyak sekali gelar yang mayoritas berasal dari gelar yang diberikan kepada beliau oleh masyarakat sebagai bentuk-bentuk pengakuan, sehubungan dengan status beliau di dalam tatanan sosial kemasyarakatan sebagai seorang ulama, sultan, cendekiawan, saudagar, dan juga pejuang.
Рођење: 11 децембар 1605
Титуле : од 1639, Sultan Gowa Islam Ke2, Raja Gowa Ke 15
Смрт: 6 новембар 1653
10234/5 <53+?> 11.2.1. Sunan Giri / Pangeran Joko Samudero [Azmatkhan]
== Sunan Giri == Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: 23) SUNAN GIRI bin 22)Maulana Ishaq bin 21) Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin 
20)Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
16) Sayyid Alwi Ammil Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin 13) Sayyid Alwi bin 
12) Sayyid Muhammad bin 11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 8) Sayyid Isa bin 7) Sayyid
Muhammad bin 6) Sayyid Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 3) Imam Ali Zainal Abidin bin
2) Imam Al-Husain bin 1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH
11242/5 <53+61!> 11.2.7. Maulana Islam / Sunan Pandanaran I / Ki Ageng Pandan Arang [Azmatkhan]
== Maulana Islam / Sunan Pandanaran I / Sayyid Abdul Qadir == Ayah Sunan Bayat atau Sunan tembayat adalah Sayyid Abdul Qadir yang lahir di Pasai, putra Maulana Ishaq. Beliau diangkat dengan arahan Sunan Giri yang merupakan saudara seayahnya untuk Menjadi Bupati Semarang yang pertama, dan bergelan Sunan Pandan arang.
Beliau lantas berkedudukan di Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan Randusari, Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena wilayah Kota Lama Semarang merupakan daratan baru yang terbentuk karena endapan dan proses pengangkatan kerak bumi. Tanah Semarang diberikan kepada Pandan Arang oleh Sultan Demak. Beliau wafat di Kelurahan Mugassari Semarang Selatan.
Jadi Sayyid Abdul Qadir adalah Sunan Pandan arang, jabatannya Bupati Semarang, Gelarnya adalah Maulana Islam, lahir di Pasai, wafat di Semarang. Gelar-gelar Sayyid Abdul Qadir bin Maulana Ishaq :
1. Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang.
2. Sunan Pandanaran 1
3. Maulana Islam
4. Sunan Semarang
Ibu Sunan Bayat atau istri Sunan Pandanaran I bernama Syarifah Pasai adik Pati Unus @ Raden Abdul Qadir (Mantu Raden Patah Demak) putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara putra seorang Muballigh pendatang dari Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus @ Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al Faqih Al Muqaddam.
Sumber : http://jembersantri.blogspot.com/2012/08/sejarah-sunan-pandanaran-sunan-bayat.html#ixzz2tyAN1yZB

6

Рођење: Level 1 = putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila.
1512/6 <77+216!> Pangeran Aryo Benowo / Abdulhalim [Pajang]
Титуле : Sultan Pajang II
DIPUTUS ORANG TUANYA : 26353
Смрт: Plobangan (Selomerto Wonosobo)
1805/6 <103+166!> 4.3.1.1.1. Sunan Muria / Raden Umar Said [Azmatkhan]
Свадба: <172!> 11.3.1.2. Dewi Sujinah [Azmatkhan]
Сахрана: Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
== Asal Usul Sunan Kalijaga == Raden Mas Syahid yang bergelar ”Sunan Kalijaga” adalah putera dari Ki Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) dengan Dewi Sukati. Raden Syahid merupakan putera pertama yang lahir tahun 1455 dan beliau memiliki seorang adik bernama Dewi Rosowulan yang menikah dengan Empu Supo dan memiliki 2 orang anak yakni Joko Tarub dan Supo Nem.
Istri pertama Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bernama Dewi Saroh binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga memperoleh 3 orang putera,
masing-masing ialah :
1.Raden Umar Said (Sunan Muria).
2.Dewi Ruqayyah.
3.Dewi Sofiyah.
Титуле : Sultan Cirebon III (1568-1570) Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.
Свадба: <162!> 3.4.1.2. Ratu Pambayun / Nyai Pembaya [Brawijaya V]
Свадба: <159!> Nyai Ratu Ayu [Gunung Jati] b. 1493
== Pangeran Jayakarta (Fatahillah) ==
Pangeran Jayakarta I
Pangeran Jayakarta I, dikenal juga dengan nama : Fatahillah / Sunan Gunung Jati II / Tubagus Pasai / Fathullah Khan / Falatehan. Beliau adalah tokoh yang mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan memberi nama “Jayakarta” yang berarti Kota Kemenangan, yang kini menjadi kota Jakarta, Ibukota Negara Republik Indonesia. Ia dikenal juga dengan nama Falatehan. Ada pun nama Sunan Gunung Jati dan Syarif Hidayatullah, yang sering dianggap orang sama dengan Fatahillah sebenarnya adalah mertua beliau.
Ceritanya, Setelah Sunan Gunung Jati yang bergelar Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awliya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah yang merupakan pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan asal usul dari pendiri Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat wafat, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan tertinggi Kesultanan Cirebon. Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan Gunung Jati ialah Pangeran Dipati Carbon, Putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Namun, Pangeran Dipati Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565.
Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau Fathullah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.
Fatahillah adalah putra Sayyid Mahdar Ibrahim atau dikenal dengan Ibrahim Patakan bin Abdul Ghafur bin Barakat Zainal ‘Alam bin Jamaluddin Akbar bin Ahmad Syah Jalaluddin Akbar bin Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan. (Selengkapnya lihat tulisan sebelumnya tentang Ilmu Silsilah )
Beliau menikah dengan Ratu Ayu Pembayun binti Gusti Sinuhun Kangjeng Sunan Gunung Jati (Al Azmatkhan Al-Husaini) dan memiliki putra :
  • 1. Ratu Wanawati Raras
  • 2. P. Sendang Garuda
  • 3. Ratu Ayu Pembayun
Ratu Wanawati Raras menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama P. Sendang Kamuning alias Pangeran Adipati Cirebon bin Muhammad Arifin Pangeran Pasarean bin Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati (Al Azmatkhan Al-Husaini) dan dikarunai putra, (salah satunya) bernama : Pangeran Ratu Pakungwati Pangeran Mas Zainul ‘Arifin yang kemudian menurunkan Sultan-Sultan Kanoman, Kasepuhan, dan Kacirebonan.
Fatahillah juga menikahi putri Raden Patah yang meninggalkan putera Tumenggung Nagawangsa Ki Mas Abdul Aziz, keturunannya adalah sebagian Bangsawan Palembang Darussalam yang menggunakan Gelar Kemas (Laki-Laki) & Nyimas (Perempuan). Dengan istri putri Raden Patah, Fatahaillah juga meninggalkan putera Ki Bagus Abdurrohman, keturunanannya adalah sebagian Bangsawan Palembang Darussalam yang menggunakan Gelar Kiagus (Laki-Laki) & Nyayu (Perempuan).
Sedangkan untuk keturunan pancer beliau dari jalur Pangeran Sedang Garuda Cirebon belum ditemukan data keturunannya. BAGI ANDA YANG MEMILIKI INFORMASI TENTANG INI HARAP MENGHUBUNGI KAMI
Pangeran Jayakarta II
Pangeran Jayakarta II, nama lainnya adalah Tubagus Angke / Pangeran Gedeng Angke
Beliau adalah saudara Pangeran Muhammad Pelakaran, putra Pangeran Panjunan Cirebon / Sayyid Abdurrahman bin Sultan Sulaiman Al-Baghdadi bin Ahmad Syah Jalaluddin Akbar bin Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan. (Selengkapnya lihat tulisan sebelumnya tentang Ilmu Silsilah ).
Pangeran Jayakarta II menikahi putri Fatahillah dan juga menikahi puteri Maulana Hasanuddin Banten bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati; dikarunai putra bernama Sungerasa Jayawikarta alias Pangeran Jayakarta III (Pangeran Jayakarta III bin Pangeran Jayakarta II sampai saat ini belum diketahui dari Ibu yang puteri Fatahillah atau puteri Maulana Hasanuddin Banten) BAGI ANDA YANG MEMILIKI INFORMASI TENTANG INI HARAP MENGHUBUNGI KAMI
Pangeran Jayakarta III
Pangeran Jakarta III,, atau Sungerasa Jayawikarta berputra :
1. Ahmad Jaketra alias Pangeran Jayakarta IV 2. Ratu Ayu
Ratu Ayu menikah dengan Sultan Abul Ma’ali Ahmad Kenari bin Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir Kenari bin Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten bin Maulanan Yusuf Panembahan Pakalangan Gede bin Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan bin Syarif Hidayatullah Susuhunan Gunung Jati.
Dikarunai putra (salah satunya) :
Sultan Ageng Tirtayasa Abul Fath Abdul Fattah (Sultan Banten 1631 – 1683)
Lahum Al Fatihah…
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
2007/6 <79> 4.1.2.1. Jamal Ud-din bin Wan Abul Muzaffar [Azmatkhan]
Рођење: Timbalan Raja of Champa. Sometime Datu Kelantan
1649/6 <81+26> 2. Ki Ageng Getas Pandawa [Brawijaya]
Смрт: 1445
Official Link. Adm: Hilal Achmar Ki Ageng Getas Pendowo memiliki 6 putera, Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Keturunan Ki Ageng Selo, dari 7 hanya satu yang laki-laki yaitu Ki Ageng Ngenis yang kemudian berputera Ki Ageng Pemanahan yang selanjutnya melahirkan Sutowijoyo.
Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.
Arya Penangsang adalah Bupati Jipang Panolan yang telah membunuh Sunan Prawoto raja terakhir Kesultanan Demak. Ia sendiri akhirnya tewas di tangan Sutawijaya. Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu bahwa kematian Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya (bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri), dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah.
Usai sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan menjadi bupati di sana sejak tahun 1549, sedangkan Ki Ageng Pamanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak tahun 1556. Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan tahun 1575, Sutawijaya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin Mataram, bergelar Senapati Ingalaga (yang artinya “panglima di medan perang”).
Pada tahun 1576 Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil dari Pajang tiba untuk menanyakan kesetiaan Mataram, mengingat Senapati sudah lebih dari setahun tidak menghadap Sultan Hadiwijaya. Senapati saat itu sibuk berkuda di desa Lipura, seolah tidak peduli dengan kedatangan kedua utusan tersebut. Namun kedua pejabat senior itu pandai menjaga perasaan Sultan Hadiwijaya melalui laporan yang mereka susun.
Senapati memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan, baik yang bersifat material ataupun spiritual, misalnya membangun benteng, melatih tentara, sampai menghubungi penguasa Laut Kidul dan Gunung Merapi. Senapati juga berani membelokkan para mantri pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang hendak menyetor pajak ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil dibujuknya sehingga menyatakan sumpah setia kepada Senapati.
Sultan Hadiwijaya resah mendengar kemajuan anak angkatnya. Ia pun mengirim utusan menyelidiki perkembangan Mataram. Yang diutus adalah Arya Pamalad Tuban, Pangeran Benawa, dan Patih Mancanegara. Semuanya dijamu dengan pesta oleh Senapati. Hanya saja sempat terjadi perselisihan antara Raden Rangga (putra sulung Senapati) dengan Arya Pamalad.
Sesuai pesan ayahnya, Ki Pemanahan dan restu sultan Pajang, Sutowijoyo menggantikan ayahnya sebagai pembesar atau Panembahan Mataram. Seperti dikatakan oleh Panembahan Giri dan Kanjeng Sunan Kalijaga, keturunan Ki Pemanahan kelak akan menjadi raja aung yang meguasai tanah Jawa. Sebagaimana ayahnya, Sutowijoyo selalu mencari kebenaran tentang dua ramalan nujum dua orang sesepuh itu.
Menjelang tengah malam Suutowijoyo keluar dari istana dengan diserta lima orang pengawalnya menuju ke Lipuro. Dan selanjutnya ia tidur di atas kumuloso, sebuah batu hitam yang halus permukaannya. Kepergiannya membuat kaget Ki Juru Mertani (paman dari ibu) karena tidak menemukannya di rumah. Namun, Ki Juru mengetahui dan hafal kemana putranya kemenakannya pergi. Setibanya di Lipuro, didapati Sutowijoyo sedang tidur pulas, kemudian dibangunlah Sutowijoyo dengan berucap: “Tole, bangunlah!. Katanya ingin menjadi raja, mengapa enak-enak tidur saja”. Tiba-tiba dilihat Ki Juru Mertani ada sebuah bintang sebesar buah kelapa yang masih utuh terletak di kepala Sutowijoyo, kemudian ia membangunkannya. “Tole, bangunlah segera. Yang bersinar di atas kepalamu seperti bulan itu apa?”. Bintang itu menjawab seperti manusia: “Ketahuilah, aku ini bintang memberi khabar kepadamu, maksudmu bersemedi dengan khusyuk, meminta kepada Tuhan yang Mahakuasa, sekarang sudah diterima oleh-Nya. Yang kamu minta diizinkan, kamu akan menjadi raja menguasai tanah Jawa, turun sampai anak cucumu, akan menjadi raja di Mataram tiada bandingnya. Sangat ditakuti oleh lawan, kaya dengan emas dan permata. Kelak buyutmu yang menjadi raja di Mataram, negara kemudian pecah. Sering terjadi gerhana matahari, gunung meletus, hujan abu atau lumpur. Itu pertanda akan rusak”. Setelah berkata demikian bintang itu lalu menghilang. Sutowijoyo berkata dalam hati “permohonanku sudah dikabulkan oleh Tuhan., niatku menjadi raja menggantikan kanjeng Sultan (Pajang), turun sampai anka cucuku, sebagai pelita tanah Jawa, orang tanah Jawa semuanya tunduk”.
Lain halnya dengan Ki Juru Mertani, ia mengetahui apa yang dipikirkan putra kemenakannya itu, kemudian ia bertutur lembut. “Senopati, kamu jangan berfikir sombong, memastikan barang yang belum tentu terjadi. Itu tidak benar. Jika kamu percaya pada omongan bintang, itu kamu salah. Sebab itu namanya suara ghaib, boleh benar boleh bohong. Tidak dapat ditangkap seperti lidah manusia, dan kelak jika kamu benar-benar berperang melawan orang Pajang, tentu bintang itu tidak bisa kamu tagih atau kamu minta pertolongannya.Tidak salah jika aku dan kamu menjadi raja Mataram dan kalah dalam perangnya, tidak luput juga menjadi tawanan”.
Mendengar perkataan pamannya, Senopati akhirnya sadar, dan tidak lupa minta maaf. Dan selanjutnya Senopati berkata “Paman, bagaimana petunjuk paman, saya akan menurut. Diumpamakan saya adalah sebuah perahu dan paman adalah kemudinya”. Selanjutnya Ki Juru Mertani bertutur, “Tole, kalau kau sudah menurut, mari kita memohon lagi kepada TUhan, semua yang sulit mudah-mudahan bisa dimudahkan. Mari kita membagi tugas. Kamu pergi ke laut selatan dan aku akan pergi ke Gunung Merapi, Meneges kepada Tuhan. Mari kita berangkat”.
Keduanay berpisah sesuai kesepakatan. Sutowijoyo berangkat ke laut kidul melalui kali Opak (Ompak) menghanyutkan diri hingga sampai laut kidul, bertapa seperti yang biasa dilakukan oleh ayahnya, Ki Pemanahan. Istana laut kidul geger, hawa di laut kidul memanas.Air laut kidul memanas membuat seisi laut ribut. Seluruh penghuninya terkena hawa panas karena cipta dan rasa Senopati Sutowijoyo yang mengheningkan cipta dengan membaca doa. Ratu laut kidul keluar dari istananya, dan melihat dunia luar. Ia tidak melihat apa-apa kecuali seorang pemeuda yang berdiri mematung dengan mengheningkan cipta. Ratu laut kidul langsung menuju ke arah pemuda itu, dan langsung bersujud dan meminta belas kasihan kepada pemuda itu, yang tidk lain Senopati Sutowijoyo.
“Silahkan tuan menghilangkan kesedihan hati paduka supaya segera hilang adanya huru-hara ini, dan segera kembali kerusakan-kerusakan yang terjadi pada isi laut. Tuan, kasihanilah hamba, karena laut ini saya yang menjaga. Bahwa apa yang tuan mohon telah dikabulkan oleh Tuhan, sekarang sudah terkabul. Paduka dan turun paduka akan menjadi raja, memerintah tanah Jawa tidak saingannya. Seluruh jin dan peri semuanya tunduk pada paduka. Apabila kelak paduka mendapat musuh, semuanya akan membantu. Sekehendak paduka, mereka menurut saja. Karena paduka pendiri (cikal bakal) raja Tanah Jawa ini”.
Mulailah hubungan Senopati Sutowijoyo dengan Ratu laut kidul. Berhari-hari Senopati berada di laut kidul bersama sang ratunya. Terucap oleh Senopati, “Seandainya Mataram mendapat musuh, siapa yang akan memberi tahu ratu kidul? orang mataram tidak ada yang bisa melihat Ratu Laut Kidul”. “Itu soal gampang saja. Jika paduka membutuhkan saya, dan hendak memanggil saya, sedakep mengheningkan cipta kemudian menghadap ke angkasa. Tentu hamba akan segera datang dengan membawa prajurit lengkpa dengan perlengkapan perang”,jawab Ratu Laut Kidul.
Setelah itu Senopati minta diri untuk kembali ke Mataram. Senopati muncul dari dalam air dan jalan di atas laut seperti halnya orang berjalan di darat yang halus. Tetapi betapa kagetnya ketika sudah sampai pada tepi Parangtritis, ia melihat Kanjeng Sunan Kalijaga sidah ada di tempat itu. Senopati menuju ke tempat Sunan Kalijaga dan melakukan tafakur, dan minta maaf atas tindakannya yang berjalan di atas air dan tidak basah. Kanjeng Sunan Kalijaga bersabda, “Senopati hentikan kamu memamerkan kesaktian dengan berjalan di atas air dan tidak. Itu namanya tindakan seorang yang kibir (sombong). Para wali tidak mau memakai cara yang demikian itu, karena akan mendapat murka dari Tuhan. Jika kamu ingin selamanya menjadi raja, berjalanlah seperti sebenarnya orang berjalan. Mari ke MAtaram, saya ingin melihat rumahmu”.
Arya Pangiri adalah menantu Sultan Hadiwijaya yang menjadi adipati Demak. Ia didukung Panembahan Kudus berhasil merebut takhta Pajang pada tahun 1583 dan menyingkirkan Pangeran Benawa menjadi adipati Jipang.
Pangeran Benawa kemudian bersekutu dengan Senapati pada tahun 1586 karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai sangat merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri tertangkap dan dikembalikan ke Demak.
Pangeran Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Senapati namun ditolak. Senapati hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.
Pangeran Benawa pun diangkat menjadi raja Pajang sampai tahun 1587. Sepeninggalnya, ia berwasiat agar Pajang digabungkan dengan Mataram. Senapati dimintanya menjadi raja. Pajang sendiri kemudian menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Pangeran Gagak Baning, adik Senapati.
Maka sejak itu, Senapati menjadi raja pertama Mataram bergelar Panembahan. Ia tidak mau memakai gelar Sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Istana pemerintahannya terletak di Kotagede.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, daerah-daerah bawahan di Jawa Timur banyak yang melepaskan diri. Persekutuan adipati Jawa Timur tetap dipimpin Surabaya sebagai negeri terkuat. Pasukan mereka berperang melawan pasukan Mataram di Mojokerto namun dapat dipisah utusan Giri Kedaton.
Selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya (Ratu Waskitajawi) menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakaknya itu.
Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut. Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati.
Pada tahun 1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra adipati sebelumnya yang bernama Raden Senapati Kediri diusir oleh adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya.
Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan Senapati Mataram dan dibantu merebut kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian bersama Senapati Kediri melawan Adipati Pesagi (pamannya).
Pada tahun 1595 adipati Pasuruhan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan Panembahan Senapati dalam sebuah perang tanding. Ia kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruhan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram.
Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah sebelah utara Mataram. Perang kemudian terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil menghancurkan pasukan Pati.
Panembahan Senapati alias Danang Sutawijaya meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede. Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah yang lahir dari putri Pati, bernama Mas Jolang.
Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang (cikal bakal-red) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).
Menurut cerita Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikimpoikan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkimpoian Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo. Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.
Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang. (http://buminusantara.blogdetik.com/2010/11/25/panembahan-senopati/)
Sang Penangkap Petir
Kisah ini terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak. Kanjeng Sunan Demak –sang Wali Allah– makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.
Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.
Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita intuder pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.
Versi lainnya
Versi lain menyebutkan petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo berwujud seorang kakek. Kakek itu cepat – cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun – alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek – nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.
Sejak saat itulah, petir tak pernah unjuk sambar di Desa Selo, apalagi di masjid yang mengabadikan nama Ki Ageng Selo. “Dengan menyebut nama Ki Ageng Selo saja, petir tak berani menyambar,” kata Sarwono kepada Gatra.
Soal petir yang tidak pernah ada di Desa Selo diakui oleh Sakhsun, 54 tahun. Selama 22 tahun ia menjadi muazin Masjid Ki Ageng Selo, dan baru pada akhir November 2004 dilaporkan ada petir yang menyambar kubah masjid Ki Ageng Selo. Lelaki berambut putih itu pun terkena dampaknya. Petir itu menyambar sewaktu ia memegang mikrofon hendak mengumadangkan azan asar.
Sakhsun pun tersengat. Bibirnya bengkak. “Saya tidak tahu itu isyarat apa. Segala kejadian kan bisa dijadikan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih beriman,” katanya. Dia sedang menebak-nebak apa yang bakal terjadi di desa itu. Menurut kepercayaan setempat, kubah masjid adalah simbol pemimpin. Apakah artinya ada pemimpin setempat yang akan tumbang?
Terus bagaimana kira-kira cara Ki Ageng Selo menangkap petir…?
Kalau kita telaah cerita legenda di atas tentunya ada sebagian yang benar sesuai dengan sejarah aslinya. Mari kita telaah kira-kira bagaimana cara Ki Ageng Selo menangkap petir bila dilihat dari perspektif ilmu pengetahuan kita jaman sekarang.
1. Petir terjadi di waktu cuaca mendung… Hal yang logis bukan juragan? Muatan listrik yang secara perlahan terpisah antara beberapa awan atau perbedaan muatan listrik antara awan dan bumi, menyebabkan lecutan muatan listrik atau yang kita kenal sebagai petir.
2.Petir menyambar cangkul tetapi Ki Ageng Selo tidak terluka sedikitpun. Cangkul terbuat dari besi dan kayu… Besi adalah konduktor listrik yang baik sedangkan kayu adalah isolator. Hal paling logis adalah petir menyambar Ki Ageng Selo ketika dia sedang mengayunkan cangkulnya. Sehingga lecutan petir dari awan ke bagian besi cangkulnya dapat diisolasi oleh kayu cangkul dan langsung diteruskan ke bumi. Hmmmm…. Kira2 dari kayu apakah cangkul Ki Ageng Selo terbuat sehingga sifat isolatornya begitu kuat? Gw yakin Ki Ageng Selo sudah mengetahui kekuatan kayu cangkulnya sehingga dia tidak takut sedikitpun ketika petir menyambar2, tidak seperti petani lainnya.
Model cangkul yang mungkin dipakai Ki Ageng Selo
3. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Hmmm…. mirip kisah Si Ponari yah juragan. Hal yang paling logis adalah petir itu langsung menyambar batu yang ada di sawah milik Ki Ageng Selo. Batu yang sebesar genggaman tangan orang dewasa tersebut bersifat kapasitor, sehingga sifat dan ukurannya mampu menyimpan muatan listrik (elektron). Kira-kira batu apakah itu juragan???
Kalau deskripsi kapasitor jaman sekarang yah seperti ini juragan : Kapasitor adalah komponen elektronika yang dapat menyimpan muatan listrik. Struktur sebuah kapasitor terbuat dari 2 buah plat metal yang dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik. Bahan-bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya udara vakum, keramik, gelas dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan negatif terkumpul pada ujung metal yang satu lagi. Muatan positif tidak dapat mengalir menuju ujung kutup negatif dan sebaliknya muatan negatif tidak bisa menuju ke ujung kutup positif, karena terpisah oleh bahan dielektrik yang non-konduktif. Muatan elektrik ini “tersimpan” selama tidak ada konduksi pada ujung-ujung kakinya. Sumber : Bom2000.com (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/ki-ageng-selo-si-penangkap-petir/)
Kalau dirunut pada silsilah, Prabu Brawijaya pada perkawinannya dengan Dewi Wandan (wanita yang berkulit kehitam-hitaman) melahirkan Ki Bondan Kejawan yang kemudian memperistri Nyai Nawangsih putera Ki Gede Tarub dan melahirkan Ki Ageng Getas Pendowo atau Syekh Ngabdullah dan seorang puteri (dinikahkan dengan Ki Ageng Ngerang). Ki Ageng Getas Pendowo memiliki 6 putera, Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Keturunan Ki Ageng Selo, dari 7 hanya satu yang laki-laki yaitu Ki Ageng Ngenis yang kemudian berputera Ki Ageng Pemanahan yang selanjutnya melahirkan Sutowijoyo. http://buminusantara.blogdetik.com/2010/11/25/panembahan-senopati/
Makam Ki Ageng Getas Pendowo Beliau adalah keturunan R.Bondan Kejawan ( Lembu Peteng ) dengan Rr. Nawangsih. Letaknya di sebelah timur Kelurahan Kuripan Kecamatan Purwodadi ( Jln. A. yani Purwodadi lebih kurang 1 Km )
(Foto: http://mataram351.wordpress.com/2011/12/21/makam-ki-ageng-getas-pendowo/)
16610/6 <82> Sunan Kalijaga / Raden Said (Lokajaya) [Azmatkhan]
Ir H Hilal Achmar Lineage Study. Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan Muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak. Riwayat
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga. [sunting] Kelahiran
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali. [sunting] Silsilah
Mengenai asal usul beliau, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa beliau juga masih keturunan Arab. Tapi, banyak pula yang menyatakan ia orang Jawa asli. Van Den Berg menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sementara itu menurut Babad Tuban menyatakan bahwa Aria Teja alias 'Abdul Rahman berhasil mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan mengawini putrinya. Dari perkawinan ini ia memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Menurut catatan Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1500 M adalah cucu dari peguasa Islam pertama di Tuban. Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta. Sejarawan lain seperti De Graaf membenarkan bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas, paman Muhammad. Sunan Kalijaga mempunyai tiga anak salah satunya adalah Umar Said atau Sunan Muria. [sunting] Pernikahan
Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah. [sunting] Berda'wah
Menurut cerita,Sebelum menjadi Walisongo,Raden Said menjadi seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi.Dan hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin.Suatu hari,Saat Raden Said ke hutan,ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat.Orang itu adalah Sunan Bonang.Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas,ia merampas tongkat itu.Katanya,hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin.Tetapi,Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu.Ia menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk.Lalu,Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha,maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang.Karena itu,Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang.Raden Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai.Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya.Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tep sungai.Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang.Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut.Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama.Karena lamanya ia tertidur,tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya.Tiga tahun kemudian,Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said.Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai,maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga.Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang.Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang. [sunting] Wafat
Ketika wafat, beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam ini hingga sekarang masih ramai diziarahi orang.
Рођење: 1470
Sunan Drajat bernama kecil Raden Syari­fuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau me­ngambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun. Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Ia terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.
Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu­nyai otonomi.
Sebagai penghargaan atas keberha­silannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.

Nama kecilnya adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia adalah putra dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang.
Ketika dewasa, Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat, Paciran Kabupaten Lamongan.
Sunan Drajat yang mempunyai nama kecil Syarifudin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel dan terkenal dengan kecerdasannya. Setelah menguasai pelajaran islam beliau menyebarkan agama islam di desa Drajad sebagai tanah perdikan di kecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh kerajaan Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun saka 1442/1520 masehi
Makam Sunan Drajat dapat ditempuh dari surabaya maupun Tuban lewat Jalan Daendels (Anyer - Panarukan), namun bila lewat Lamongan dapat ditempuh 30 menit dengan kendaran pribadi.
Sejarah Singkat Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau me­ngambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.
Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Ia terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu­nyai otonomi.
Sebagai penghargaan atas keberha­silannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.
Filosofi Sunan Drajat Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :
1. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain) 2. Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada) 3. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan) 4. Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu) 5. Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur). 6. Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu) 7. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya­rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita).
Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singomeng­koknya Sunan Drajat kini tersimpan di Musium Daerah.
Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda-­benda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam, Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan Musium Daerah Sunan Drajat disebelah timur Makam. Musium ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Maret 1992. Penghargaan
Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, SH untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992 dengan pemugaran Cungkup dan pembangu­nan Gapura Paduraksa senilai Rp. 98 juta dan anggaran Rp. 100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Masjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993. Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan Situs Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paseban, bale rante serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa Timur M. Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.
15413/6 <78+19> 14.1.1.1. Maulana Hasanuddin / Pangeran Sabakingkin (Pangeran Hasanuddin) [Kasultanan Banten]
Рођење: 1478, Cirebon
Свадба: <289!> 3.4.1.1.3. Ratu Ayu Kirana [Azmatkhan]
Титуле : од 1552, Sultan Banten I
Смрт: 1570, Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Kesultanan Banten 1527-183

Wilayah Banten pada masa Maulana Hasanuddin, yang menguasai Selat Sunda pada kedua sisinya Ibukota Surosowan, Kota Intan Bahasa Sunda, Jawa, Melayu, Arab,[1] Agama Islam Pemerintahan Kesultanan
Sultan
-  1527-1552 sebagai bawahan Demak 
-  1552–1570 ¹ Maulana Hasanuddin 
-  1651–1683 Ageng Tirtayasa 
Sejarah  
-  Serangan atas Kerajaan Sunda 1527 
-  Aneksasi oleh Hindia-Belanda 1813 
   
Artikel ini bagian dari seri Sejarah Indonesia
Garis waktu sejarah Indonesia Sejarah Nusantara
Prasejarah 
Kerajaan Hindu-Buddha 
Kutai (abad ke-4) 
Tarumanagara (358–669) 
Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7) 
Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-13) 
Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9) 
Kerajaan Medang (752–1006) 
Kerajaan Kahuripan (1006–1045) 
Kerajaan Sunda (932–1579) 
Kediri (1045–1221) 
Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14) 
Singhasari (1222–1292) 
Majapahit (1293–1500) 
Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15) 
Kerajaan Islam 
Penyebaran Islam (1200-1600) 
Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521) 
Kesultanan Ternate (1257–sekarang) 
Kerajaan Pagaruyung (1500-1825) 
Kesultanan Malaka (1400–1511) 
Kerajaan Inderapura (1500-1792) 
Kesultanan Demak (1475–1548) 
Kesultanan Kalinyamat (1527–1599) 
Kesultanan Aceh (1496–1903) 
Kesultanan Banten (1527–1813) 
Kesultanan Cirebon (1552 - 1677) 
Kesultanan Mataram (1588—1681) 
Kesultanan Siak (1723-1945) 
Kerajaan Kristen 
Kerajaan Larantuka (1600-1904) 
Kolonialisme bangsa Eropa 
Portugis (1512–1850) 
VOC (1602-1800) 
Belanda (1800–1942) 
Kemunculan Indonesia 
Kebangkitan Nasional (1899-1942) 
Pendudukan Jepang (1942–1945) 
Revolusi nasional (1945–1950) 
Indonesia Merdeka 
Orde Lama (1950–1959) 
Demokrasi Terpimpin (1959–1965) 
Masa Transisi (1965–1966) 
Orde Baru (1966–1998) 
Era Reformasi (1998–sekarang) 

Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati[2] berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan, dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.


Pembentukan awal

De Stad Bantam, lukisan cukilan lempeng logam (engraving) karya François Valentijn, Amsterdam, 1726[3] Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.[4]
Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.[5]
Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana,[6] Banten yang sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570[7] melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut.[8]
Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar "Sultan" pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles I.[1]
== Pangeran Jayakarta II == Pangeran Jayakarta II atau Tubagus Angke atau Pangeran Gedeng Angke
Beliau adalah saudara Pangeran Muhammad Pelakaran, putra Pangeran Panjunan Cirebon @ Sayyid Abdurrahman bin Sultan Sulaiman Al-Baghdadi bin Ahmad Syah Jalaluddin Akbar bin Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan. (Selengkapnya lihat tulisan sebelumnya tentang Ilmu Silsilah )
Pangeran Jayakarta II menikahi putri Fatahillah dan juga menikahi puteri Maulana Hasanuddin Banten bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati; dikarunai putra bernama Sungerasa Jayawikarta alias Pangeran Jayakarta III (Pangeran Jayakarta III bin Pangeran Jayakarta II sampai saat ini belum diketahui dari Ibu yang puteri Fatahillah atau puteri Maulana Hasanuddin Banten) BAGI ANDA YANG MEMILIKI INFORMASI
Рођење: 1490
Pangeran Gung Anom yang menikah dengan Ratu Nyawa dari Demak tidak berputra. Suatu ketika, ia pergi ke Cirebon melalui jalan laut. Di tengah laut, dekat pantai Gebang, perahu yang di tumpanginya diserang oleh perompak. Pangeran Gung Anom beserta beserta para pengiringnya dibinasakan, mayatnya dilempar ke laut dan terdampar di pesisir Mundu. Pangeran Gung Anom kemudian dimakam-kan di Pantai Mundu dan bergelar Pangeran Sedang Lautan. Atas perintah Susuhunan Jati, gerombolan perompak akhirnya dapat dihancurkan oleh kesatuan bersenjata bala bantuan dari Cirebon di bawah komando Ki Gedeng Bungko.
Рођење: 1495
Свадба: <34> Ratu Ayu Nyawa / Ratu Ayu Wulan [Brawijaya V]
Титуле : 1528, Cirebon, Adipati Cirebon
Титуле : 1 септембар 1498
Титуле : 1518, Sultan Demak II
Смрт: 1521
14821/6 <97+27> 3.4.1.1. Pangeran Hadipati Trenggono [Demak]
Рођење: 1521
Титуле : до 1546, Demak, Sultan Demak III bergelar Sultan Alam Akbar III
Смрт: 1548
Рођење: 1525
Рођење: Versi Malaysia
Рођење: 1525
==RADEN ARIA PUTRA ATAU NAKHODA HITAM ATAU RADEN ABDULLAH ATAU PENGERAN YUNUS (1519-1650)===
Raden Aria Putra atau Radin Abdullah dilahirkan pada tahun 1519M. Bapanya ialah Pengeran Seberang Lor. Ibunya bernama Syaripah Siti Zubaidah, anak kepada Sultan Ariffin Syeikh Ismail, Pulau Besar.Kedua suami isteri ini SYAHID di pengairan Pulau Besar pada tahun 1521, semasa pertempuran menyerang Portugis.Radin Abdullah di besarkan olih SUNAN GUNONG JATI.Hanya beliau satu satu nya anak Pengeran SEBERANG LOR yang selamat dan terus di lari kan ke Banten.Nenek sebelah ibunya bernama Syaripah Siti Maimunah Binti Maulana Ishak. Hal ini bermakna datuk dan moyangnya ialah ulama besar Melaka. Beliau dilahirkan pada zaman Melaka telah dikuasai Portugis. Pada zaman Portugis menyerang Melaka, banyak keturunan beliau yang syahid. Termasuk ibu dan bapa dan abang nya. Diceritakan Pulau Besar dan pulau sekitarnya juga Pulau Upih bergelimpangan dengan mayat-mayat perajurit yang gugur mempertahankan Melaka. Melaka tidak akan kalah kalau disebabkan serangan Portugis. Melaka kalah disebabkan ada pengkhianatan daripada orang-orang besarnya sendiri dan pembelotan tentera-tentera dari Jawa. Bagi aku ini adalah bala yang diturunkan kepada Melaka disebabkan pemerintahan yang zalim dan pembesar-pembesarnya yang tamak haloba dan mengejar harta dunia sahaja.
Setelah dewasa Raden Aria Putra terlibat dengan gerakan-gerakan tentera untuk menawan Melaka kembali. Disamping itu beliau dan rakan-rakannya menyerang kapal-kapal Portugis di pengairan Selat Melaka. Pada tahun 1545M beliau ke Jambi, dan bergabung menyerang Panglima Perang Jambi untuk menyerang penjajah Portugis dan Belanda. Beliau banyak bergabung dengan Kerajaan Banten di Jawa Barat pada tahun 1545.
Beliau berkahwin dengan Puteri Syaripah Alawiah BintI Sayid Umdatuddin Husin Bin Sunan Gunung Jati Bin Sayid Ali Nurul Alam. Sememangnya beliau rapat di Banten dan Jambi malah Palembang kerana kerajaan-kerajaan itu adalah kerabat-kerabat beliau. Puteri Syaripah Alawiyah juga digelar Puteri Mayang Mengurai, kakak kembar Puteri Mayang Sari, ibu kepada Syeikh Ahmad Maulana atau Tok Janggut Acheh, isteri Panglima Daik.Pada tahun 1530 beliau di lantik menjadi Adipati Pakuan Islam ,mengantikan ayah nya yang wafat, bergelar Pengeran Aria Jepara.
Banyak gerakan-gerakan tentera dilancarkan oleh Sultan Johor atau Pahang atau Jambi juga Acheh. Pada tahun 1641M. Gabungan tentera-tentera Kerajaan Melayu dan dibantu oleh Belanda telah menghancurkan tentera Portugis di Melaka. Melaka jatuh ke tangan Belanda. Tetapi bak kata pepatah “lepas mulut buaya, masuk ke mulut harimau”. Belanda juga tidak kurang hebatnya menekan dan menyerang Kerajaan Melayu malah lagi teruk. Belanda dan Inggerislah yang memfaraidkan Empayar Riau, Johor Lingga yang tinggal sekarang ini hanyalah negeri Johor yang sekangkang kera Melaka yang sepait ini. Empayar yang terkenal di seluruh Kepulauan Melayu malah dunia di pecahkan menjadi Empayar Johor-Riau-Lingga dan Pahang . dipecahkan lagi dan dicobak-cobekkan dan yang tinggal hanyalah negeri Melaka dan Johor yang ada sekarang ini. Ke mana perginya Riau, Lingga, dan ke mana perginya Jambi, Siak, Rokan, Inderagiri, Kampar dan Aru. Semua ini telah di faraidkan seperti cerita ‘ Nujum Pak Belalang’ satu untuk engaku, satu untuk aku. Bayangkan jika kita tidak dijajah, sebesar mana negara kita ini? Utaranya dari Ligor (segenting kera). Selatnya meliputi laut Australia, Baratnya lautan Hindi dan Timurnya lautan Pasifik. Dianggarkan penduduknya seramai 300 juta orang. Salah satu negara yang terkuat di dunia. Radin Aria Nasharudin berkawin Puteri Cempaka Biru dari Jambi.Daripada perkahwinan Nakhoda Hitam dan Puteri Syaripah Alawiyah lahirlah Radin Aria Darmawangsa pada tahun 1570M. Nakhoda Hitam wafat pada 1650M di semadi kan Jambi.
17824/6 <89+91!> 11.3.1.1. Sunan Kudus /Asy Sayyid Ja'far Shadiq [Azmatkhan]
Смрт: 1550
== Sunan Kudus == Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad.
Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: 24) SUNAN KUDUS bin 23)Sunan Ngudung bin 22)Fadhal Ali Murtadha bin 21) Sayyid Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar bin 20)Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin 19) Sayyid Ahmad Jalaluddin bin 18) Sayyid Abdullah bin 17) Sayyid
Abdul Malik Azmatkhan bin 16) Sayyid Alwi Ammil Faqih bin 15) Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin 14) Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
13) Sayyid Alwi bin 12) Sayyid Muhammad bin 11) Sayyid Alwi bin 10) Sayyid Ubaidillah bin 9) Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin 
8)Sayyid Isa bin 7) Sayyid Muhammad bin 6) Sayyid Ali Al-Uraidhi bin 5) Imam Ja’far Shadiq bin 4) Imam Muhammad Al-Baqir bin 
3) Imam Ali Zainal Abidin bin 2) Imam Al-Husain bin 1) Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti 0) NABI MUHAMMAD RASULULLAH
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
21225/6 <79> 4.1.2.2. Abdul Hamid Syah / Mustafa [Azmatkhan]
Титуле : од 1578, Raja Sri Sarwasadesa and Champa
Професија : 1582, Adipati Jipang Panolan
Титуле : од 1586, Pajang, Sultan Pajang II bergelar Sultan Prabuwijaya
Смрт: 1587, Pajang
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang memerintah tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya. Silsilah Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kesultanan Mataram.
Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.
Kisah Hidup Pangeran Benawa Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.
Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang. Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.
Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.
Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.
Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.
Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.
Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Sultan Prabuwijaya.
Akhir Kesultanan PajangNaskah-naskah babad memberitakan versi yang berlainan tentang akhir pemerintahan Pangeran Benawa. Ada yang menyebut Benawa meninggal dunia tahun 1587, ada pula yang menyebut Benawa turun takhta menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Pangeran Benawa menuju ke arah barat dan membangun sebuah pemerintahan yang sekarang bernama Pemalang. Konon beliau juga meninggal di Pemalang, di desa Penggarit.
Sepeninggal Benawa, Kesultanan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.
21427/6 <146> I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana [Raja Gowa]
Рођење: 12 јун 1631
Титуле : од 1653, Sultan/Raja Gowa Ke 16
Смрт: 12 јун 1670
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang



Sultan Hasanuddin (lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 – meninggal di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan sekaligus guru tarekat dari Syeikh Yusuf dan Sultan Hasanuddin. Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.[1]
Sultan Hasanuddin lahir di Gowa, merupakan putera I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikulsaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Kerajaan Gowa. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa. Gowa wa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Referensi
^ Peranginangin, Marlon dkk; Buku Pintar Pahlawan Nasional. Banten: Scientific Press, 2007.
Ir. H. Hilal Achmar Dewi Rasawulan adalah adik Sunan Kalijaga yang menikah dengan Maulana Malik Ibrahim (http://id.wikipedia.org/wiki/Jaka_Tarub). Dalam artikel tentang Empu Supa Madrangki, Empu (Ahli keris) kerajaan Majapahit yang hidup di sekitar abad ke 15, juga menikah dengan Dewi Rasawulan adalah adik Sunan Kalijaga. Artikel ini tidak ada referensinya (http://id.wikipedia.org/wiki/Empu_Supa_Madrangki). Walaupun demikian, masih terus dibutuhkan referensi lain yang menguatkan person Maulana Malik Ibrahim - Jaka Tarub - Rasawulan.
17135/6 <81+26> 3. Nyai Ageng Ngerang I/ Nyai Siti Rochmah (Dewi Roro Kasihan) [Brawijaya V]
== NYAI AGENG NGERANG == Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro

A. ASAL - USUL NYAI AGENG NGERANG
Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan[1]. Walaupun disisi lain, ada yang mengatakan bahwa nama beliau banyak sekali, bahkan sampai 24 nama, akan tetapi itu hanya nama samaran ketika beliau mengadakan peperangan dengan bertujuan untuk berdakwah, menyebarkan agama Islam, Supaya tidak diketahui jatidiri beliau sebenarnya. Karena kalau nama asli beliau yang dipergunakan, justru akan menghambat misi perjuangan dakwah beliau.
Beliau adalah merupakan seorang waliyullah yang banyak disegani banyak orang, karena disamping beliau mempunyai keturunan bangsawan / darah biru dari Raja Brawijaya V, juga beliau seorang Waliyullah yang gigih dan berani untuk menegakkan kebenaran serta Penyayang dan Melindungi kaum yang lemah dan teraniaya.
Beliau senang sekali terhadap orang yang kehidupanya sederhana serta suka membantu orang yang mengalami kesusahan dalam menghadapi problema kehidupan yang tak kunjung sirna, selama mereka mau bertawasul kepada Beliau. Sesuai dengan namanya Siti Rahmah Roro Kasihan adalah seseorang yang suka menaruh belas kasihan / iba dan memberi kasih sayang terhadap kaum muslimin yang ingin mendoakan dan sekaligus membutuhkan bantuan beliau ( Tawasul kepada beliau ) untuk meminta kepada Allah SWT.
Beliau mempunyai pandangan yang jauh dan luas dalam hidup dan kehidupan manusia secara hakiki. Sebagai seorang sufi yang tidak senang dengan kemewahan dunia belaka, maka hidupnya diabdikan dan tawakal kepada Allah untuk berjuang menegakkan agama islam dengan berdakwah dari tempat satu ketempat yang lain, yang beliau anggap tepat sasaranya.
Menurut apa yang dituturkan dari berbagai sumber dan catatan – catatan bersejarah, bahwa beliau berasal dari kerajaan majapahit tepatnya pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V, Prabu Kertabumi, yang telah menurunkan Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Raden Bondan kejawan mempunyai istri Dewi Nawangsih. Dewi Nawangsih merupakan Putri dari Nawang Wulan dan Nawang Wulan adalah istri dari Ki Jaka Tarub, Kidang Telangkas[2].
Raden Bondan Kejawan menurunkan tiga putra, yaitu Ki Ageng Wanasaba, Ki Ageng Getas Pandawa dan Putri yang bungsu bernama Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan[3].
Adapun sejarah kedatangan beliau menurut catatan ahli tarikh. Pada waktu itu beliau hidup dalam kerajaan yang syarat dengan banyak aturan duniawi, serta terbelenggunya kegiatan penyebaran agama islam, oleh karena itu, beliau melakukan melanglang buana dalam rangka misi dakwah dengan menjauhkan diri dari kerajaan tesebut untuk benar – benar dapat menemukan kehidupan yang hakiki dan diridhoi ilahi robbi. Dengan uzlah (mengasingkan diri) dan berdakwah agama islam, dengan sistim berpindah tempat, dari tempat satu ketempat yang lain, termasuk pernah singgah ditanah muria, dan akhirnya beliau mendapatkan wilayah yang layak dan tepat untuk berdakwah yaitu di Pati kidul, tepatnya di dusun Ngerang Tambakromo Pati.
Dalam cerita masyarakat, bahwa pada saat berkumpul dan musyawarah beserta para saudara, Auliya dan penggede pada saat itu, untuk menentukan langkah selanjutnya dalam misi perjuangan dakwah. Beliau kadang diremehkan, karena seorang perempuan. “Perempuan identik dirumah dan tidak bisa berbuat apa-apa, bagian perempuan hanya sedikit (setengah bagian dari laki-laki), lain halnya dengan bagian laki-laki ”, karena langkah seorang perempuan itu sempit dan tidak bisa mendapatkan wilayah kekuasaan yang begitu luas. Oleh karenya menurut beberapa versi, beliau langsung membakar Slendang Kemben yang menjadi warisan dari nenek beliau Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub. Dan beliau berkata, “Langes dari bakaran slendang ini yang dibawa angin, dimanapun jatuhnya, dan tempat yang kejatuhan langes tersebut akan menjadi Bumi Ngerang. Ada juga yang mengatakan bahwa slendang beliau di hamtamkan keatas udara dan keluar percikan api dan percikan api tersebut mengeluarkan sisa yang dinamakan langes.
Menurut versi lain bahwa beliau membuat perapian dengan membakar sisa batang padi, kemudian langes dari perapian tersebut ditiup angin dari hembusan Slendang Kemben beliau. Kemudian langes tersebut dimanapun jatuhnya akan membentuk bumi Ngerang.
Dengan melihat kejadian tersebut, konon saudara-saudara beliau juga tidak mau kalah dengan apa yang telah dilakukakanya, maka tidak berfikir banyak, saudara-saudara beliau kemudian membakar kaosnya. Dimanapun langes bakaran dari kaos tersebut jatuh, maka akan membentuk bumi / tanah muria. Dengan demikian itu bumi Ngerang dan bumi muria terdapat dimana-mana. Dan bumi tersebut tidak ada yang kuat menempatinya ( banyak problem dan masalah kehidupan yang dihadapinya ), kecuali yang memanfaatkan adalah anak dan cucu beliau.
Didalam perjalanan perjuangan dakwah Nyai Ageng Ngerang sangat penuh dengan cobaan, rintangan dan halangan. Tapi itu semua, tidak membuat beliau jera dan putus asa, karena perjuangan untuk membumikan syariat agama Islam, syarat dengan halangan dan rintangan. Perjuangan beliau berakhir didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati Jawa Tengah. Akhirnya beliau membangun masjid dan tempat tinggal sebagai wadah untuk istiqomah dalam berdakwah di dusun Ngerang tersebut, tepatnya di muludan, sebelah utara makam beliau.
Makam Beliau ada di dusun Ngerang kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, tanah pemakaman beliau disebut dengan istilah sentono ( tanah kerajaan ), karena dahulu ditempat itu merupakan sebuah kerajaan dimasa hidup beliau. Makam beliau sangat dikeramatkan, dihormati dan dirawat serta dijaga oleh warga dusun Ngerang Tambakromo Pati dengan baik, karena beliau selain sebagai pejuang islam yang tangguh, juga beliau merupakan cikal bakal dusun Ngerang Tambakromo.
B. SILSILAH KETURUNAN
Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi, Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.
Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim.[4] Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain. Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo[5]. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana,
Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.
Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah[6]. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.
Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.
Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M[7].
Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu Syarifah Siti Jaenab adik kandung Sunan Ampel/Raden Rahmat keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.
Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang[8].
Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Sunan Muria, bahwa Sunan Muria merupakan saudara Nyai Ageng Ngerang yang kesekian kalinya. Dengan melihat beberapa versi tentang silsilah orang tua Sunan muria. Versi pertama mengatakan bahwa Sunan Muria anak Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, padahal anaknya sunan Kalijaga yang bernama Raden Ayu Penengah menjadi istri Ki Ageng Ngerang III, oleh karena itu dapat tarik kesimpulan bahwa Sunan Muria bukan menantu Nyai Ageng Ngerang, seperti yang disebutkan dalam cerita masyarakat, bahwa Dewi Roroyono menjadi Putri Nyai Ageng Ngerang dan diperistri Sunan Muria. Sunan Muria merupakan keponakan Nyai Ageng Ngerang dari Sunan Kalijaga.
C. SAUDARA – SAUDARA BELIAU
Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :
  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan
1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].
Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.
Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).
Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.
Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.
2. Ki Ageng Getas Pendawa, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.
Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.
Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
18544/6 <108+184!> 2.1.1.1. Raden Abdullah [Azmatkhan] 18645/6 <102+96!> 11.2.1.2. Sunan Dalem Wetan / Maulana Zainal Abidin [Azmatkhan] 18746/6 <102+96!> 11.2.1.3. Sunan Tegalwangi [Azmatkhan] 18847/6 <102+96!> 11.2.1.4. Nyai Ageng Seluluhur [Azmatkhan] 18948/6 <102+96!> 11.2.1.5. Sunan Kidul / Sunan Giri II [Azmatkhan] 19049/6 <102+96!> 11.2.1.6. Ratu Gede Saworasa [Azmatkhan] 19150/6 <96+102!> 11.2.1.7. Sunan Kulon [Azmatkhan] 19251/6 <96+102!> 11.2.1.8. Sunan Waruju [Azmatkhan] 19352/6 <102+28> 11.2.1.9. Pangeran Pasir Bata [Azmatkhan] 19453/6 <102+28> 11.2.1.10. Siti Rohbayat [Azmatkhan] 19554/6 <78+20> 4.1.1.7. Pangeran Trusmi [Gunung Jati] 19655/6 <78+20> 4.1.1.8. Ratu Martasari [Gunung Jati] 19856/6 <127> 6.1.1. Abdurrahman ( Joko Tingkir ) [Azmatkhan]
19957/6 <110+112!> 11.2.7.1. Sunan Tembayat / Sayyid Maulana Muhammad Hidayatullah (Ki Pandanaran II) [Brawijaya V]
== Data Tentang Sunan Bayat ==
I. Nama asli Sunan Bayat : Sayyid Maulana Muhammad Hidayatullah
Nama Lain / Gelar-gelar Sunan Bayat adalah:
1. Pangeran Mangkubumi,
2. Susuhunan Tembayat,
3. Sunan Pandanaran (II), [Kata-kata Pandanaran juga berasal dari bahasa Jawa Kawi yaitu Pandanarang = artinya kota Suci]
4. Wahyu Widayat
Beliau Hidup pada masa Kesultanan Demak dan Giri Kedathon (Pad abad ke-16 M, di era Kesultanan Demak tersebut, Jabatan penasehat Sultan dipegang oleh Sunan Giri, Dan Sunan Giri mendirikan Kerajaan di daerah Giri Gresik dengan nama Giri Kedathon dan merupakan Kerajaan bagian dari kesultanan Demak)
Makam beliau terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat" berasal dari kata Jabal Katt artinya Gunung yang tinggi dan jauh ) di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang.

Ayah Sunan Bayat atau Sunan tembayat adalah Sayyid Abdul Qadir yang lahir di Pasai, putra Maulana Ishaq. Beliau diangkat dengan arahan Sunan Giri yang merupakan saudara seayahnya untuk Menjadi Bupati Semarang yang pertama, dan bergelan Sunan Pandan arang.
Beliau lantas berkedudukan di Pragota, yang sekarang adalah tempat bernama Bergota di kelurahan Randusari, Semarang Selatan. Dahulu Pragota berada sangat dekat dengan pantai, karena wilayah Kota Lama Semarang merupakan daratan baru yang terbentuk karena endapan dan proses pengangkatan kerak bumi. Tanah Semarang diberikan kepada Pandan Arang oleh Sultan Demak. Beliau wafat di Kelurahan Mugassari Semarang Selatan.

Sumber : http://jembersantri.blogspot.com/2012/08/sejarah-sunan-pandanaran-sunan-bayat.html#ixzz2tyCs4KbB
Follow us: jembersantri.blogspot.com on Facebook
== Asal Usul Sunan Kalijaga == Raden Mas Syahid yang bergelar ”Sunan Kalijaga” adalah putera dari Ki Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) dengan Dewi Sukati. Raden Syahid merupakan putera pertama yang lahir tahun 1455 dan beliau memiliki seorang adik bernama Dewi Rosowulan yang menikah dengan Empu Supo dan memiliki 2 orang anak yakni Joko Tarub dan Supo Nem.
Istri pertama Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bernama Dewi Saroh binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga memperoleh 3 orang putera,
masing-masing ialah :
1.Raden Umar Said (Sunan Muria).
2.Dewi Ruqayyah.
3.Dewi Sofiyah.
== Asal Usul Sunan Kalijaga == Raden Mas Syahid yang bergelar ”Sunan Kalijaga” adalah putera dari Ki Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) dengan Dewi Sukati. Raden Syahid merupakan putera pertama yang lahir tahun 1455 dan beliau memiliki seorang adik bernama Dewi Rosowulan yang menikah dengan Empu Supo dan memiliki 2 orang anak yakni Joko Tarub dan Supo Nem.
Istri pertama Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bernama Dewi Saroh binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga memperoleh 3 orang putera,
masing-masing ialah :
1.Raden Umar Said (Sunan Muria).
2.Dewi Ruqayyah.
3.Dewi Sofiyah.
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

7

2151/7 <164> Ki Ageng Sela / Abdurrahman II (Bagus Sogam) [Brawijaya]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang Babad Tanah Jawi menyebutkan, Ki Ageng Selo adalah keturunan Raja Majapahit, Brawijaya V. Pernikahan Brawijaya V dengan Putri Wandan Kuning melahirkan Bondan Kejawen atau Lembu Peteng. Lembu Peteng yang menikah dengan Dewi Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub, menurunkan Ki Ageng Getas Pendawa. Dari Ki Ageng Getas Pendawa lahirlah Bogus Sogom alias Syekh Abdurrahman alias Ki Ageng Selo.
Lantas, bagaimana juntrungan-nya Ki Ageng Selo bisa disebut penurun raja-raja Mataram? Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis menurunkan Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan menurunkan Panembahan Senapati. Dari Panembahan Senapati inilah diturunkan para raja Mataram sampai sekarang.
Namun, perkembangan ini hendaknya tidak melenakan, bahwa di sisi lain ada hal urgen yang mutlak diperhatikan. Yaitu, keabadian sejarah dan konsistensi mengamalkan Serat Pepali Ki Ageng Selo, yang merupakan pengejawantahan ajaran Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Untuk yang pertama (mengabadikan sejarah) meniscayakan adanya kodifikasi sejarah Ki Ageng Selo dalam satu buku khusus, sebagaimana Wali Songo dan para wali lain bahkan para kiai mutakhir juga diabadikan ketokohan, jasa-jasa, dan keteladanannya dalam catatan sejarah yang utuh dan tuntas. Dari pengamatan penulis, buku-buku sejarah yang ada saat ini hanya menuturkan sekelumit saja tentang keberadaan Ki Ageng Selo sebagai penurun para raja Mataram (Surakarta dan Yogyakarta), serta kedigdayaannya menangkap petir (bledeg).
Minimnya perhatian ahli sejarah dan langkanya buku sejarah yang mengupas tuntas sejarah waliyullah sang penangkap petir, memunculkan kekhawatiran akan keasingan generasi mendatang dari sosok mulia kakek moyang raja-raja Mataram. Tidak mustahil, anak cucu kita (termasuk warga Surakarta dan Yogyakarta) akan asing dengan siapa dan apa jasa Ki Ageng Selo serta keteladanan-keteladanannya. Barangkali tidak banyak yang tahu bahwa Surakarta dan Yogyakarta memiliki ikatan sejarah dan emosional yang erat dengan Selo. Mungkin hanya warga di lingkungan Keraton yang mengetahui itu. Padahal ikatan itu kian kukuh dengan diabadikannya api bledeg di tiga kota tersebut. Bahkan pada tahun-tahun tertentu (Tahun Dal), untuk keperluan Gerebeg dan sebagainya, Keraton Surakarta mengambil api dari Selo.
Cerita Ki Ageng Sela merupakan cerita legendaris. Tokoh ini dianggap sebagai penurun raja - raja Mataram, Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang. Ki Ageng Sela atau Kyai Ageng Ngabdurahman Sela, dimana sekarang makamnya terdapat di desa Sela, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Dati II Grobogan, adalah tokoh legendaris yang cukup dikenal oleh masyarakat Daerah Grobogan, namun belum banyak diketahui tentang sejarahnya yang sebenarnya. Dalam cerita tersebut dia lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu menangkap halilintar (bledheg).
Menurut cerita dalam babad tanah Jawi ( Meinama, 1905; Al - thoff, 1941), Ki Ageng Sela adalah keturunan Majapahit. Raja Majapahit : Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning. Dari putri ini lahir seorang anak laki - laki yang dinamakan Bondan Kejawan. Karena menurut ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja, Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja : Ki Buyut Masharar setelah dewasa oleh raja diberikan kepada Ki Ageng Tarub untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub, namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Ki Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama meninggal dunia, dan Lembu Peteng menggantikan kedudukan mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II. Dari perkawinan antara Lembu Peteng dengan Nawangsih melahirkan anak Ki Getas Pendowo dan seorang putri yang kawin dengan Ki Ageng Ngerang.
Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh orang yaitu :
  1. . Ki Ageng Sela,
  2. . Nyai Ageng Pakis,
  3. . Nyai Ageng Purna,
  4. . Nyai Ageng Kare,
  5. . Nyai Ageng Wanglu,
  6. . Nyai Ageng Bokong,
  7. . Nyai Ageng Adibaya .
Kesukaan Ki Ageng Sela adalah bertapa dihutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi - bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Bahkan akhirnya Ki Ageng Sela mendirikan perguruan Islam. Muridnya banyak, datang dari berbagai penjuru daerah. Salah satu muridnya adalah Mas Karebet calon Sultan Pajang Hadiwijaya. Dalam tapanya itu Ki Ageng selalu memohon kepada Tuhan agar dia dapat menurunkan raja - raja besar yang menguasai seluruh Jawa .
Kala semanten Ki Ageng sampun pitung dinten pitung dalu wonten gubug pagagan saler wetaning Tarub, ing wana Renceh. Ing wanci dalu Ki Ageng sare wonten ing ngriku, Ki Jaka Tingkir (Mas Karebet) tilem wonten ing dagan. Ki Ageng Sela dhateng wana nyangking kudhi, badhe babad. Kathinggal salebeting supeno Ki Jaka Tingkir sampun wonten ing Wana, Sastra sakhatahing kekajengan sampun sami rebah, kaseredan dhateng Ki Jaka Tingkir. ( Altholif : 35 - 36 ) .
Impian tersebut mengandung makna bahwa usaha Ki Ageng Sela untuk dapat menurunkan raja - raja besar sudah di dahului oleh Jaka Tingkir atau Mas Karebet, Sultan Pajang pertama. Ki Ageng kecewa, namun akhirnya hatinya berserah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya kemudian kepada Jaka tingkir, Ki Ageng sela berkata :
Nanging thole, ing buri turunku kena nyambungi ing wahyumu (Dirdjosubroto, 131; Altholif: 36 ). Suatu ketika Ki Ageng Sela ingin melamar menjadi prajurit Tamtama di Demak. Syaratnya dia harus mau diuji dahulu dengan diadu dengan banteng liar. Ki Ageng Sela dapat membunuh banteng tersebut, tetapi dia takut kena percikan darahnya. Akibatnya lamarannya ditolak, sebab seorang prajurit tidak boleh takut melihat darah. Karena sakit hati maka Ki Ageng mengamuk, tetapi kalah dan kembali ke desanya : Sela. Selanjutnya cerita tentang Ki Ageng Sela menangkap “ bledheg “ cerita tutur dalam babad sebagai berikut :
Ketika Sultan Demak : Trenggana masih hidup pada suatu hari Ki Ageng Sela pergi ke sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah “ bledheg “ itu menyambar Ki Ageng, berwujud seorang kakek - kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek - nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.
Kemudian suatu ketika Ki Ageng nanggap wayang kulit dengan dhalang Ki Bicak. Istri Ki Bicak sangat cantik. Ki Ageng jatuh cinta pada Nyai Bicak. Maka untuk dapat memperistri Nyai Bicak, Kyai Bicak dibunuhnya. Wayang Bende dan Nyai Bicak diambilnya, “ Bende “ tersebut kemudian diberi nama Kyai Bicak, yang kemudian menjadi pusaka Kerajaan Mataram. Bila “ Bende “ tersebut dipukul dan suaranya menggema, bertanda perangnya akan menang tetapi kalau dipukul tidak berbunyi pertanda perangnya akan kalah.
Peristiwa lain lagi : Pada suatu hari Ki Ageng Sela sedang menggendong anaknya di tengah tanaman waluh dihalaman rumahnya. Datanglah orang mengamuk kepadanya. Orang itu dapat dibunuhnya, tetapi dia “ kesrimpet “ batang waluh dan jatuh telentang, sehingga kainnya lepas dan dia menjadi telanjang. Oleh peristiwa tersebut maka Ki Ageng Sela menjatuhkan umpatan, bahwa anak turunnya dilarang menanam waluh di halaman rumah memakai kain cinde .
Saha lajeng dhawahaken prapasa, benjeng ing saturun - turunipun sampun nganthos wonten ingkang nyamping cindhe serta nanem waluh serta dhahar wohipun. ( Dirdjosubroto : 1928 : 152 – 153 ).
Dalam hidup berkeluarga Ki Ageng Sela mempunyai putra tujuh orang yaitu :
  1. . Nyai Ageng Lurung Tengah,
  2. . Nyai Ageng Saba ( Wanasaba ),
  3. . Nyai Ageng Basri,
  4. . Nyai Ageng Jati,
  5. . Nyai Ageng Patanen,
  6. . Nyai Ageng Pakis Dadu, dan bungsunya putra laki - laki bernama
  7. . Kyai Ageng Enis.
Kyai Ageng Enis berputra Kyai Ageng Pamanahan yang kawin dengan putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri Kerajaan Mataram. Adik Nyai Ageng Pamanahan bernama Ki Juru Martani. Ki Ageng Enis juga mengambil anak angkat bernama Ki Panjawi. Mereka bertiga dipersaudarakan dan bersama - sama berguru kepada Sunan Kalijaga bersama dengan Sultan Pajang Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ). Atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Enis diminta bertempat tinggal didusun lawiyan, maka kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Lawiyan. Ketika dia meninggal juga dimakamkan di desa Lawiyan. ( M. Atmodarminto, 1955 : 1222 ) .

Dari cerita diatas bahwa Ki Ageng Sela adalah nenek moyang raja - raja Mataram Surakarta dan Yogyakarta. Bahkan pemujaan kepada makam Ki Ageng Sela sampai sekarang masih ditradisikan oleh raja - raja Surakarta dan Yogyakarta tersebut. Sebelum GREBEG Mulud, utusan dari Surakarta datang ke makam Ki Ageng Sela untuk mengambil api abadi yang selalu menyala didalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja - raja Yogyakarta Api dari Sela dianggap sebagai keramat .
Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak - arakan, agar setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan ditempat pemujaan di rumah masing - masing. Menurut Shrieke api sela itu sesungguhnya mencerminkan “asas kekuasaan bersinar “. Bahkan data - data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar itu merupakan lambang kekuasaan raja - raja didunia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang .
Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu. Di Daerah itu Reffles masih menemukan sisa - sisa bekas kraton tua ( Reffles, 1817 : 5 ). Peninggalan itu terdapat di daerah distrik Wirasaba yang berupa bangunan Sitihinggil. Peninggalan lain terdapat di daerah Purwodadi .
Sebutan “ Sela “ mungkin berkaitan dengan adanya “ bukit berapi yang berlumpur, sumber - sumber garam dan api abadi yang keluar dari dalam bumi yang banyak terdapat di daerah Grobogan tersebut .
Ketika daerah kerajaan dalam keadaan perang Diponegoro, Sunan dan Sultan mengadakan perjanjian tanggal 27 September 1830 yang menetapkan bahwa makam - makam keramat di desa Sela daerah Sukawati, akan tetap menjadi milik kedua raja itu. Untuk pemeliharaan makam tersebut akan ditunjuk dua belas jung tanah kepada Sultan Yogyakarta di sekitar makam tersebut untuk pemeliharaannya. ( Graaf, 3,1985 : II ). Daerah enclave sela dihapuskan pada 14 Januari 1902. Tetapi makam - makam berikut masjid dan rumah juru kunci yang dipelihara atas biaya rata - rata tidak termasuk pembelian oleh Pemerintah.

Menelusuri Jejak sang Penangkap petir

Ini adalah salah satu legenda Tanah Jawa, sesosok figur ulama di daerah Selo, Grobogan, Jawa Tengah yang bernama Ki Ageng Selo...




Садржај

Silsilah

Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang (cikal bakal-red) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).
Menurut cerita Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.
Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.
Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang.
== Legenda Sang Penangkap Petir ==
Kisah ini terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar..... petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.
Kanjeng Sunan Demak –sang Wali Allah-- makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.
Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang --perpangkat besar dan orang kecil-- datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.
Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar... gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita intuder pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.


Versi lainnya

Versi lain menyebutkan petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo berwujud seorang kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek - nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.
Sejak saat itulah, petir tak pernah unjuk sambar di Desa Selo, apalagi di masjid yang mengabadikan nama Ki Ageng Selo. "Dengan menyebut nama Ki Ageng Selo saja, petir tak berani menyambar," kata Sarwono kepada Gatra.
Soal petir yang tidak pernah ada di Desa Selo diakui oleh Sakhsun, 54 tahun. Selama 22 tahun ia menjadi muazin Masjid Ki Ageng Selo, dan baru pada akhir November 2004 dilaporkan ada petir yang menyambar kubah masjid Ki Ageng Selo. Lelaki berambut putih itu pun terkena dampaknya. Petir itu menyambar sewaktu ia memegang mikrofon hendak mengumadangkan azan asar.
Sakhsun pun tersengat. Bibirnya bengkak. "Saya tidak tahu itu isyarat apa. Segala kejadian kan bisa dijadikan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih beriman," katanya. Dia sedang menebak-nebak apa yang bakal terjadi di desa itu. Menurut kepercayaan setempat, kubah masjid adalah simbol pemimpin. Apakah artinya ada pemimpin setempat yang akan tumbang?


Larangan Menjual Nasi

Suatu hari ada dua orang pemuda yang bertamu ke rumah Ki Ageng Selo, Mereka bermaksud hendak belajar ilmu agama pada KI Ageng Selo. Sebagai tuan rumah yang baik, KI Ageng selo menghidangkan nasi pada mereka, namun mereka menolakya dengan alasan masih kenyang. Setelah merasa sudah cukup ( belajar ilmu agama ), kedua pemuda itu pun memohon untuk pamit pulang. Sepulang dari rumah Ki Ageng, kedua pemuda itu tidak langsung pulang, melainkan mampir ke warung nasi dulu untuk makan. KI Ageng Selo melihat hal itu. Beliau merasa sakit hati dan setelah itu beliau berkata “ Orang-orang di desa selo tidak boleh menjual nasi, kalau ada yang melanggarnya maka bledheg akan menyambar-nyambar di langit desa Selo “. Hingga saat ini penduduk yang tinggal di sekitar Komplek Makam KI Ageng Selo tidak ada yang menjual nasi.

Napak Tilas KI Ageng Selo

Terletak di dusun Krajan, RT II RW 02, Desa Selo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Tempat ini juga merupakan salah satu tempat wisata di Kabupaten Grobogan karena mengandung nilai-nilai sejarah yang luar biasa.
Tempat-tempat penting yang masih berkaitan dengan KI Ageng Selo
  • Makam KI Ageng Tarub, terletak di desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan sekitar 4 Km dari Makam KI Ageng Selo. Beliau adalah Buyut dari KI Ageng Selo. Di komplek Makam ada gentong yang airnya berasal dari sendang bidadari.
  • Makam Bondan Kejawan / Lembu Peteng ( Kakek KI Ageng Selo ), terletak di dusun Mbarahan Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Sekitar 3 Km dari Makam KI Ageng Selo. Di area komplek makam banyak di bangun patung dan stupa. Kini kondisinya semakin tidak terawat. Banyak patung yang mulai rusak. Namun masih banyak orang yang datang untuk berziarah
  • KI Ageng Getas Pendowo, beliau adalah Bapak dari KI Ageng Selo. Makamnya terletak di Kuripan Purwodadi sekitar 15 Km dari Makam KI Ageng Selo.
== Pangeran Benawa ==
Menurut tradisi Jawa, Pangeran Benawa adalah raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587, bergelar Prabuwijaya.


Садржај

Silsilah Pangeran Benawa

Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram.
Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.


Kisah Hidup Pangeran Benawa

Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.
Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.
Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.
Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.
Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.
Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.
Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.
Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya.


Akhir Kerajaan Pajang

Naskah-naskah babad memberitakan versi yang berlainan tentang akhir pemerintahan Pangeran Benawa. Ada yang menyebut Benawa meninggal dunia tahun 1587, ada pula yang menyebut Benawa turun takhta menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Pangeran Benawa menuju ke arah barat dan membangun sebuah pemerintahan yang sekarang bernama Pemalang. Konon beliau juga meninggal di Pemalang, di desa Penggarit.
Sepeninggal Benawa, Kerajaan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.


Kepustakaan

Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
Andjar Any. 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Рођење: Level 1 = Putera ke 2 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro
Свадба: <45> Kyai Ageng Lang / Pangeran Langgar [Raden Trenggono]
Свадба: <45!> Kyai Ageng Lang / Pangeran Langgar [Raden Trenggono]
Рођење: Sedayu - Lawas / Lamongan, Puteri Ki Bimotjili dari Djungpangkah (Ujungpangka) di Sedayu Lawas Surabaya.
Свадба: <46> Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran [Brawijaya V] d. 1638
Титуле : Penasehat Sultan Banten III
Kiprah Putra Pati Unus di Banten Sebagian riwayat turun temurun menyebutkan Pangeran Yunus (Raden Abdullah putra Pati Unus) ini kemudian dinikahkan oleh Mawlana Hasanuddin dengan putri yang ke III, Fatimah. Tidak mengherankan, karena Kesultanan Demak telah lama mengikat kekerabatan dengan Kesultanan Banten dan Cirebon. Selanjutnya pangeran Yunus yang juga banyak disebut sebagai Pangeran Arya Jepara dalam sejarah Banten, banyak berperan dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (adik ipar beliau) sebagai penasehat resmi Kesultanan . Dari titik ini keturunan beliau selalu mendapat pos Penasehat Kesultanan Banten , seperti seorang putra beliau Raden Aryawangsa yang menjadi Penasehat bagi Sultan Banten ke III Mawlana Muhammad dan Sultan Banten ke IV Mawlana Abdul Qadir.
Ketika penaklukan Kota Pakuan terakhir 1579, Raden Aryawangsa yang masih menjadi Panglima dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (yang juga paman beliau sendiri karena Ibunda beliau adalah kakak dari Mawlana Yusuf yang dinikahi Raden Abdullah putra Pati Unus) mempunyai jasa besar, sehingga diberikan wilayah kekuasaan Pakuan dan bermukim hingga wafat di desa Lengkong (sekarang dekat Serpong). Raden Aryawangsa menikahi seorang putri Istana Pakuan dan keturunannya menjadi Adipati Pakuan dengan gelar Sultan Muhammad Wangsa yang secara budaya menjadi panutan wilayah Pakuan yang telah masuk Islam (Bogor dan sekitarnya), tapi tetap tunduk dibawah hukum Kesultanan Banten.
Seperti yang disebut diatas, Raden Aryawangsa kemudian lebih banyak berperan di Kesultanan Banten sebagai Penasehat Sultan, setelah beliau wafat kiprah keluarga Pati Unus kemudian diteruskan oleh putra dan cucu beliau para Sultan Pakuan Islam hingga Belanda menghancurkan keraton Surosoan di zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1683), dan membuat keraton Pakuan Islam ,sebagai cabang dari Keraton Banten, ikut lenyap dari percaturan politik dengan Sultan yang terakhir Sultan Muhammad Wangsa II bin Sultan Muhammad Wangsa I bin Raden Aryawangsa bin Raden Abdullah bin Pangeran Sabrang Lor bin Raden Muhammad Yunus Jepara ikut menyingkir ke pedalaman Bogor sekitar Ciampea.
Титуле : Jipang _ akhir Kerajaan Demak
ARYA MATARAM Arya Mataram adalah adik tiri Arya Penangsang Ketika pasukan Pajang datang menyerang Jipang, Arya Penangsang sedang akan berbuka setelah keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh Pemanahan dan Penjawi. ''Meskipun sudah disabarkan Arya Mataram, Penangsang tetap berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang.'' Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai kuda betina, melompati bengawan. Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Akibatnya perut Arya Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip di pinggang.
Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.
Dalam pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang, tewas pula, sedangkan Arya Mataram meloloskan diri. Sejak awal, Arya Mataram memang tidak pernah sependapat dengan kakaknya yang mudah marah itu.
Рођење: Level 2 = Cucu; Adalah trah urutan ke 2 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
Рођење: Versi : Malaysia
25210/7 <163> Pangeran Radin [Pajang]
Рођење: DIPUTUS AYAHNYA : 26361
Рођење: Versi 1 : http://www.jatiningjati.com/2009/08/akan-banyak-orang-yang-tidak-percaya.html Versi 2 : http://kincho-ngerang.blogspot.com/ Versi 3 : http://kiagengmandaraka.blogspot.com/2011/06/saya-pengagum-beliau.html
Свадба: <293!> 3.4.1.1.4. Ratu Mas Mantingan [Demak]
Рођење: DIPUTUS AYAHNYA : 850721
Рођење: Pengganti Sunan Kalijaga sebagai Kepala Perdikan Kadilangu.
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
32214/7 <212> 4.1.2.2.1. Ibrahim, who Became Raja Ibrahim bin Sultan 'Abdu'l Hamid Shah [Azmatkhan]
Титуле : Datu Kelantan 1634-1637
Титуле : Raja of Champa 1637-1684
23515/7 <153+36> Sunan Kudus [Azmatkhan]
Рођење: 1400
Смрт: 1550
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
30216/7 <206+?> Pangeran Santri / Kusumadinata I (Raden Solih) [Wretikandayun]
Рођење: 29 мај 1505проц
Свадба: <47> Ratu Pucuk Umum / Nyi Mas Ratu Inten Dewata (Pangeran Istri) [Wretikandayun]
Титуле : од 21 октобар 1530, Sumedang Larang, Raja Sumedang Larang Ke 9
Смрт: 1580изр
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Sumedang Selatan

Kemudian Sunan Tuakan digantikan oleh putrinya yang kedua yang bernama Ratu Sintawati alias Nyai Mas Patuakan (1462 – 1530 M) sebagai raja Sumedang Larang ketujuh, Ratu Sintawati menikah dengan Sunan Corenda raja Talaga putera Ratu Simbar Kancana dari Kusumalaya putra Dewa Niskala penguasa Galuh. Dari Ratu Sintawati dan Sunan Corenda mempunyai putri bernama Satyasih atau dikenal sebagai Ratu Inten Dewata setelah menjadi penguasa Sumedang yang kedelapan bergelar Ratu Pucuk Umum (1530 – 1578 M).
Pada masa Ratu Sintawati agama Islam mulai menyebar di Sumedang pada tahun 1529 M. Agama Islam disebarkan oleh Maulana Muhammad alias Pangeran Palakaran putera Maulana Abdurahman alias Pangeran Panjunan. Pangeran Palakaran menikah dengan Nyi Armilah seorang puteri Sindangkasih Majalengka dan hasil pernikahan tersebut pada tanggal 6 bagian gelap bulan jesta tahun 1427 saka (+ 29 Mei 1505 M) lahirlah seorang putra bernama Rd. Solih atau Ki Gedeng Sumedang alias Pangeran Santri. Kemudian Pangeran Santri menikah dengan Ratu Pucuk Umum, yang akhirnya Pangeran Santri menggantikan Ratu Pucuk Umum sebagai penguasa Sumedang, Pangeran Santri dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Pangeran Kusumadinata I pada tanggal 13 bagian gelap bulan Asuji tahun 1452 saka (+ 21 Oktober 1530 M), Pangeran Santri merupakan murid Sunan Gunung Jati.
Pangeran Santri merupakan penguasa Sumedang pertama yang menganut agama Islam dan berkedudukan di Kutamaya Padasuka sebagai Ibukota Sumedang Larang yang baru, sampai sekarang di sekitar situs Kutamaya dapat dilihat batu bekas fondasi tajug keraton Kutamaya. Pada tanggal 3 bagian terang bulan srawana tahun 1480 saka (+ 19 Juli 1558 M) lahirlah Pangeran Angkawijaya yang kelak bergelar Prabu Geusan Ulun putera dari Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umum. Pada masa pemerintahan Pangeran Santri kekuasaan Pajajaran sudah menurun di beberapa daerah termasuk Sumedang dan pada tanggal 11 Suklapaksa bulan Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M Pajajaran “Sirna ing bumi” Ibukota Padjajaran jatuh ke tangan pasukan Kesultanan Surasowan Banten . Pada tahun 1578 tepatnya pada hari Jum’at legi tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1610) sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran, sebagaimana dikemukakan dalam Pustaka Kertabhumi I/2 (h. 69) yang berbunyi; “Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedangmandala” (Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahiyangan. Keraton raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang) selanjutnya diberitakan “Rakyan Samanteng Parahyangan mangastungkara ring sira Pangeran Ghesan Ulun” (Para penguasa lain di Parahiyangan merestui Pangeran Geusan Ulun). “Anyakrawartti” biasanya digunakan kepada pemerintahan seorang raja yang merdeka dan cukup luas kekuasaannya. Dalam hal ini istilah “nyakrawartti” maupun “samanta” sebagai bawahan, cukup layak dikenakan kepada Prabu Geusan Ulun, hal ini terlihat dari luas daerah yang dikuasainya, dengan wilayahnya meliputi seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat.
22517/7 <148> 5. Retna Kencana / Ratu Mas Kalinyamat [Raden Trenggono]
Рођење: 1514, Demak Bintoro
Свадба: <48> Pangeran Kalinyamat / Pangeran Toyib / Pangeran Tanduran / Tjie Bin Tang [Sultan Mughayat Syah] d. 1549
Титуле : од 10 април 1527, Jepara, Kanjeng Ratu Kalinyamat
Смрт: 1579, Jepara, Dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.
Рођење: 1515изр
== Pangeran Jayakarta == 'Pangeran Jayakarta alias Sungerasa adalah nama seorang penguasa kota pelabuhan Jayakarta, yang menjabat sebagai wakil dari Kesultanan Banten. Kekuasaan Banten atas wilayah ini berhasil direbut oleh Belanda, setelah Pangeran Jayakarta dikalahkan oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619.
Asal-usul
Asal-usul Pangeran Jayakarta masih samar. Dalam situs internet Pemerintah Jakarta Timur disebutkan, Pangeran Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Achmad Jakerta, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari Kesultanan Banten. Namun ada juga yang menganggap Pangeran Jayakarta adalah Pangeran Jayawikarta. Menurut Hikayat Hasanuddin dan Sajarah Banten Rante-rante yang disusun pada abad ke-17 (yaitu sesudah Sajarah Banten, 1662/3), Pangeran Jayakarta atau Jayawikarta adalah putra Tubagus Angke dan Ratu Pembayun, puteri Hasanuddin, anak Sunan Gunung Jati.
Menurut Adolf Heukeun SJ dalam buku Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta Jilid II, silsilah ini tidak sesuai dengan sumber-sumber sekunder lain karena sumber-sumber yang digunakan oleh hikayat mengandung banyak cerita dongeng.[1]
Peran politik di Banten
Pada tahun 1596 Pangeran Muhammad, penguasa Banten ketiga, gugur waktu menyerang Palembang. Putera satu-satunya ialah Abdul Kadir, yang baru berusia lima bulan. Maka dipilihlah seorang mangkubumi yang sekaligus menjadi wali putera itu. Tetapi mangkubumi ini wafat pada tahun 1602. Maka ibu putra mahkota menjadi wali dan menikah dengan mangkubumi yang ketiga. Karena ayah tiri disayang putera mahkota Banten dan dihormati rakyat, maka para pangeran menjadi iri dan memberontak. Pangeran dari Jayakarta datang dengan banyak bawahannya sehingga pemberontak mengalah dan berdamai.
Рођење: 1516
Рођење: 1518
Титуле : од 1546, Demak
Смрт: 1549, Demak
Sultan ke IV ( terakhir ) dari Kerajaan Islam Demak DIPUTUS PUTRANYA :2655
22323/7 <148+?> 3. Sunan Prawoto / Panembahan Prawoto I (Sultan Mukmin) [Brawijaya V]
Свадба:
Титуле : од 1546, Demak Bintoro, Sultan Demak IV
Смрт: 1549, Demak Bintoro
Sunan Prawoto adalah raja keempat Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama aslinya ialah Raden Mukmin. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama dari pada ahli politik. Raden Mukmin Semasa Muda Naskah babad dan serat menyebut Raden Mukmin adalah putra sulung Sultan Trenggana. Ia lahir saat ayahnya masih sangat muda dan belum menjadi raja.
Pada tahun 1521 Pangeran Sabrang Lor meninggal dunia tanpa keturunan. Kedua adiknya beraing memperebutkan takhta, yaitu Raden Trenggana dan Raden Kikin. Raden Trenggana adalah adik kandung Pangeran Sabrang Lor, sama-sama lahir dari permaisuri Raden Patah, sedangkan Raden Kikin meskipun lebih tua usianya, tapi lahir dari selir, yaitu putri bupati Jipang.
Dalam persaingan ini tentu saja Raden Mukmin memihak ayahnya. Ia mengirim pembantunya yang bernama Ki Surayata untuk membunuh Raden Kikin sepulang Salat Jumat. Raden Kikin tewas di tepi sungai, sedangkan para pengawalnya sempat membunuh Ki Surayata.
Sejak saat itu Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya "bunga yang gugur di sungai". Pangeran Sekar Seda Lepen meninggalkan dua orang putra dari dua orang istri, yang bernama Arya Penangsang dan Arya Mataram.
[sunting] Pemerintahan Sunan Prawoto Sultan Trenggana memerintah Kesultanan Demak tahun 1521-1546. Sepeninggalnya, Raden Mukmin selaku putra tertua naik takhta. Ambisinya sangat besar untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau Jawa. Namun keterampilannya dalam berpolitik sangat rendah. Ia lebih suka hidup sebagai ulama suci dari pada sebagai raja.
Pusat pemerintahan Raden Mukmin dipindahkan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan seorang Portugis bernama Manuel Pinto. Pada tahun 1548 Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan Makassar. Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.
Pada kenyataannya, cita-cita Sunan Prawoto tidak pernah terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, misalnya Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik berkembang bebas sedangkan Demak tidak mampu menghalanginya.
[sunting] Kematian Sunan Prawoto Selain Sunan Prawoto muncul dua orang lagi menjadi tokoh kuat sepeninggal Sultan Trenggana, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang, dan Hadiwijaya bupati Pajang. Masing-masing adalah keponakan dan menantu Sultan Trenggana.
Arya Penangsang adalah putra Pangeran Sekar Seda ing Lepen yang mendapat dukungan dari gurunya, yaitu Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak. Pada tahun 1549 ia mengirim anak buahnya yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya.
Menurut Babad Tanah Jawi, pada suatu malam Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Sunan mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni.
Rangkud setuju. Ia lalu menikam dada Sunan Prawoto yang pasrah tanpa perlawanan sampai tembus. Ternyata istri Sunan sedang berlindung di balik punggungnya. Akibatnya ia pun tewas pula. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan sempat membunuh Rangkud dengan sisa-sisa tenaganya.
Sunan Prawoto tewas meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Arya Pangiri, yang kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat dari Jepara. Setelah dewasa, Arya Pangiri menjadi menantu Sultan Hadiwijaya raja Pajang, dan diangkat sebagai bupati Demak.
Pada tahun itu pula, 1549 Aryo Penangsang berhasil dibunuh oleh Danag Sutawijaya atas siasat cerdas Ki Juru Martani.
[sunting] Raden Mukmin dalam Kronik Cina Kronik Cina dari kuil Sam Po Kong menyebut Raden Mukmin dengan nama Muk Ming. Pada tahun 1529 ia menggantikan Kin San sebagai kepala galangan kapal di Semarang. Kin San adalah adik Jin Bun (alias Raden Kusen adik Raden Patah).
Muk Ming bekerja keras dibantu masyarakat Cina baik yang muslim ataupun non muslim menyelesaikan 1.000 kapal besar yang masing-masing dapat memuat 400 orang prajurit. Pembangunan kapal-kapal perang tersebut untuk kepentingan angkatan laut ayahnya, yaitu Tung-ka-lo (Sultan Trenggana) yang berniat merebut Maluku.
Belum sempat Tung-ka-lo merebut Maluku, ia lebih dulu tewas saat menyerang Panarukan tahun 1546. Muk Ming pun naik takhta namun dimusuhi sepupunya yang menjadi bupati Ji-pang (alias Arya Penangsang).
Perang saudara terjadi. Kota Demak dihancurkan bupati Ji-pang. Muk Ming pindah ke Semarang tapi terus dikejar musuh. Akhirnya ia tewas di kota itu. Galangan kapal hancur terbakar pula. Yang tersisa hanya masjid dan kelenteng saja.
22824/7 <148> 9. Pangeran Timur / Pangeran Mas Kumambang (Rangga Jumena) [Raden Trenggono]
Титуле : Panembahan Mas -
Професија : од 18 јул 1568, Bupati Madiun Ke 1, Hari jadi Kabupaten Madiun
== Pangeran Timoer ==
Kegigihan dan Kebijakan
Pangeran Timoer yang kemudian hari diangkat menjadi Bupati Purabaya pada tanggal 18 Juli 1568 dan mengakhiri pemerintahan Pengawasan Kasultanan Demak di Purabaya di bawah Kyai Rekso Gati (SaGaten), kemudian membuka dan mewarnai Sejarah Awal Kabupaten Madiun, sebagai Bupati yang Pertama (ke-1) Madiun dengan masa jabatan antara tahun 1568 sampai 1586.
Beberapa tahun setelah diangkat menjadi Bupati Purabaya, sekitar tahun 1575, Pangeran Timoer melaksanakan gagasan untuk memindahkan Pusat Pemerintahan dari bagian Utara ke Selatan, yang sekarang berada di Desa Kuncen.
Pemindahan Pusat Pemerintahan itu dilakukan dengan beberapa alasan, pertama Pangeran Timoer ingin mempunyai tempat kedudukan yang baru sebagai satu peringatan atas dimulainya kekuasaannya sebagai seorang Bupati Purabaya di samping kedudukannya sebagai Wedana Bupati di Mancanegoro Timur bagian dari Kasulatanan Demak. Kedua, pemindahan tempat itu juga dilandasi satu anggapan bahwa temapt yang lama sebelumnya bukan sebagai pusat pemerintahan. Tetapi hanya sebagai tempat “pengawasan”.
Alasan lain atas pemindahan itu adalah bahwa menurut pengamatan tempat yang baru ternyata mempunyai fasilitas penunjang yang lebih baik dibanding daerah atau tempat yang lama. Fasilitas penunjang yang dianggap akan lebih banyak menjamin, karena letak desa yang mengelilingi satu dengan yang lain berdekatan. Hal itu menjamin pula untuk memberikan satu kekuatan, dukungan serta perlindungan terhadap adanya ketahanan wilayah.
Tempat yang kemudian dipilih sebagai pusat pemerintahan merupakan satu daerah yang diapit muara sungai Gondang dan sungai Catur yang sangat besar artinya dalam satu kepentingan strategis serta kepentingan sosial ekonomi, karena kedua sungai itu merupakan jalan simpang lalu lintas besar kali Madiun.
Disamping itu, daerah baru ini merupakan daerah dataran kering yang dalam keadaan demikian berpengaruh sekali terhadap kegiatan seluruh masyarakat dan Pemerintahan secara keseluruhan.
Keadaan sosial ekonomi di daerah selatan ini dirasa juga lebih baik dan lebih penting dibanding dengan daerah utarra. Demikian juga mekanisme keseluruhan pola kegiatan pemerintahan meliputi wilayah Kabuparten Purabaya secara utuh.
Sementara itu perang antara Pajang dengan Mataram yang berakhir dengan runtuhnya Pajang sekitar tahun 1586 menyebabkan putusnya hubungan formalitas antara Kabupaten Purabaya dengan Pajang.
Tetapi bukan berarti Kabupaten Purabaya “tunduk” terhadap pemerintahan Mataram. Pangeran Timoer yang kemudian hari juga dikenal sebagai Panembahan Rama menyatakan Purabaya sebagai kabupaten yang berdiri “bebas” dan tidak ada ikatan hierarkis dengan Mataram yang sudah mengalahkan Pajang. Dan ....”Purabaya adalah ahli waris dari tahta kerajaan Pajang”.
Pendirian yang keras dari Panembahan Rama ini ternyata mendapat dukungan dari beberapa Bupati Mancanegoro Timur. Akibatnya sudah cukup diperhitungkan oleh Panembahan Rama dan timbullah kemudian bentrokan yang tidak dapat dihindari lagi antara Mataram dengan Purabaya.
Pihak Mataram kemudian berusaha untuk mendudukan Purabaya dan menfgirimkan pasukannya untuk menggempur Purabaya yang dilakukan pertama kali pada tahun 1586. Setahun berikutnya di tahun 1587 pasukan Mataram juga dikirimkan untuk menggempur Purabaya. Tetapi dua kali serangan pasukan Mataram ke Purabaya ini mengalami kegagalan dan dapat dipatahkan di bagian sebelah barat kali Madiun. Kekalahan itu menjadikan Mataram lebih cermat dan memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan berikutnya.
24325/7 <154+?> 14.1.1.1.1. Maulana Yusuf / Pangeran Pasareyan [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1570, Banten, Sultan Banten II
Смрт: 1585
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
Смрт: 1579, Mantingan
Lambang Kesultanan Bima
Lambang Kesultanan Bima
30527/7 <207+?> 2. Sultan Abdul Khair Sirajuddin / Ruma Mantau Uma Jati / La Mbila / I Ambela [Kesultanan Bima]
Рођење: април 1627, Sultan Bima II (1640 M)
Смрт: 22 јул 1682
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
Рођење: 1658изр, Nasab Ke 30
==Asal-Usul Dato' Tonggara== Dalam beberapa literatur yang ada, disebutkan bahwa Dato' Tonggara berasal dari Sulawesi Selatan. Kemudian dari daerah mana Sulawesi Selatannya ? Kami berpendapat bahwa Dato' Tonggara adalah putera Raja Gowa / Sultan Gowa yang tidak menjadi penerus Raja, alias Puang (Kalau di Jawa, Pangeran). Puang yang berprofesi di bidang Agama (Islam), menggunakan Gelar "Dato'/Datoek". Sebagai contoh, Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar putra ke 19 Asy Syaikh Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra yang menikah dengan Puteri Raja Wajo ke 4 LaTadampare Puangrimaggalatung, memiliki putra yang bernama Dato' Sulaeman.
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni. Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa. Gowa wa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke. Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Sepeninggal Sultan Hasanuddin, Belanda melakukan kriminalisasi terhadap Kesultanan Gowa dengan cara mengasingkan keluarga dekat Sultan Hasanuddin termasuk putera-puteranya ke Batavia. Di Batavia, antara tahun 1673-1686 VOC membuat perkampungan baru bekas hutan Jati yang kemudian dinamakan Kampung Makasar. Disamping keluarga dan kerabat Sultan Hasanudin juga ditempatkan mantan pasukan tempur Kerajaan Gowa dijadikan budak untuk membantu VOC di Pulau Jawa, dan mereka juga di tempatkan di perkampungan lain dekat Batavia, seperti Depok, Cimanggis dan tempat-tempat lainnya.
Sultan Hasanuddin lahir pada tahun 1631, wafat tahun 1670, tahta Kesultaan Gowa pada tahun 1669 dilanjutkan oleh Putranya yang bernama I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' yang lahir pada tahun 1656. Sedangkan Dato Tonggara lahir pada tahun 1658, diperkirakan ia adalah putera ke 2 Sultan Hasanudin yang berprofesi dibidang keagamaan (Qadhi & Mufti Kesultanan Gowa). Kemudian Dato-Dato lainnya sepeti : Dato Tanjung Kait, Kumpo Datuk Depok, Dato Ibrahim Condet, dan Dato Biru Rawabangke, juga masih putera-putera Sultan Hasanudin, kakak-beradik dengan Dato Tonggara, yang menjadi korban kriminalisasi VOC.
Професија : од 1700, Tuban, Adipati Tuban XVII
Шаблон:Mergewith

Садржај

Pangeran Benawa

Menurut tradisi Jawa, Pangeran Benawa adalah raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587, bergelar Prabuwijaya.


Silsilah Pangeran Benawa

Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram.
Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.


Kisah Hidup Pangeran Benawa

Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.
Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.
Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.
Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.
Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.
Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.
Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.
Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya.


Akhir Kerajaan Pajang

Naskah-naskah babad memberitakan versi yang berlainan tentang akhir pemerintahan Pangeran Benawa. Ada yang menyebut Benawa meninggal dunia tahun 1587, ada pula yang menyebut Benawa turun takhta menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Pangeran Benawa menuju ke arah barat dan membangun sebuah pemerintahan yang sekarang bernama Pemalang. Konon beliau juga meninggal di Pemalang, di desa Penggarit.
Sepeninggal Benawa, Kerajaan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.


Kepustakaan

Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
Andjar Any. 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Mas Karebet / Sultan Hadiwijaya pada waktu masih balita telah ditinggal wafat ayah, dan tak lama kemudian ibunya wafat. Sepeninggalan orang tuanya diasuh oleh Kiyai Ageng Tingkir, beliau adalah seperguruan dengan ayah Mas Karebet. Oleh karenya tempat tinggal berpindah dari Pengging ke Tingkir (letaknya dekat kota Slatiga), dan kebetulan Kiayi Ageng Tingkir tidak mempunyai keturunan. Dalam riwayat Mas Karebet setelah dewasa mengabi ke Demak menjadi prajurit Tamtama, karena berparas tampan dan cerdik diambil menantu oleh Sang Prabu, dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka.
Menurunkan 7(tujuh) putera puteri, adalah:
1. Ratu Mas Pambayun, di Ngarisbaya;
2. Ratu Mas Kumelut, di Tuban;
3. Ratu Mas Adipati, di Surabaya;
4. Ratu Mas Banten, dinikahi Adipati Mondoroko/Ki Juru Martani, sebagai Patih dari Sinuhun Panembahan Senopati.
5. Ratu Mas Japara;
6. Adipati Benawa, nama gelar Sultan Hawijaya, di Pajang, dan
7. Pangeran Sindusena.
Ratu Mas Banten, menikah dengan Adipati Mondoroko Ki Jurumartani, menjabat Patih Paduka Sinuhun Panembahan Senapati ing Ngalaga, di Mataram, menurunkan putera puteri :
1. Adipati Jagabaya Banten, menurunkan putra :
   a. Adipati Senabaya Banten, menurunkan putra :
   b. Kanjeng Panembahan Bagus Banten, mwnurunkan putra :
   c. Raden Ayu Tirtokusumo ing Pancuran, menurunkan putra :
   d. Raden Ajeng Temu, menikah dengan Adipati Sindurejo, menjabat Patih dari Hingkang Sinuhun
      Paku Buwana III di Surakarta, menurunkan putra :
   e. Kanjeng Bandara Raden Ayu Adipati Mangkunegoro II di Surakarta, menurunkan putra :
   f. Raden Ayu Notokusumo (Raden Ajeng Sayati) menurunkan putra :
   g. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegoro III.

Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.
Adipati Mondoroko menurunkan putra :
  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu 
    Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya, dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.
Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/
26763/7 <154+?> 4.1.1.1.4. Pangeran Arya Japara [Banten] 26864/7 <154+?> 4.1.1.1.5. Pangeran Suniararas [Banten] 26965/7 <154+?> 4.1.1.1.6. Pangeran Pajajaran [Banten] 27066/7 <154+?> 4.1.1.1.7. Pangeran Pringgalaya [Banten] 27167/7 <154+?> 4.1.1.1.8. Pangeran Sabrang Lor [Banten] 27268/7 <154+?> 4.1.1.1.8. Ratu Keben [Banten] 27369/7 <154+?> 4.1.1.1.9. Ratu Terpenter [Banten] 27470/7 <154+?> 4.1.1.1.10. Ratu Biru [Banten] 27571/7 <154+?> 4.1.1.1.11. Ratu Ayu Arsanengah [Banten] 27672/7 <154+?> 4.1.1.1.12. Pangeran Pajajaran Wado [Banten] 27773/7 <154+?> 4.1.1.1.13. Tumenggung Wilatikta [Banten] 27874/7 <154+?> 4.1.1.1.14. Ratu Ayu Kamudarage [Banten] 27975/7 <154+?> 4.1.1.1.15. Pangeran Sabrang Wetan [Banten] 28076/7 <197+34> 4.1.1.3.1. Pangeran Agoeng / Pangeran Dipati Cirebon (/Pangeran Sendang Kamuning) [Gunung Jati]

8

Рођење: Level 2 Cucu ke 1 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Kalinyamat
Свадба: <55> Raden (Nama tdk tercatat) [Tidak tercatat]
Рођење: Level 2 Cucu ke 2 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 2 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Muryopodo
Рођење: Level 2 = Cucu ke 3 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 3 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 4 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 4 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 5 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 5 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Tuban
Рођење: Level 2 = Cucu ke 6 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 6 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 7 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 7 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 8 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 8 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 9 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 9 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Djapan, Panembahan Djapan II
Смрт: Butuh, Dimakamkan di Butuh - Kebumen
Рођење: Level 2 = Cucu ke 11 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 11 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Други догађај: di Madiun
Рођење: Level 2 = Cucu ke 12 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 12 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Титуле : di Madiun
Рођење: Level 2 = Cucu ke 13 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 13 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 14 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 14 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 15 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 15 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 16 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 16 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Свадба: <56> Raden Sutawijaya [Mataram] d. 1601
Рођење: Level 2 = Cucu ke 17 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 17 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 18 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 18 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 19 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 19 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 20 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 20 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: Level 2 = Cucu ke 21 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 21 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang
Рођење: ~, Surabaya, Menurunkan Trah Demang Sutoyudo Peneleh - Suroboyo
Свадба: <57> Patih Wiroguno [Wiroguno]
Nyai Lurah Sutodjoyo menurunkan Trah Demang Sutodjoyo bertempat tinggal di Peneleh Surabaya Silsilah C.3menurunkan Trah Sutodjayan
Рођење: Surabaya, Menurunkan Trah Botoputih Surabaya
Рођење: Menurunkan Trah Singopredaton
Рођење: Menurunkan Trah Tumenggung Setjonegoro, Tjibolang dan Trah Honggosutan / Wongsosutan
Рођење: Level 3 = Buyut; Adalah trah urutan ke 3 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
38526/8 <251+388!> Ki Ageng Penjawi ? ([Br.6.3.2.1.1], Brawijaya VI / Sunan Kalijaga) [?]
Рођење: Diputus Nomor Silsilah dibawah ini : 70469 769464 705736
Титуле : Bupati Batang
Свадба: <58> Putri Adipati Benawa Hing Pajang [?]
Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani. Adipati Mondoroko menurunkan putra :
  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya,dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.
Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/
Рођење: Versi Ulil Ahbab
Рођење: Putri ke 10 Pangeran Timur, Sultan Trenggono
Свадба: <59> 9. Pangeran Singasari / Raden Santri [Mataram]
Рођење: Versi Malaysia
===PANGERAN ARIA NASARUDIN ATAU PANGLIMA JAMBI ATAU SULTAN MUHAMAD WANGSA 1 (1651-1760)===
Pangiran Aria Nasarudin lahir di Jambi pada tahun 1651M. Ibunya bernama bernama Puteri Syaripah Alawiyah cucu Sunan Gunung Jati. Bapa beliau ialah Raden Surya Wangsa atau Radin Aria Darma Wangsa daripada keturunan Sunnan Gunung Jati. dan Pati Unus. Beliau dididik dikalangan keluarga bangsawan yang semestinya dalam ilmu Islam atau ilmu peperangan. Setelah dewasa beliau dikenali dengan nama Panglima Jambi. Seorang PangIima Perang dari Kerajaan Jambi dan Banten.
Pengeran Aria banyak membantu Kerajaan Banten didalam peperangan melawan Penjajah Belanda. Beliau juga tinggal lama di Pulau Jawa dalam urusan dakwah Islam.Selain menjadi Panglima Perang Jambi dan Banten ,beliau juga Adipati Pakuan.Pakuan Pejajaran ,atau nama lain nya setelah islam dinamakan Pakuan Islam.Wilayah ini masih dalam Kesultanan Banten.Beliau banyak membantu Kesultanan Banten dalam misi dakwah di seluruh pulau Jawa.Setelah dapat menawan Pakuan Pejajaran beliau dilantik menjadi Adipati Pakuan digelar SULTAN MOHAMAD WANGSA 1.
Pada tahun 1680M beliau berkahwin dengan Puteri Cempaka Biru dari Jambi. Daripada perkahwinan mereka, maka lahirlah Raden Aria Mohyidin. Beliau wafat di Jambi pada tahun 1760M.
33031/8 <215+219!> 7. Ki Ageng Enis / Ki Ageng Luwih [Brawijaya]
Свадба: <60> Nyai Ageng Ngenis [Ngenis]
Смрт: 1503
Pendiri Kraton Mataram adalah penembahan senopati. Dalam menjalankan pemerintahan-Nya, Dia selalu mendapat bimbingan spritual dari sunan Kali Jaga. Pada tahun 1568, Joko Tingkir naik tahta dikerajaan Pajang dan bergelar Sultan Hadiwijaya. Kedudukan direstui oleh Sunan Giri, seorang wali sekaligus penasehat politi Jawa yang tinggal dikewalian Giri, Gresik Jawa bagian Timur. Sultan Hadiwijaya yang arif dan bijaksana itu segera mendapat pengakuan dari Adipati-Adipati diseluruh Jawa Tengah dan Jawa timur. Sedangkan salah seorang anak sultan Prawoto yaitu Arya Panggiri diangkat menjadi Adipati Demak. Dalam usahanya untuk menegakkan kekuasaan Pajang, Sultan Hadiwijaya harus berhadapan dengan Adipati Jipang, Arya Penangsang, putra sinuwun Sekar seda Lepen yang tidak rela tahta Demak diambil oleh Sultan Hadiwijaya, karena Ia menantu Sultan Trenggana. Sultan Hadiwijaya membuat strategi jitu untuk menghadapinya. Ia percaya bahwa dirinya akan mampu mengalahkan, walaupun tidak mudah. Arya Penangsang terkenal memiliki senjata ampuh, yaitu keris setan kober yang selalu menggetarkan dan mencundangi musuh. Kemudian atas nasehat para pini sepuh, Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat mengalahkan Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah Pati dan Mataram.Ahirnya Arya Penangsang bisa dikalahkan Oleh Danang Sustawijaya, Putra Pemanahan. Karena kesuksesannya ini merupakan strategi Pemanahan dan Penjawi, Maka Sultan Hadi Wijaya memberikan hadiah tanah itu kepada mereka. Penjawi mendapatkan tanah Pati sebuah kadipaten dipesisir utara dan Pemanahan mendapatkan Tanah Mataram yang masih berupa hutan Memtaok. Menurut sisilah, Pemanahan adalah putra dari Ki Ageng Enis cucu Kiageng Sela. Alas Mentaok berada disekitar Kota Gede Yogyakarta. Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan Ki Gede Mataram. Berdasarkan ramalan Sunan Giri, Mataram kelak akan menjadi sebuah kerajaan yang besar, sehingga hal itu membuat Sultan Pajang mengulur-ulur waktu untuk menyerahkan tanah Mataram ke Ki Pemanahan. Atas nasehat Ki Juru mertani, agar Pemanahan agar segera menghadap Sunan Kalijaga. Sunan Kali Jaga memberikan fatwa bahwa Sultan Hadiwijaya adalah benar, seorang raja harus konsisten, sabda pandita ratu tan kena wola wali. Sunan Kalijaga juga menasehati agar Ki Pemanahan menepati janji untuk tidak memberontak kepada Pajang. Atas jasa Sunan Kalijaga inilah Mataram diserahkan kepada Ki Pemanahan.
Kerajaan Mataram berkembang pesat,namun Ki Ageng Pemanahan meninggal dunia pada tahun 1575, sebelum menikmati hasilnya. Kemudian usahanya diteruskan sang anak yaitu Danang Sustawijaya. Beliau terkenal ahli strategi perang dengan julukan Senopati Ing Alaga. Dan menjadi Raja dengan gelar Panembahan Senopati (1575-1601). (http://banyumataramkasampurnan.blogspot.com/2010/11/sunan-kali-jaga-guru-para-raja-mataram.html)
Foto: Makam Ki Ageng Henis (tengah). Sebelah kanan adalah makam Nyai Ageng Pati, istri dari Ki Penjawi yang merupakan putra dari Ki Ageng Henis. Yang kiri adalah makam Nyai Ageng Pandanaran. (http://www.harianjogja.com/tag/ki-ageng-henis/)
Рођење: 1543изр
                         Sumber : Keraton Sumedang Larang
Sumber : Keraton Sumedang Larang
41333/8 <302+47> 1.1. Prabu Geusan Ulun / Pangeran Kusumadinata II (Pangeran Angkawijaya) [Sumedang Larang]
Рођење: 19 јул 1556проц
Свадба: <61> Nyi Mas Cukang Gedeng Waru [?] b. 1561изр
Свадба: <62> Ratu Harisbaya [Cirebon]
Свадба: <63> Nyi Mas Pasarean [?]
Титуле : од 1578, Prabu Sumedang Larang Ke 9
Смрт: 1610
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

Generasi ke-1

1 Pangeran Santri KOESOEMADINATA, I , (Ki Gedeng Sumedang)
1X Ratoe Poetjoek Oemoen ., (NM. Ratoe Dewi Ratoe Inten Dewata. NM. Ratu Satyasih)
1.1 Pangeran Geusan Oeloen KOESOEMADINATA, II. 
1.2 Dmg. Rangga Dadji . 
1.3 Dmg. Watang . 
1.4 Santoan Wirakoesoemah . 
1.5 Santoan Tjikeroeh . 
1.6 Santoan Awi Loear .
Свадба: <62!> Ratu Harisbaya [Cirebon]
Свадба: <150!> Ratu Pembayun [Sultan Hadiwijaya]
Титуле : од 1570, Sultan Cirebon IV (1570-1649) -Leluhur Sultan-Sultan Kanoman, Kasepuhan, dan Kacirebonan
== Panembahan Ratu I, Sultan Cirebon IV (1570-1649) == Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tidak ada calon lain yang layak menjadi raja, takhta kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Mas, putra tertua Pangeran Dipati Carbon atau cicit Sunan Gunung Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I dan memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun.
41935/8 <303+?> Panembahan Ratu I [?]
Рођење: 1570, Cirebon
Професија : Cirebon, Sultan Cirebon III ( 1589 - 1649 )
Смрт: 1649, Cirebon
Рођење: 1575
Свадба: <375!> Ratu Pembayun [Pajang]
Титуле : од 1583, Pajang, Sultan Pajang II bergelar Sultan Ngawantipura
Arya Pangiri adalah adipati Demak yang berhasil menjadi raja kedua Kesultanan Pajang, yang memerintah tahun 1583-1586 bergelar Sultan Ngawantipura. [[Asal-Usul]] Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.
Arya Penangsang kemudian tewas oleh sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang. Sejak itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya.
Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak.
[sunting] Arya Pangiri Sebagai Bupati Demak Kerajaan Aceh mencatat Arya Pangiri sebagai seorang bupati yang mudah curiga. Pada tahun 1564 Sultan Ali Riayat Syah raja Aceh mengirim utusan meminta bantuan Demak untuk bersama mengusir Portugis dari Malaka. Tapi Arya Pangiri justru membunuh utusan tersebut. Akhirnya pada tahun 1567 Aceh tetap menyerang Malaka tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal walaupun memakai meriam hadiah dari sultan Turki.
Arya Pangiri Merebut Pajang Sepeninggal Sultan Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi permasalahan takhta di Pajang. Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan Arya Pangiri dengan dukungan Sunan Kudus. Alasan Sunan Kudus adalah usia Pangeran Benawa lebih muda daripada istri Pangiri, sehingga tidak pantas menjadi raja.
Pangeran Benawa yang berhati lembut merelakan takhta Pajang dikuasai Arya Pangiri sedangkan ia sendiri kemudian menjadi bupati Jipang Panolan (bekas negeri Arya Penangsang).
Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu dikoreksi, karena Sunan Kudus sendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin tokoh yang mendukung Arya Pangiri tersebut adalah penggantinya, yaitu Panembahan Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus.
Pemerintahan Arya Pangiri Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal tahun 1583 bergelar Sultan Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk menaklukkan Mataram daripada menciptakan kesejahteraan rakyatnya.
Arya Pangiri melanggar wasiat mertuanya (Hadiwijaya) supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia bahkan membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan Makassar untuk menyerbu Mataram.
Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa.
Kekalahan Arya Pangiri Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya di Mataram. Kedua saudara angkat itu berunding di desa Weru. Akhirnya diambilah keputusan untuk menyerbu Pajang.
Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berangkat untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhtanya. Perang terjadi di kota Pajang. Pasukan Arya Pangiri yang terdiri atas 300 orang Pajang, 2000 orang Demak, dan 400 orang seberang dapat ditaklukkan. Arya Pangiri sendiri tertangkap dan diampuni nyawanya atas permohonan Ratu Pembayun, istrinya.
Sutawijaya mengembalikan Arya Pangiri ke Demak, serta mengangkat Pangeran Benawa sebagai raja baru di Pajang.
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
39438/8 <243> 14.1.1.1.1.14. Maulana Muhammad / Pangeran Sedangrana [Kasultanan Banten]
Титуле : од 1585, Banten, Sultan Banten III
Смрт: 1596, Palembang
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
35239/8 <228> Raden Ayu Retno Dumilah [Raden Trenggono]
Рођење: Level 2 = Cucu ke 10 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 10 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang Diputus Ayahnya : 188342
Свадба: <64> Kanjeng Panembahan Senopati / Sutowijoyo (Raden Bagus Sutawijaya) [Ki Ageng Pamanahan] b. 1530изр d. 1601
Професија : од 1586, Bupati Madiun Ke 2
== Raden Ayu Retno Djumilah ==

Kegagahan Panglima Perang Perempuan

Saat Mataram dibawah Sutowidjojo berusaha menundukkan Purabaya di tahun 1586 kepemimpinan Kabupaten Purabaya telah diserahkan dari tangan Pangeran Timoer yang juga Panembahan Rama kepada putrinya Raden Ayu Retno Djumilah.
Putri Purabaya yang ternyata cukup tangkas ini bukan saja mendapat limpahan kepemimpinan sebagai Bupati Purabaya ke II di tahun 1586, tetapi juga bertindak sebagai Panglima Perang dari Kabupaten Purabaya. Didukung oleh beberapa bupati di kawasan Mancanegoro, sekuranganya lima belas kabupaten di kawasan timur, panglima perang ini ternyata sanggup mematahkan kekuatan pasukan lawan yang tak lain Pasukan Mataram.
Mataram yang telah dua kali ggagal dalam serangannya ke Purabaya dengan cermat memperhitungkan kembali rencana serangan yang ketiga. Serangan Mataram ketiga kalinya ke Purabaya dilakukan pada tahun 1590. Taktik yang sudah diperhitungkan sebelumnya oleh Pasukan Mataram dengan serangan mendadak serta berhasil menyusup masuk pusat kota dan istana Wonorejo, yang saat itu hanya dipertahankan oleh Manggalaning Perang Raden Ayu Retno Djumilah. Pertempuran satu lawan satu tak dapat dihindarkan lagi antara Manggalaning Perang Purabaya Raden Ayu Retno Djumilah dengan pimpinan ppasukan Mataram yang tak lain adalah Sutowidjojo sendiri.
Manggalaning Perang Purabaya cukup gigih bertempur sebagai senjata andalan panglima perang ini berupa sebilah keris bernama “ Kyai Kala Gumarang”. Pusaka ini merupakan pusaka andalan kabupaten. Pertarungna antara dua pemimpin pasukan ini beerjalan cukup seru dan berlangsung di sebuah sendang tidak jauh dari istana Kabupaten Wonorejo.
Besarnya pasukan kerajaan Mataram memang sangat merepotkan pasukan Kabupaten Madiun yang jumlahnya terbatas. Dalam perang tanding itu, pusaka andalan Kyai Kala Gumarang berpindah tangan. Bersamaan dengan itu pula, Retno Djumilah berpikir bijaksana. Jika diteruskan, maka peperangan itu hanya akan melahirkan kematian dan menyisakan kebencian serta dendam yang tak pernah berhenti. Pikiran bijak itulah yang kemudian akhirnya diwujudkan dalam kompromi kedua belah pihak. Bahkan dalam perjalanan waktu selanjutnya, Retno Djumilah, Sang Panglima perang sekaligus Bupati Madiun ke Mataram. Wanita cerdas dan trengginas tersebut akhirnya dipersunting sebagai permaisuri Mataram.
Menandai berakhirnya peperangan, pada 16 Nopember 1590 digantilah Purabaya menjadi Madiun. Penggantian nama Purabaya menjadi Madiun terjadi pada: hari Jum’at legi, tanggal 16 Nopember 1950 M. Atau hari Jum’at Legi, tanggal 21 Suro Tahun Dal 1510 Jawa.


PERJUANGAN SANG PEREMPUAN

Raden Ayu Retno Djumilah, sosok perempuan yang cerdas dan trengginas. Sebagai putri seorang bupati, bukan hanya trengginas dalam olah kanuragan tetapi juga sebagai sosok perempuan pemimpin yang disegani. Putri Bupati Pangeran Timoer ini memang kemudian juga mengemban tugas sebagai bupati, setelah ayahanda menyelesaikan tugasnya.
Sejarah mencatat bahwa Retno Djumilah harus berhadapan dengan kekuasaan yang lebih besar, Kasultanan Mataram. Akibat jauhnya Demak, dan kemudian kekuasaan pindah ke Mataram, maka ada kebijakan dari Mataram yang menjadikan wilayah Demak berada dalam kekuasaannya.
Kabupatem Madiun memang menjadi sasaran utama untuk dikuasai Mataram. Ini terjadi karena memang posisi Kabupaten Madiun sangat strategis. Kabupaten Madiun dan Bupatinya, memang menjadi pemimpinan para bupati-bupati di wilayah brang wetan. Ada lima belas kabupaten yang pada waktu itu di bawaqh kendali Bupati Madiun.
Kebijakan Mataram yang menyatakan bahwa Kabupaten Madiun harus berada dalam kekuasaannya, sejak awal ditolak oleh Pangeran Timoer. Akibatnya, terjadilah serangan Mataram ke Madiun. Dua kali, tahun 1586 dan 1587, Mataram gagal menundukkan Madiun. Usaha Mataram tak berhenti, ketika masa kepemimpinan Sutowidjojo, pada tahun 1590 dilakukanlah serangan ke Madiun. Kala itu, yang Madiun dipimpin oleh Raden Ayu Retno Djumilah. Sebuah titik balikterjadi. Peperangan dan permusuhan itu akhirnya berhenti. Raden Ayu Retno Djumilah yang memimpin perlawanan tersebut, pada akhirnya menggambil inisiatif untuk berkompromi dengan situasi. Dia lebih memilih kepentingan masa depan, ketimbang mengorbankan rakyat untuk berperang. Keputusan penghentian peperangan ini tentunya menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam perjalanan waktu selanjutnya, Retno Djumilah justru mampu mengambil simpati Pangeran Sutowidjojo. Karena, kemudian Retno Djumilah dipersunting menjadi permaisuri oleh Pangeran Sutowidjojo. Perkawinan dengan pemimpin Mataram lebih dari sebuah hubungan pribadi, tetapi juga menempatkan Madiun secara terhormat dalam sejarah kerajaan jawa. Sebagai perempuan, dia amat hebat. Retno Djumilah bukan sekedar anak Bupati, tetapi juga tokoh pemimpin yang mampu memimpin sebuah pasukan perang. Dia juga yang berhasil menghentikan konflik yang sempat terjadi antara Mataram dan Madiun.
Untuk memberikan pemaknaan terhadap peran kepemimpinan perempuan yang luar biasa, Bupati Djunaedi Mahendra meprakarsai berdirinya sebuah patung di halaman masuk pendopo Kabupaten Madiun. Patung ini bukanlah patungnya Retno Djumilah, tetapi sebagai simbol atau penandaan bahwa kaum perempuan di Kabupaten Madiun sejak lama telah berada dalam kedudukan sejajar dengan kaum pria.
33140/8 <217+44> Sultan Agung / Prabu Pandita Hanyakrakusuma (Panembahan Hanyakrakusuma) [Mataram]
Рођење: 1593
Свадба: <65> 1. Kanjeng Ratu Batang [Gp.2] / Ratu Ayu Wetan [Brawijaya]
Свадба: <380!> Kanjeng Ratu Kulon [Gp.1] / Ratu Mas Tinumpak (Ratu Mas Ayu Sakluh) [Cirebon] d. 1653
Свадба: <66> Mas Ayu Wangen [?]
Свадба: <67> Mas Ayu Sekar Rini [?]
Титуле : од 1613, Kotagede, Yogyakarta, Sultan Mataram Ke-3
Смрт: 1645, Yogyakarta, Imogiri, Pasarean Imogiri
Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman
Свадба: <331!> Sultan Agung / Prabu Pandita Hanyakrakusuma (Panembahan Hanyakrakusuma) [Mataram] b. 1593 d. 1645
Смрт: 1653, Putri Panembahan Ratu (Sultan Cirebon Ke 4 setelah Sunan Gunung Jati)
== Tokoh Sunan Amangkurat Tegalwangi == Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro dari tulisan Sartono Kusumaningrat (http://www.tembi.org/majalah-prev/ratu.htm)
Sunan Amangkurat Agung adalah putra kesepuluh Sultan Agung Hanyakrakusuma dan merupakan putra kedua dari permaisuri kedua yang bernama Raden Ayu Wetan. Permaisuri pertama Sultan Agung Hanyakrakusuma bernama Kanjeng Ratu Kulon (Ratu Emas Tinumpak). Permaisuri pertama ini setelah melahirkan putranya yang diberi nama Raden Mas Sahwawrat diusir dari kraton dan tempatnya digantikan oleh permaisuri kedua. Setelah permaisuri pertama meninggalkan kraton, permaisuri kedua diganti namanya menjadi Kanjeng Ratu Kulon.
Amangkurat I lahir pada tahun 1619 dengan nama Raden Mas Sayidin kemudian diberi nama Jibus dan Rangkah ( yang berarti 'semak berduri', 'tutup batas'). Sebagai putra mahkota secara resmi ia diberi nama Pangeran Aria Mataram. Raja ini juga dikenal dengan nama Susuhunan Amangkurat Senapati Ingalaga, Susuhunan Tegalwangi, dan Sultan Plered. Sering pula ia disebut dengan nama Tegalwangi saja. Ia diberi nama Tegalwangi karena meninggal di Tegalwangi (daerah Tegal, Jawa Tengah) dalam pelariannya karena penyerbuan Trunajaya.
Raja ini pulalah yang memindahkan kratonnya dari Kerta ke Plered tidak lama setelah ia menerima tampuk pimpinan pemerintahan. Usaha pemindahan kraton itu sendiri sebenarnya telah dimulai sejak 26 Januari 1648 semasa Sultan Agung masih memegang pemerintahan.
Amangkurat Tegalwangi pernah menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh adiknya sendiri yang bernama Pangeran Alit / Raden Mas Alit (putra kedua Kanjeng Ratu Kulon) yang mendapat dukungan kaum ulama Mataram. Menurut cerita tutur pemberontakan Pangeran Alit terjadi karena hasutan Tumenggung Pasingsingan (pengasuh Pangeran Alit) dan anaknya yang bernama Tumenggung Agrayuda. Kedua tumenggung itu mengobarkan nafsu Pangeran Alit untuk menjadi raja dan mereka menjamin bahwa separuh Mataram berpihak kepadanya. Akan tetapi pemberontakan Pangeran Alit tidak berhasil karena rencananya terburu diketahui oleh pihak Amangkurat Tegalwangi. Pangeran Alit sendiri tewas oleh karena tergores oleh kerisnya sendiri yang beracun.
Untuk membalas dendam atas dukungan kaum ulama Mataram terhadap adiknya yang memberontak itu, Amangkurat memerintahkan empat orang kepercayaannya untuk melakukan sapu bersih kaum ulama. Empat orang kepercayaannya itu adalah Raden Mas atau Pangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa atau Kiai Suta (Tumenggung Pati), Tumenggung Suranata (Tumenggung Demak)., dan Kiai Ngabei Wirapatra. Dalam tragedi ini sebanyak 5-6 ribu orang ulama tewas dibantai secara mengerikan.
Свадба: <68> Pangeran Pekik [?] d. 1663
Смрт: 21 фебруар 1659, Kotagede Yogyakarta, Dimakamkan di Pajimatan Imogiri
Рођење: Surabaya, Catatan: >> nama lain : Ki Lembu Amiluhur / ver RB Yasin )
Титуле : од 1670, Surabaya, Adipati Surabaya XI
Смрт: децембар 1678, Surabaya, Gugur di Kediri dalam peperangan, dimakamkan di Pesarean Sentono Boto Putih Surabaya
Menjabat Panglima Perang dalam pemerintahan Sunan Amangkurat I, Tegalarum Mataram, dalam konflik melawan R.Trunodjoyo. Wafat 26-02-1709 /(1678 ms) dimakamkan di Pesarean Sentono Boto Putih Surabaya.
Index Silsilah No:C.3
Професија : од 1678, Pasuruan, Adipati Pasuruan
Смрт: 1690, Surabaya, Dimakamkan di Pesarean Sentono Botoputih Surabaya
Jumeneng Bupati di Pasuruan nama gelar: Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Senioritas satu angkatan dengan Amangkurat (Mataram)
Pada tahun 1686 di Pasuruan konflik dengan UNTUNG SUROPATI, dan minta perlindungan keponakannya Kyai Adipati Djangrono II di Surabaya. Pulang ke Surabaya dan wafat dimakamkan di Pesarean Sentono Botoputih Surabaya
Mulai Keturunan pertama dari Ki Tumenggung Honggodjojo tsb. mendapatkan tanda/tetenger KASEPUHAN Surabaya;
Nama isteri-istri tidak tercatat, yang menurunkan 14 putera/puteri (ver Botoputih = hal 52); 15 putera/p
Рођење: 1683изр
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
42646/8 <323> 4.1.2.2.2.1. Wan Muhammad Amin bin Nik Badr us-Salam (Po Jatamuh), of Champa 1684 [Azmatkhan]
Титуле : 1684, Raja Champa
"Bendera Kerajaan Champa"
"Bendera Kerajaan Champa"
42747/8 <323> 4.1.2.2.2.2. Dato' Pengkalan, of Champa 1684-1692. [Azmatkhan]
Титуле : од 1684, Raja Champa
Menurunkan Trah Sutokromo Petunjungan
Diputus : 663633
yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam
Keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang
428101/8 <325> Abdurrahman [Maulana Ishaq] 429102/8 <217> 13. Pangeran Kusuma Diningrat [Mataram] 430103/8 <243> 4.1.1.1.1.1. Pangeran Arya Upapati [?] 431104/8 <243> 4.1.1.1.1.2.Pangeran Arya Adikara [?] 432105/8 <243> 4.1.1.1.1.3. Pangeran Arya Mandalika [Gunung Jati] 433106/8 <243> 4.1.1.1.1.4. Pangeran Arya Ranamanggala [Gunung Jati] 434107/8 <243> 4.1.1.1.1.5. Pangeran Arya Seminingrat [Gunung Jati] 435108/8 <243> 4.1.1.1.1.6. Ratu Demang [Gunung Jati] 436109/8 <243> 4.1.1.1.1.7. Ratu Pecatanda [Gunung Jati] 437110/8 <243> 4.1.1.1.1.8. Ratu Rangga [Gunung Jati] 438111/8 <243> 4.1.1.1.1.9. Ratu Ayu Wiyos [Gunung Jati] 439112/8 <243> 4.1.1.1.1.10. Ratu Manis [Gunung Jati] 440113/8 <243> 4.1.1.1.1.11. Pangeran Manduraraja [Gunung Jati] 441114/8 <243> 4.1.1.1.1.12. Pangeran Widara [Gunung Jati] 442115/8 <243> 4.1.1.1.1.13. Ratu Belimbing [Gunung Jati] 443116/8 <326> I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna [Raja Gowa]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar