Pada
Tanggal 9 Juli 1888 terjadi puncak perlawanan rakyat Cilegon kepada
kolonial Belanda yang dipimpin oleh KH. Wasid yang dikenal dengan
pemberontakan Geger Cilegon. Pemberontakan Geger Cilegon mengilhami
perjuangan rakyat untuk membebaskan dari penindasan penjajah Belanda dan
melepaskan diri dari kelaparan akibat tanam paksa pada masa itu.
Cilegon pada Masa Tahun 1924
Pada
Tahun 1924, di Kewedanaan Cilegon talah ada perguruan pendidikan yang
berbasis Islam yang menonjol yaitu Perguruan Al-Khaeriyah dan Madrasah
Al-Jauharotunnakiyah Cibeber.
Perguruan
Al-Khaeriyah dan Al-Jauharotunnakiyah Cibeber berkembang dengan pesat
dan melahirkan tokoh-tokoh pendidikan yang berbasis Islam di Cilegon.
Sampai dengan saat ini Perguruan Al Khaeriyah dan Madrasah
Al-Jauharotunnakiyah Cibeber masih eksis yang berlokasi di Desa
Citangkil dan Desa Cibeber.
Cilegon pada Masa Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945
Seperti
rakyat Indonesia lain, rakyat Cilegon pada masa mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia telah menunjukkan semangat juangnya. Hal
ini terlepas diilhami semangat juang KH. Wasid pada masa pemberontakan
Geger Cilegon. Jiwa patriotisme rakyat Cilegon dan Banten pada umumnya
di zaman revolusi fisik mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah ditunjukkan terkenal dengan
Tentara Banten.
Cilegon Memasuki Era Tahun 1962
Sejak
hadirnya Pabrik Baja TRIKORA pada Tahun 1962 di Cilegon merupakan babak
baru bagi era industri di wilayah Cilegon. Perkembangan yang cepat
industri baja TRIKORA tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35
pada tanggal 31 Agustus 1970 berubah menjadi Pabrik Baja PT. Krakatau
Steel Cilegon berikut anak perusahaannya. Perkembangan industri yang
pesat di Cilegon berdampak pula terhadap sektor lainnya seperti
perdagangan, jasa dan jumlah penduduk yang terus meningkat. Mata
pencaharian penduduk Cilegon yang semula sebagian besar adalah petani
berubah menjadi buruh, pedagang dan lain sebagainya.
Kota
Cilegon yang merupakan kota sedang yang memiliki potensi kota besar
dengan segala fasilitas sarana dan prasarana perhubungan laut antara
lain adanya pelabuhan penyeberangan (Ferry), Pelabuhan Umum, Pelabuhan
Khusus.
Perubahan Kewedanaan Cilegon menjadi Kota Administratif Cilegon Tahun 1987
Kewedanaan Cilegon wilayahnya meliputi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Cilegon, Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Pulomerak.
Kewedanaan Cilegon wilayahnya meliputi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Cilegon, Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Pulomerak.
Dengan
perkembangan pembangunan yang sangat cepat terutama dengan adanya sentra
industri baja PT. Krakatau Steel beserta seluruh anak perusahaannya
diikuti hadirnya pabrik-pabrik seperti PLTU Suralaya, PT. Chandra Asri
dan lain-lain telah mempengaruhi kondisi budaya dan penggunaan lahan
dari daerah persawahan dan peladangan menjadi daerah industri,
perdagangan, jasa dan perumahan serta pariwisata. Sejalan dengan
pertumbuhan Kota Cilegon yang cepat itu, maka dibutuhkan pelayanan umum
yang lebih cepat, terarah dan sesuai dengan tuntutan kehidupan
masyarakat kota.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1986 tanggal 17 September 1986
Kewedanaan Cilegon menjadi Kota Administratif Cilegon dan diresmikan
oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 Juli 1987, meliputi 3 (tiga)
kecamatan yaitu Kecamatan Cilegon, Pulomerak, dan Ciwandan serta
dirangkaikan dengan pelantikan Walikotatif oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jawa Barat.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1992 pada tanggal 11 Januari 1992
Kecamatan Cilegon dimekarkan menjadi Kecamatan Cilegon dan Cibeber.
Sehingga Kota Administratif Cilegon meliputi 4 (empat) kecamatan yaitu
Cilegon, Cibeber, Pulomerak dan Ciwandan.
Cilegon Menjadi Kotamadya Tahun 1999
Kota
Administratif Cilegon yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten
Serang dalam perkembangannya tumbuh sebagai kota industri bagi wilayah
barat bagian Jawa Barat. Di Kota Cilegon saat ini terdapat industri
berat dan menengah dalam kapasitas regional dan nasional. Kota Cilegon
juga merupakan jalur lalu lintas penghubung antara Pulau Jawa dan
Sumatera dengan pelabuhan penyeberangan Merak. Kesemuanya ini menjadikan
Kota Cilegon fungsinya semakin berkembang, disamping sebagai kota
industri juga sebagai kota transito, perdagangan dan jasa.
Melihat
kedudukan Kota Cilegon sangat strategis ditinjau dari segi politik,
sosial budaya serta pertahanan keamanan, maka untuk lebih meningkatkan
daya guna dan hasil guna pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat, Kota Administratif Cilegon dibentuk menjadi
Kotamadya Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1999 (Lembaran Negara 3828) tanggal 20 April 1999 yang diresmikan oleh
Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid pada tanggal 27 April 1999 dan
dirangkaikan dengan pengangkatan penjabat Walikotamadya Daerah Tingkat
II Cilegon yakni H. Tb. Riva’i Halir.
Menjadi Kota Cilegon
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839), maka
penyebutan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon berubah menjadi Kota
Cilegon.
Pada tanggal 4 September 1999 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon diresmikan, yang keanggotaanya berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 1999 , dengan Ketua DPRD Kota Cilegon H. Zaidan Riva’i.
Pada
tanggal 28 Februari 2000 dilakukan pemilihan Walikota definitif oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Cilegon secara demokrasi dan
terpilih menjadi Walikota pertama Kota Cilegon adalah H. Tb. Aat
Syafa’at dengan didampingi oleh Wakil Walikota Cilegon yaitu H. Djoko
Munandar. Atas nama Menteri Dalam Negeri, maka Gubernur Jawa Barat H.R.
Nuriana melantik secara resmi Walikota Cilegon pada tanggal 7 April
2000.
Dalam perjalanannya, Wakil Walikota Cilegon, Dr. Djoko Munandar, M.Eng mencalonkan diri menjadi Gubernur Banten, dan terpilih menjadi Gubernur Banten. Dengan demikian, jabatan Wakil Walikota Cilegon menjadi kosong.
Dalam perjalanannya, Wakil Walikota Cilegon, Dr. Djoko Munandar, M.Eng mencalonkan diri menjadi Gubernur Banten, dan terpilih menjadi Gubernur Banten. Dengan demikian, jabatan Wakil Walikota Cilegon menjadi kosong.
Peluang
yang diberikan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah semakin
memberikan keleluasaan bagi Kota Cilegon untuk mewujudkan cita-cita
masyarakat.
Pada
tanggal 5 Juni 2005, masyarakat Kota Cilegon menggelar pesta demokrasi
untuk memilih secara langsung Walikota dan Wakil Walikota. Pelaksanaan
Pemilihan Kepala Daerah berjalan dengan aman, lancar dan terkendali.
Pada tanggal 10 Juni 2005, KPUD Kota Cilegon menetapkan pasangan H. Tb.
Aat Syafa’at, S.Sos, M.Si dan Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si sebagai
Walikota dan Wakil Walikota Cilegon periode 2005 – 2010. Pada tanggal 20
Juli 2005, pasangan H. Tb. Aat Syafa’at, S.Sos, M.Si dan Drs. H. Rusli
Ridwan, M.Si dilantik sebagai Walikota dan Wakil Walikota Cilegon oleh
Gubernur Banten Dr. H. Djoko Munandar, M.Eng atas nama Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia.
Estapeta
kepemimpinan di Kota Cilegon terus berlanjut pada tahun 2010 walikota
dan wakil walikota terpilih priode 2010-2015 yaitu Tb.Iman Ariyadi dan
wakil walikota Edi ariadi sekaligus melanjutkan pembangunan dimasa
Tb.Aat Syafaat. Berkat keberhasilan pembangunan di segala bidang pada
tahu 2015 Tb.Iman Ariyadi dan Edi Ariadi terpilih kembali menjadi
Walikota dan walikota priode 2016-2021.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar