Dikutip dari Lembaga Keilmuan dan Kebudayaan Babad Banten.
Babad Banten yang diceritakan ini adalah
versi dongeng, dongeng par
a orang tua yang turun temurun diceritakan
kepada anak cucunya, bukan versi ilmiah atau pendapat parah ahli sejarah
yang dituliskan dalam buku melalui metodologi ilmiah dan akademis dan
telah diterbitka di toko-toko buku. Hal ini merupakan motivasi Sahabat
PAPAT untuk melakukan penelusuran tentang Kejayaan Kesultanan Banten
dengan berbagai kisah yang akan dikemas secara menarik oleh para Pegiat
Dakwah Kerabat dan Sahabat Kesultanan Banten (Babad Banten), baik dalam
bentuk novel atau film animasi nantinya.
Banten adalah daerah yang terletak di
ujung barat Pulau Jawa, Kerajaan Banten yang sebelumnya berada di bawah
kekuasaan Padjajaran yang kemudian diambil alih oleh Kerajaan yang
kemudian disebut Kesultanan Cirebon.
Prabu Siliwangi memiliki beberapa putra
dan putri diantaranya adalah Raden Kian Santang dan Ratu Rara Santang
keduanya adalah putra dan putri kesayangan sang Prabu, Raden Kian
santang terkenal dengan Kesaktiannya yang luar biasa, di dunia
persilatan nama Raden Kian Santang sudah tak asing lagi sehingga seluruh
Pulau Jawa bahkan Nusantara saat itu sangat mengenal siapa Raden Kian
Santang tak ada yang sanggup mengalahkannya bahkan Raden Kian Santang
sendiri tak pernah melihat darahnya sendiri.
Raden Kian Santang Putra Prabu Siliwangi
terkejut ketika didalam mimpinya ada serang Kakek berjubah yang
mengatakan bahwa ada seorang manusia yang sanggup mengalahkannya dan
kakek tersebut tersenyum.
Mimpi itu terjadi beberapa kali hingga
Raden Kian Santang bertanya-tanya siapa orang itu, dalam mimpi
selanjutanya sang kakek menunjuk ke arah lautan dan berkata orang itu di
sana.
Penasaran dengan mimpinya Raden Kian
Santang meminta Ijin kepada ayahandanya Prabu Siliwangi untuk pergi
menuju seberang lautan, dan menceritakan semuanya. Prabu Siliwangi
walaupun berat mempersilahkan putranya pergi, namun Ratu Rarasantang
adik perempuan Raden Kian Santang ingin ikut Kakaknya.
Walaupun di cegah namun Ratu Rarasantang
tetap bersikeras ikut kakaknya, yang akhirnya mereka berdua pergi
menyeberangi lautan yang sangat luas menuju suatu tempat yang ditunjuk
orang tua di dalam mimpinya.
Hari demi hari, minggu berganti minggu
dan genap 8 bulan perjalanan sampailah Raden Kian Santang dan Ratu Rara
Santang kesebuah dataran yang asing, tanahnya begitu kering dan tandus,
padang pasir yang sangat luas serta terik matahari yang sangat menyengat
mereka melabuhkan perahu yang mereka tumpangi.
Tiba-tiba datanglah seorang Kakek yang
begitu sangat dikenalnya, ya kakek yang pernah datang kedalam mimpinya.
kakek itu tersenyum dan berkata Selamat datang anak muda….
Assalamu’alaikum…. Raden Kian Santang dan Ratu Rarasantang hanya saling
berpandangan dan hanya berkata aku ingin bertemu dengan Ali, orang yang
pernah kau katakan sanggup mengalahkanku.
Dengan tersenyum Kakek itu berkata ” anak
muda… Kau bisa bertemu Ali jika sanggup mencabut tongkat ini… kakek itu
menancapkan tongkat yang dipegangnya.
Kembali Raden Kian Santang dan Ratu
Rarasantang berpandangan dan Raden Kian Santang Tertawa terbahak-bahak.
Hai Orang Tua… di negeri kami adu kekuatan bukan seperti ini, tapi adu
olah kanuragan dan kesaktian, jika hanya mencabut Tongkat itu buat apa
aku jauh-jauh ke negeri tandus seperti ini??? kata Raden Kian Santang
Mengejek.
Kakek itu kembali tersenyum, Anak muda…
Jika kau sanggup mencabut tongkat itu kau bisa mengalahkan Ali, jika
tidak kembalilah kau kenegerimu anak sombong…. kata orang tua itu lagi.
Akhirnya Raden Kian Santang mendekati
tongkat itu dan berusaha mencabutnya, namun upayanya tak berhasil
semakin dia mencoba semakin kuat tongkat itu menghujam.
Keringatnya bercucuran, Ratu rarasantang
tampak khawatir dengan keadaan kakaknya tiba-tiba darah di tangan Raden
Kian Santang menetes dan barulah dia menyadari bahwa orang tua yang
dihadapannya bukan orang sembarangan.
Lututnya bergetar dia merasa kalah Ratu
Rara santang yang terus memperhatikan kakaknya segera membantunya namun
tongkat itu tetap tak bergeming, akhirnya mereka mengaku kalah.
Hai Orang tua… Aku mengaku kalah dan aku
tak mungkin sanggup melawan Ali, melawan dirimu pun aku tak bisa tapi
ijinkan aku bertemu dengannya dan berguru kepadanya.
Kakek itu kembali tersenyum, “anak muda,
jika Kau ingin bertemu Ali maka akulah Ali,” tiba-tiba mereka berdua
bersujud kepada orang tua itu namun tangan orang tua itu dengan cepat
mencegah keduanya bersujud. “Jangan Bersujud kepadaku anak muda…!
Bersujudlah kepada Zat yang menciptakanmu yaitu Allah.”
Akhirnya mereka berdua mengikuti orang
tua itu yang ternyata Ali bin Abu Tholib ke Baitullah dan masuk ke Agama
Yang diridhoi Allah yaitu Islam.
Raden Kian Santang dan Ratu Rara Santang
mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh, dalam perjalanannya Raden Kian
Santang kembali ke pulau Jawa dan menyebarkan Islam di daerah Garut
hingga meninggalnya sedangkan Ratu Rarasantang di persunting oleh salah
satu pangeran dari ranah arab yang bernama Syarif Husen, perkawinan
antara Ratu Rara santang dan Syarif Husen menghasilkan dua putra yaitu
Syarif Nurullah dan Syarif Hidayatullah, Syarif Nurullah menjadi
penguasa Makkah saat itu sedangkan Syarif Hidayatullah pergi ke Jawa
untuk bertemu dengan ayah dan kakeknya.
Syarif Hidayatullah pamit untuk pergi ke
jawa dan ingin menyebarkan Islam ke sana, pergilah Syarif Hidayatullah
mengarungi samudera nan luas seperti halnya dulu ibu dan pamannya.
Setibanya di tanah Jawa Syarif
Hidayatullah tidak kesulitan berjumpa dengan ayah dan kakeknya, namun
Syarif Hidayatullah prihatin karena hingga saat itu kakeknya masih belum
masuk kedalam agama Islam dan tetap bersikukuh dengan agamanya yaitu
agama Sunda wiwitan walaupun berbagai upaya terus dilakukan dan dia
hanya berdoa semoga kakeknya suatu saat diberi hidayah oleh Allah SWT.
Melihat keuletan cucunya dalam
menyebarkan Agama Islam, Prabu Siliwangi memberikan tempat kepada
cucunya sebuah hutan yang kemudian bernama Cirebon, dan disinilah pusat
Penyebaran Islam dimulai. Murid-muridnya kian bertambah dan Islam sangat
cepat menyebar.
Dalam penyebarannya Syarif Hidayatullah
mengembara ke ujung barat pulau Jawa, daearah Kulon tempat
pendekar-pendekar banyak tersebar, di pandeglang ada Pangeran Pulosari
dan pangeran Aseupan juga terdapat Raja Banten yang terkenal sangat
sakti bahkan Raden Kian santangpun segan kepadanya yaitu Prabu Pucuk
Umun, Raja Banten yang memiliki ilmu Lurus bumi yang sangat sempurna,
juga pukulan braja musti yang bisa menghancurkan gunung bahkan
menggetarkan bumi.
Rupanya Syarif Hidayatullah telah
mengetahui kesaktian Prabu Pucuk Umun yang menguasai daerah itu, untuk
langsung mengajak Prabu Pucuk Umun masuk ke dalam Agama Islam sangat
tidak mungkin, sebab Syarif Hidayatullah tahu Prabu Pucuk umun mudah
sekali murka dan ini sangat berbahaya.
Dengan bersusah payah Syarif Hidayatullah
menemui Pangeran Pulosari dan juga Pangeran Aseupan, yang merupakan
sepupu dari Prabu Pucuk Umun, rupanya Pangena Pulosari dan Pangeran
Aseupan sangat tertarik dengan ajaran agama yang di bawa oleh cucu Raja
Pajajaran itu, dan atas hidayah Allah keduanya masuk Islam.
Masuknya kedua pangeran itu kedalam agama
yang di bawa syarif Hidayatullah terdengar juga oleh Prabu Pucuk Umun,
dan hal ini membuatnya murka, tiba-tiba langit menjadi gelap, halilintar
bergelegar bersahutan, Pangeran Aseupan dan Pangeran Pulosari memahami
bahwa Kakak sepupunya telah mengetahui masuknya mereka kepada Agama
Syarif Hidayatullah, keduanya segera bersembunyi dan berlindung menuju
Syarif Hidayatullah.
Dengan ilmu lurus buminya Prabu Pucuk
umun memburu kedua pangeran yang menurutnya berkhianat, dan terjadilah
perkelahian yang sangat dahsyat, Pangeran Pulosari dan Pangeran Aseupan
berusaha mengelak serangan-serangan yang dilakukan kakak sepupunya namun
kesaktian luar biasa yang dimiliki Prabu Pucuk Umun membuat mereka lari
ke arah selatan di sanalah Syarif Hidayatullah menunggu mereka dan
dengan luka yang diderita mereka berlindung di belakang Syarif
Hidyatullah.
Prabu Pucuk Umun berteriak ”Hai cucu
Siliwangi… jangan kau ganggu tanahku dengan agamamu, jangan kau usik
ketenangan rakyatku, enyahlah kau dari sini sebelum kau menyesal dan
dosa kepada kakekmu…!“
Dengan tersenyum Syarif Hidayatullah
menjawab ”Aku diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan agama ini,
karena agama ini bukan hanya untuk satu orang tapi untuk semua orang di
dunia ini, Agama yang akan menyelamatkanmu dari Siksa neraka yang
teramat pedih.“
“Aku tidak menyukai basa basimu anak
lancang” teriak Prabu Pucuk Umun dan dari arah depan tiba-tiba angin
berhembus sangat kencang, tampak Syarif Hidayatullah mundur beberapa
langkah, sedangkan Pangeran Pulosari dan Pangeran Aseupan memasang
kuda-kuda untuk menggempur serangan Prabu Pucuk Umun.
Pertarungan itu begitu dahsyatnya hingga
prabu siliwangi dan Raden Kian Santangpun bersemedi memberikan energi
kepada syarif Hidayatullah.
Prabu Pucuk Umun merasakan panas yang
teramat sangat, dia mengetahui bahwa serangannya telah berbalik arah
kepadanya, dengan menggunakan ilmu Lurus Bumi Prabu Pucuk Umun melarikan
diri, namun dengan sigap Pangeran Aseupan dan Pangeran Pulosari
mengejarnya juga menggunakan ilmu yang sama terjadilah kejar-kejaran
antara ketiganya dan di puncak Gunung Karang Prabu Pucuk Umun
tertangkap, atas restu Prabu Siliwangi, Prabu Pucuk Umun tidak dibunuh
tapi di masukan ke kerangkeng di bawah kawah Gunung Krakatau.
Prabu Pucuk Umun memiliki putri yang
cantik dan juga memiliki kesaktian yang tidak kalah dengan ayahnya,
bahkan lebih dari 1000 Jin di bawah pengaruhnya, dia bernama Ratu
Kawunganten, Putri Prabu Pucuk Umun yang kemudian di peristri oleh
Syarif Hidayatullah, Ratu kawungantenpun masuk Islam dan berganti nama
menjadi Siti badariah.
Tidak berapa lama Siti Badariah atau Ratu
Kawunganten pun hamil, namun dia mengidam hal yang tidak wajar menurut
pemikiran Syarif Hidayatullah, dia menginginkan daging manusia. sontak
Syarif Hidayatullah kaget dan marah, dan dia berkata ”isteriku.. kau
telah masuk kedalam agama Allah, keinginanmu itu terlarang,” bentaknya.
Namun isterinya tetap menginginkan daging
manusia, dan Syarif Hidayatullah tak bisa berbuat banyak, beliau sangat
marah dan meninggalkan isterinya dalam keadaan hamil dan kembali ke
Cirebon.
Sepeninggal Syarif Hidayatullah, Siti
Badariah atau Ratu kawunganten kembali ke agama leluhurnya yaitu Agama
Sunda Wiwitan, agama yang sudah menjadi darah dan dagingnya.
Ratu kawunganten atau Siti Badariahpun
melahirkan seorang putra, dan di beri nama Pangeran Sabakingking,
seorang Pangeran yang suatu saat mendirikan Kerajaan atau Kesultanan
Banten.
Pangeran Sabakingking beranjak dewasa dia
menjadi pemuda yang gagah, pemuda yang keras, berani dan memiliki
kesaktian yang luar biasa, ilmu-ilmu kesaktian ibunya mengalir ke
tubuhnya, lebih dari 1000 Jin takluk atas perintahnya, Pangeran
Sabakingking tak pernah merasa takut kepada siapapun hampir semua
pendekar di tanah Banten pernah merasakan pukulannya.
Suatu Hari Pemuda Sabakingking dipanggil
ibunya, walaupun bagaimana anaknya harus mengetahui siapa ayahnya,
Sabakingking pun menghadap ”ada apa ibu memanggilku adakah hal penting
yang akan ibu katakan,” tanya Sabakingking. “Anakku… kau sudah dewasa
sudah saatnya kau mengetahui siapa ayahmu? “Bukankah ayahku telah mati
bu… seperti yang pernah ibu ceritakan.”
“Tidak anakku.. ayahmu masih hidup…
Beliau berada di Cirebon dan merupakan Sultan di sana… Jika kau kesana
berikan tasbih ini kepadanya.. tasbih inilah yang dulu menjadi mahar
perkawinan ibu dengan ayahmu”.
Sabakingking termenung, lalu kenapa ayah
meninggalkan ibu?? tanya sabakingking lagi… “Ibumu yang bersalah nak…
ibu tak ingin masuk ke dalam agamanya.”
Akhirnya Sabikingking faham dan bermaksud
menemui ayahnya. Pergilah Sabakingking menuju utara melewati hutan dan
sungai, bukit bahkan gunung di tempat yang dituju Sabankingking langsung
menuju kesultanan Cirebon.
Di Kesultanan Cirebon Sabakingking
melihat sebuah perbedaan yang mendasar terdengar suara adzan, serta
Alunan Aquran yang asing baginya namun begitu menyejukan hatinya. tak
berapa lama bertemulah Sabakingking dengan seorang Tua berjanggut
panjang dengan mengenakan sorban, orang tua itu tampak berwibawa dan
memiliki sorot mata yang tajam.
Anak muda .. ada keperluan apa kau ke
sini? tanya orang tua itu yang tak lain adalah Syarif Hidyayatullah.
“Aku ingin bertemu dengan syarif hidayatullah dan menyerahkan tasbih ini
dari ibuku.” Tasbih itu di terima orang tua itu.. dan matanya
menerawang. “Apakah kau anak Kawunganten… tanya orang tua itu
lagi.” Benar.. Aku Sabakingking Putra Kawunganten.
“Akulah Syarif Hidayatullah yang kau cari
anak muda.. namun aku tidak begitu saja mengakui kau sebagai anakku..
sebab ada syarat yang harus kau laksanakan.” Apa itu? tanya
sabakingking lagi.
Buatlah sebuah bangunan masjid lengkap
dengan menaranya di Banten tapi ingat hanya 1 malam saja. jika sampai
muncul matahari dan perkerjaanmu belum selesai… jangan harap aku akan
mengakui kau sebagai anakku… ” ucap Syarif Hidayatullah.
“Baiklah aku akan melaksanakan
perintahmu” jawab sabakingking. Jika sudah selesai kumandangkan adzan
yang kau dengar di menaranya… jangan lupa hanya 1 malam saja.. ucap
Syarif Hidayatullah sambil berlalu meninggalkan sabakingking.
Setelah mendengar perintah ayahnya,
Sabakingking bergegas meninggalkan Cirebon untuk kembali ke Banten,
hatinya bergemuruh membangun mesjid dan menaranya hanya satu malam
bukanlah perkara mudah, otak nya berputar apakah aku sanggup hatinya
bertanya-tanya.
Setelah sampai di Banten diceritakanlah
semua yang dialami selama di Cirebon kepada ibunya, ibunya mafhum dan
bersedia membantu anaknya, dipanggilah lebih dari 1000 jin sakti untuk
membantu Sabakingking tepat matahari terbenam mereka mulai membangun
pondasi Masjid di pesisir banten semua bekerja berbagai ilmu dan tenaga
dikerahkan lebih dari 1000 Jin dikerahkan mendekati matahari terbit
menara baru selesai. Sabakingking menaiki menara dan mengumandangkan
Adzan seperti apa yang di dengar di Kerajaan Cirebon, dengan tenaga
dalam yang nyaris sempurna terdengarlah alunan Adzan yang menggema
hingga ke seluruh alam.
Allahu akbar … Allahu Akbar…
Allahu Akbar … Allahu Akbar…
Asyhaduala ila ha illallah..
Asyhaduala ila ha illallah..
Asyhadu anna muhammadarasulullah
Asyhadu anna muhammadarasulullah
Hayya Ala sholah
Hayya ala sholah
Hayya alal falah
Hayya alal falah
Allahu akbar .. Allahu akbar
Lailahailallah..
Mendengar Suara adzan yang memiliki
kekuatan yang luar biasa membuat Syarif Hidayatullah keluar Keraton dan
memperhatikan arah suara itu tak salah lagi itu adalah suara anakku
dalam batinnya.
Dengan ilmu sancang yang dimiliki, ilmu
berlari cepat yang sulit diterima akal manusia, hanya dalam waktu
beberapa menit tibalah Syarif Hidayatullah ke Mesjid yang dibangun
anaknya tersebut dan melakukan sholat subuh di sana.
Sabakingking mengetahui datangnya
seseorang yang masuk ke Mesjidnya, dia bergegas menuju ke
dalam, alangkah kagetnya Sabakingking ternyata dihadapannya adalah
Syarif Hidayatullah ayahnya. “Duduklah anakku.. ucap syarif hidayatullah
lembut.” Sabakingkingpun duduk bersila di hadapan ayahnya.
Anakku.. Kau telah membangun Mesjid ini
dengan baik, Mesjid ini akan menjadi pusat penyebaran agama yang ku bawa
dan kau adalah pemimpinnya. Ucapkanlah asyhadu ala ilaha ilallah..
waasyhadu anna muhamadarasulullah.. Sabakingking pun mengikuti dua
kalimah syahadat yang diucapkan ayahnya.
Kau telah masuk ke dalam agama yang benar
anakku.. Islam yang menjadi rahamatan lil alamin.. agama yang menjadi
rahmat bagi seluruh alam. “Mulai hari ini namamu adalah Hasanudin.. dan
bangunlah Kerajaan di sini, syiarkan Islam kepada rakyatmu… aku bangga
kepadamu anakku.”
Hasanudin membangun keraton di sekitar
masjid yang di bangunnya, tidak berapa lama berdirilah keraton lengkap
dengan singgasananya, untuk membantu penyebaran Islam di Banten, Syarif
Hidayatullah memerintahkan rakyatnya untuk ikut membangun Banten,
berduyun-duyunlah rakyat Cirebon menuju Banten, mereka disambut rakyat
Banten dengan antusias, perbauran antara rakyat Cirebon dan penduduk
asli seperti halnya perpaduan antara Muhajirin dan Anshor jaman
Rosulullah SAW. Budaya dan bahasa yang hampir sama dengan cirebon
merupakan bukti otentik yang terwariskan hingga saat ini.
Padjajaran setelah mangkatnya prabu
SIliwangi pecah menjadi jadi dua kerajaan yaitu kerajaan Pakuan dan
kerajaan Galuh, kerajaan pakuan di berikan kepada cucunya Ratu Dewata
yang merupakan putri Raden Surawisesa yang dikenal dengan Pangeran
Walangsungsang salah satu putra Prabu siliwangi.
Keinginan Kerajaan Cirebon untuk
mengislamkan seluruh Kerajaan Padjajaran didukung penuh oleh Maulana
Hasanudin, dibantu oleh putra mahkota yaitu Sultan Maulana Yusuf hasil
pernikahannya dengan Ratu Ayu Kirana putri Sultan Trenggano. Selain
maulana yusuf, Maulana Hasanudin memiliki putri bernama Ratu Pembayun
yang menikah dengan Tubagus Angke putra Ki Mas Wisesa Adimarta dimana
Tubagus Angke merupakan Panglima perang Banten yang nantinya memiliki
putra bernama Jayakarta.
Serangan terhadap pakuan padjajaran
disiapkan secara rahasia, pertemuan-pertemuan para jawara terus di bina,
konsolidasi pasukan terus diterapkan Maulana Hasanudin tahu betul jika
penyerangan dilakukan secara terang-terangan kemungkinan berhasil
sangatlah kecil sebab selain punggawa-punggawa kerajaan pakuan yang
memiliki ilmu sangat tinggi juga mereka memiliki pengalaman bertempur
puluhan kali, serangan ini terekam dalam pupuh kinanti yang berbunyi.
”Waktu keberangkatan itu”
“Terjadi Bulan muharam”
”Tepat pada awal bulan”
”Hari ahad tahun alif”
”Inilah tahun sakanya”
”Satu lima kosong satu “
Penyerangan tersebut bisa di gagalkan
oleh kuatnya pertahanan benteng Pakuan Padjajaran namun dua orang
senopati Pakuan Padjajaran yaitu Tohaan Ratu Sangiang dan Tohaan
Sarendet gugur dalam serangan mendadak yang dilakukan Pasukan Kerajaan
Banten.
Kegagalan serangan pertama membuat Sultan
Maulana Hasanudin berfikir keras, ilmu kesaktian para jawaranya tidak
mampu menembus pertahanan mereka, akhirnya maulana yusuf sang putra
mahkota memimpin serangan kedua, serangan rahasia yang dibantu oleh
penghianat kerajaan pakuan yaitu Ki Jonglo, Ki jonglo adalah Komandan
Pengawal Banteng Pakuan, dan Istana Pakuan dapat di taklukan seluruh
penghuni Istana melarikan diri ke tengah hutan.
Palangka Sriman Sriwacana atau singgasana
Pakuan pun di boyong ke Surosowan sebagai akhir dari kerajaan Pakuan
Padjajaran, seluruh rakyat Banten merayakan kemenangannya Islam terus
menyebar keseluruh penjuru memancarkan cahaya hingga ke seluruh alam.
Kemenangan atas kerajaan Pakuan membuat
Banten semakin percaya diri untuk menaklukan kerajaan-kerajaan di
sekitarnya, untuk diketahui pernikahan Hasanudin dengan Ratu Ayu Kirana
adalah politik Cirebon untuk bersatu dengan Kerajaan Demak untuk
menaklukan Pakuan Padjajaran, namun upaya serangan yang dilakukan kedua
kerajaan yang melibatkan ribuan pasukan itu tak mampu mengalahkan
Benteng Pakuan Padjajaran yang terkenal kuat, Bahkan Majapahit harus
melakukan perang bubat yang akhirnya menjadi penyesalan tiada berakhir
hingga hancurnya kerajaan itu.
Maulana Yusuf yang berhasil menaklukan
Pakuan Padjajaran kemudian mengislamkan seluruh punggawa kerajaan itu,
sedangkan yang lain melarikan diri ke tengah Hutan yang kemudian menjadi
cikal bakal adanya suku sunda rawayan yang terkenal dengan suku Baduy
di Desa Kanekes Kabupaten Lebak Banten.
Maulana yusuf terus membangun Banten,
syiar Islam terus di galakan, pesantre-pesantren di bangun, kemakmuran
rakyat ditingkatkan, Banten menjadi kerajaan yang disegani di seluruh
nusantara, armada perangnya menakutkan, dari ujung kerawang hingga
Lampung adalah wilayah kekuasaannya, Banten menjadi ramai dikunjungi dan
menjadi persinggahan utama pedagang-pedagang dari barat dan timur,
utara dan selatan.
Pengelompokan-pengelompokan penduduk yang
dilakukan keraton tampak dari nama-nama kampung yang ada di sekitar
Banten, perkampungan untuk orang asing di sebut kampung Pekojan,
sedangkan untuk perkampungan pedagang-pedagang china di beri nama
Kampung Pecinan, untuk tukang gerabah, belanga, periuk dsb di beri nama
Kampung Panjunan, untuk kampung tukang pandai besi di beri nama Kampung
Kepandean, untuk tukang ukir kampung pangukiran, untuk tukang Gong
kampung pagongan, untuk pembuat senjata Kampung Sukadiri, untuk para
demang Kampung kademangan, untuk ahli fikih kampung kefakihan, dan untuk
para ksatria, perwira, senopati dan prajurit adalah kampung Ksatrian
semua nama kampung tersebut terekam hingga saat ini.
Dibidang pertanian Sultan Maulana Yusuf
memerintahkan rakyatnya untuk membuka lahan-lahan baru untuk pesawahan
hingga serang sekarang, nama serang bahasa Cirebon berarti sawah. untuk
memenuhi kebutuhan air untuk mengairi pesawahan yang luas tersebut,
Sultan Maulana yusuf membangun Danau Buatan yang disebut Tasik kardi,
Danau itu masih ada hingga sekarang. aliran air dari sungai Cibanten
dilewatkan melalui terusan-terusan yang dibangun yang kemudian di
alirkan ke pesawahan-pesawahan di sekitarnya. Untuk kebutuhan air bersih
Sultan Maulana yusuf mengalirkan air dari danau Buatan Tasik kardi ke
keraton dan kota kerajaan menggunakan pipa-pipa yang di buat dari
terakota.
Sultan Maulana Yusuf memiliki beberapa
anak dari permaisuri Ratu Khadijah yaitu Ratu Winaon dan Pangeran
Muhammad, sedangkan dari isteri-isteri lainnya Sultan Maulana Yusuf
dikarunia anak antara lain pangeran upapati, Pangeran Dikara, Pangeran
mandalika, Pangeran arya Ranamanggala, Pangeran mandura, Pengeran
seminingrat, Ratu demang, Ratu macatanda, Ratu rangga, Ratu manis, Ratu
wiyos, dan Ratu belimbing.
Kerajaan Banten diserahkan kepada
Pangeran Muhammad sebagai Sultan ke tiga Kerajaan Banten. Sultan Maulana
Yusuf mangkat pada saat Sultan Muhammad masih berumur 9 tahun, karena
anak tertua dari permaisuri adalah perempuan maka Sultan Muhammad di
angkat menjadi Sultan Banten bergelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan.
Ketika Maulana Muhammad Memimpin Banten, Kesultanan Banten menjadi kuat
dan ramai.
Maulana Muhammad dikenal sebagai orang
yang saleh, untuk kepentingan penyebaran Agama Islam beliau banyak
mengarang kitab agama yang kemudian dibagikan kepada yang memerlukannya.
untuk sarana ibadah beliau membangun banyak mesjid hingga ke pelosok
desa, beliau pun selalu menjadi Imam dan khatib setiap sholat Jumat dan
hari raya, Masjid Agung pun diperindah.
Terjadilah peristiwa yang seharusnya
tidak perlu terjadi yaitu penyerangan ke Kerajaan Palembang yang
diisukan Kerajaan Kafir. Jiwa muda Sultan tampak bersemangat untuk
mengislamkan penduduk palembang dengan pasukan dan para jawara yang
dimiliki Sultan Maulana Muhammad semakin yakin mampu menaklukannya.
Dipanggilah seluruh panglima kerajaan
baik dari Banten, Lampung, Pakuan, Galuh, Cirebon hingga Demak semua
merapat menuju istana Banten. Para penasehat Kerajaan Kesultanan Banten
menyarankan agar Sultan tidak perlu menyerang Palembang karena
kemakmuran rakyat Banten harus menjadi kepentingan utama. Namun Sultan
tak mengindahkan semua nasehat tersebut dan bersikeras bahwa Palembang
harus di Islamkan.
Pangeran Mas Putera dari Aria panggiri
adalah pencetus serangan ke Palembang, dia berkeinginan menjadi Raja
Palembang hasutan-hasutan terhadap Sultan berhasil membuat darah muda
sultan mendidih, tiada ampun kerajaan Palembang harus di hancurkan.
Dengan 200 Kapal perang berangkatlah
pasukan Banten menuju Palembang dibantu oleh kerajaan Lampung yang
merupakan sekutu setia kerajaan Banten terlihat dari prasasti lampung
yang tertulis:
”Lamun Banten Di Hareup Lampung di Buri”
”Lamun Lampung di Buri Banten di Hareup“
Daerah-daerah kekuasaan Banten seperti
lampung, seputih dan semangka diperintahkan untuk mengerahkan
prajuritnya menyerang kerajaan Palembang melalui darat.
Pertempuran terjadi di sungai musi hingga
berhari-hari puluhan hingga ratusan pasukan Kerajaan Palembang
berjatuhan, kehebatan pasukan Banten tampak sulit dikalahkan, prajurit
dan para Jawara Banten merengsek masuk ke Pintu gerbang Kerajaan
Palembang, tampak Sultan Maulana Muhammad menghunus kujang ditangannya
tak ada ketakutan di wajahnya, di dalam hatinya hanya bergemuruh Islam
harus menyebar ke seluruh pelosok Nusantara.
Serangan terhadap Kerajaan Palembang dari
berbagai arah membuat pasukan Palembang terpukul mundur dan terdesak
menuju istana, gerbang ditutup rapat pasukan Kesultanan Banten yang
dipimpin Sultan maulana Muhammad terus merangsek masuk tiba-tiba sebuah
peluru yang ditembakan dari atas gerbang istana menembus dada Sultan,
kujang yang digenggamnya bergetar tampak darah mengalir dari dadanya,
panglima Banten yang bernama Tubagus Kuning yang berada di sampingnya
berusaha melindungi Sultan, namun Tubagus kuning pun terjatuh, anak
panah tepat menuju ulu hatinya serangan menjadi kacau, Pangeran mas
segera melindungi dan membawa sultan ke tempat aman, aliran darah yang
keluar ditutup dengan tenaga dalam yang dimiliki Pangeran mas memberikan
energi kepada Sultan namun takdir berkata lain Sultan akhirnya
menghembuskan nafasnya yang terakhirnya. Semua pasukan berkabung tak
terkecuali Pangeran mas yang mencetuskan serangan ini. Pasukan
diperintahkan mundur dan kembali ke Banten serangan itu gagal dan
menyisakan kesedihan yang mendalam.
Di Banten iring-iringan pasukan di sambut
dengan duka cita, rakyat Banten bersedih dengan mangkatnya Sultan
mereka yang masih teramat muda. Untunglah Sultan memiliki anak yang
masih berumur 5 bulan dari pernikahannya dengan Ratu Wanagiri putri
jayanegara dia bernama Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir, anak inilah
yang akhirnya menjadi Sultan Banten Ke-4. Dikarenakan Sultan Maulana
Abul Mufakhir Mahmud Abdul kadir masih berusia 5 bulan maka roda
pemerintahan diwalikan kepada mangkubumi yang merupakan mertua dari
Sultan Maulana Muhammad atau ayah dari Ratu Wanagiri yaitu Jaya negara,
selain itu diangkat pula pengasuh Sultan kecil seorang tua yang sangat
bijak yaitu Nyai Embun Rangkun, namun mangkubumi Jaya negara mangkat
setelah 6 tahun menjalankan roda pemerintahan, diangkatlah adik dari
Jaya negara yaitu kertanegara namun kertanegara di pecat karena
kelakuannya dinilai tidak baik, karena perpecahan dan iri hati para
pangeran maka diputuskan untuk tidak mengangkat mangkubumi namun roda
pemerintahan di jalankan oleh Ibunda Sultan yaitu Ratu Wanagiri.
Ratu Wanagiri menikah lagi dengan salah
satu bangsawan kerajaan dan atas desakan Ratu diangkatlah suaminya
menjadi mangkubumi kesultanan namun mangkubumi itu tidak memiliki wibawa
sama sekali di mata seluruh pangeran dan rakyat Banten, semua
kebijakannya tak dipatuhi peraturan yang dibuat tidak di indahkan.
Pangeran Mandalika salah satu putra
Sultan Maulana Yusuf sempat bersitegang dengan mangkubumi itu
kejadiannya adalah ketika Pangeran menyita perahu Jung dari Johor
malaka, Mangkubumi memerintahkan untuk melepas perahu Kerajaan Malaka
itu namun Pangeran Mandalika tidak mematuhinya.
Pangeran Mandalika membentuk pasukan
bersama pangeran lainnya sang pangeran melakukan konsolidasi jikalau ada
penyerangan dari pihak kerajaan terhadap dirinya. Rakyat Banten tampak
terlihat simpatik dengan sepak terjang Pangeran Mandalika dan terjadilah
peperangan antara pasukan Mangkubumi yang dibantu oleh Pangeran
Jayakarta.
Peperangan antara putra Tubagus Angke
yaitu Pangeran Jayakarta dengan Pangeran Mandalika yang memberontak
terhadap Pemerintahan Mangkubumi dimenangkan oleh Pangeran Jayakarta
namun kemenangan itu bukan membuat Banten menjadi aman tapi sebaliknya
kerusuhan-kerusuhan kerap terjadi di Banten, serangan-serangan yang
dilakukan secara gerilya oleh pasukan Pangeran Mandalika terus dilakukan
puncaknya adalah dibunuhnya syahbandar dan sekertarisnya yang kemudian
Mangkubumi pun tewas ditangan perusuh peristiwa ini disebut dengan
peristiwa pailir.
Ketegangan juga terjadi antara Kesultanan
Cirebon dengan Kesultanan Banten hal ini akibat terjadi perselisihan
antara pangeran, fitnah dan saling hasut membuat hubungan keduanya
tegang, terjadilah perang saudara yang merugikan semua pihak serangan
dilakukan oleh Kesultanan Cirebon namun serangan itu dapat di tumpas
oleh kuatnya pasukan Kesultanan Banten, walaupun Kesultanan Banten
berhasil menghancurkan serangan Kesultanan Cirebon namun tidak sedikit
kerugian yang diderita akibat peperangan itu, peristiwa ini disebut
peristiwa pagarage atau pacerebonan.
Sultan Abu Mufakhir memiliki putra yaitu
Pangeran Pekik, Ratu dewi, Ratu Mirah, Ratu Ayu dan Pangeran Banten,
sayang Pangeran Pekik yang merupakan putra mahkota kesultanan harus
menjadi korban dalam peristiwa pagarege, beliau tewas dalam penyerangan
yang dilakukan Kesultanan Cirebon. Pangeran Pekik dari pernikahannya
dengan Ratu Marta Kusumah putri Pangeran Jayakarta menghasilkan beberapa
putra yaitu Ratu Kulon, Pangeran Surya, Pangeran Arya Kulon, Pangeran
Lor dan Pangeran Raja, sedangkan dari perkawinan dengan Ratu Wetan
Pangeran Pekik memiliki putra yaitu Pangeran Wetan, Pangeran Kidul, Ratu
Inten, dan Ratu Tinumpuk. dan dari isterinya yang lain Pangeran
memiliki putra yaitu Ratu Petenggak, Ratu Wijil, Ratu Pusmita, Pangeran
Arya dipenagara, dan pangeran singandaru.
Banyak peristiwa pahit selama
pemerintahan Sultan Abul Mufakhir, fitnah dan pemberontakan kerap
terjadi yang mengakibatkan Sultan jatuh sakit dan meninggal. Sepeninggal
Sultan Abul Mufakhir terjadi ketegangan siapa yang berhak menggantikan
Sultan, atas restu para kadhi serta penasehat kesultanan maka
diangkatlan Pangeran Surya atau Sultan Ageng Tirtayasa sebagai Sultan
ke-5 dari Kesultanan Banten. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar